Menjadi Mama | Part 2 | Pengobatan

1.3K 5 0
                                    

Setelah pembicaraan dengan dokter, papa dan mama memutuskan untuk berdiskusi berdua, papa dan mama saling memandang dengan serius. Papa memulai percakapan dengan suara yang lembut namun tegas. "Ma, ini keputusan yang sangat sulit. Di satu sisi, kita mau Dimas sembuh dan hidup normal lagi. Tapi di sisi lain, kita harus pikirin risiko besar dari pengobatan ini," kata papa.

Mama mengangguk, air mata mulai mengalir di pipinya. "Aku tahu, Pa, tapi lihat Dimas menderita seperti ini sangat menyakitkan. Kalau ada kesempatan buat nyelamatin dia, aku rasa kita harus coba. Tapi aku juga takut sama perubahan yang mungkin terjadi padanya."

Papa menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Kita perlu pikir jernih dan pertimbangin semua aspek, Ma. Apa kita siap hadapi kemungkinan kehilangan Dimas yang kita kenal? Apa yang terjadi kalau pengobatan ini gagal atau malah bikin efek samping yang lebih buruk?"

Mama menggenggam tangan papa dengan erat, mencari kekuatan dalam tatapannya. "Kita harus percaya ini pilihan terbaik, Pa. Dokter bilang ini satu-satunya harapan kita saat ini. Aku nggak bisa biarin Dimas terus menderita tanpa coba sesuatu yang bisa nyelamatin dia."

Papa mengangguk perlahan, memahami perasaan mama. "Kamu benar, kita harus coba yang terbaik buat Dimas. Tapi kita juga harus siap hadapi konsekuensinya, apapun itu."

Setelah beberapa saat, mereka kembali ke ruangan tempat aku dirawat. Wajah mereka masih dipenuhi kecemasan, tetapi ada tekad yang kuat dalam tatapan mereka. Papa duduk di samping tempat tidurku dan menggenggam tanganku.

"Aku kenapa, Ma, Pa?" tanyaku dengan suara pelan.

Mama mencoba tersenyum, meskipun air mata mulai mengalir di pipinya. "Tenang aja ya, sayang. Kamu bakalan sembuh kok," ucapnya sambil meneteskan air mata.

"Dimas, papa sama mama udah berdiskusi. Kami mau kamu tahu bahwa apapun keputusan yang kami buat, kami akan selalu mendukungmu," kata papa dengan suara lembut.

Mama mengangguk dan menambahkan, "Kita akan coba pengobatan ini, sayang. Kita harus berusaha dan berharap yang terbaik. Kami selalu di sini buat kamu, apapun yang terjadi."

Aku merasa lega mendengar dukungan mereka. Meskipun begitu, ada rasa bingung yang masih menyelimuti pikiranku. Aku tidak tahu apa penyakitku sebenarnya dan mengapa mama dan papa tampak begitu sedih. Keheningan sejenak melingkupi kami, memberi ruang bagi semua emosi yang bercampur aduk.

Aku melihat kekhawatiran mendalam di wajah mereka, sebuah ekspresi yang jarang kulihat sebelumnya. Papa biasanya selalu tenang dan tegar, sementara mama selalu penuh semangat dan optimisme. Tapi kali ini, mereka tampak begitu rapuh. Aku bisa merasakan betapa berat beban yang mereka pikul, dan itu membuatku semakin ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Setelah beberapa saat, papa dan mama saling bertukar pandang dan mengangguk. Mereka memutuskan untuk kembali menemui dokter dan memberitahu keputusan mereka. Aku menatap mereka dengan harapan dan sedikit ketakutan, sementara mereka melangkah keluar dari menuju ruangan dokter.


Baca selengkapnya di https://karyakarsa.com/auliashara atau klik link di bio. 

Menjadi MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang