Aku merasa beruntung, meski kondisiku sekarang menuntut lebih banyak istirahat, aku tetap dikelilingi oleh orang-orang yang begitu peduli dan mendukung. Dengan Mama yang sudah berpengalaman, Papa yang selalu siap membantu, dan Mbak Sari yang sigap, aku merasa optimis bisa melalui trimester ini dengan baik. Kami memang sedang menanti dua kelahiran yang penuh harapan dan kebahagiaan, dan aku tahu, bersama, kami akan bisa menjalani semua ini.
Namun, meskipun semuanya terlihat berjalan dengan baik, kehamilan tetap membawa tantangan tersendiri. Kondisi tubuh yang berubah dan energi yang kadang tak stabil sering kali menjadi ujian bagiku. Di balik semua kebahagiaan dan harapan, ada juga momen-momen ketika aku harus ekstra hati-hati dan waspada, karena keseimbanganku semakin sulit untuk dijaga. Dan pada suatu hari, tantangan itu terasa begitu nyata, hingga membuatku dihadapkan pada situasi yang tak terduga.
Suatu hari, saat aku hendak mandi, aku merasa sedikit pusing. Kehamilanku yang sudah memasuki trimester kedua membuat tubuhku lebih cepat lelah, dan keseimbanganku kadang terasa goyah. Aku melangkah masuk ke kamar mandi dengan hati-hati, namun entah bagaimana, kakiku terpeleset di lantai yang licin. Aku kehilangan keseimbangan dan jatuh dengan keras ke lantai. Rasa sakit langsung menjalar di punggung dan perutku, dan yang lebih mengerikan, aku melihat darah mengalir deras dari bawah tubuhku.
Panik, aku berteriak sekuat tenaga. "Tolong! Tolong!" suaraku menggema di dalam kamar mandi, namun tidak ada jawaban. Jantungku berdetak kencang, rasa takut dan cemas membanjiri pikiranku. "Mama! Mbak Sari! Tolong!" Aku berteriak lagi, mencoba sekuat tenaga untuk membuat suaraku lebih keras. Namun, seakan waktu berjalan begitu lambat, tak ada tanda-tanda mereka mendengarku.
Rasa sakit semakin menjadi, dan darah terus mengalir. Aku merasa lemas, tubuhku gemetar. Aku mulai takut akan yang terburuk, khawatir tentang kondisi bayiku. "Tolong... ada yang dengar nggak?" desisku dengan suara yang semakin serak. Aku merasa putus asa, air mata mengalir di pipiku.
Beberapa menit kemudian, aku mendengar suara langkah kaki yang terburu-buru mendekat. Pintu kamar mandi terbuka, dan Mama serta Mbak Sari masuk dengan wajah panik. Mata Mama melebar saat melihatku terbaring di lantai dengan darah yang terus mengalir. "Ya ampun, Sayang. Kamu kenapa?" seru Mama, suaranya terdengar putus asa.
Mbak Sari langsung berlutut di sampingku, mencoba memeriksa keadaanku. "Ibu, tenang dulu, kita bantu angkat ya," katanya dengan suara yang bergetar, tapi tetap mencoba untuk tetap tenang.
Aku mengerang, merasakan sakit yang semakin menyebar. "Ma... sakit banget, Ma...," ucapku dengan napas yang terputus-putus, mataku berusaha mencari tatapan Mama.
Baca selengkapnya di https://karyakarsa.com/auliashara atau klik link di bio.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menjadi Mama
General FictionDimas, seorang siswa kelas dua SMP, menjalani masa pubertas dengan banyak perubahan dan rasa penasaran tentang tubuh wanita, terutama mamanya yang cantik. Suatu hari, Dimas jatuh sakit dan didiagnosis dengan penyakit darah langka yang menghentikan r...