Menjadi Mama | Part 4 | Tubuh Baru

2.1K 11 0
                                    

Aku merasa sedikit penasaran dan bertanya, "Mama gini juga ya tiap saat?"

Mama tersenyum lebih lebar, matanya sedikit berkilat nakal. "Hmm, kalau Mama sih biasanya ada Papa yang bantu. Dia yang isap ASI Mama kalau penuh," jawabnya dengan nada bercanda.

Sontak pipiku memerah mendengar jawaban Mama. Aku merasa canggung dan bingung harus merespons bagaimana. Kata-kata Mama membuat bayangan yang aneh dan mengganggu muncul di kepalaku. Tanpa bisa kucegah, aku membayangkan bagaimana rasanya jika payudaraku dihisap oleh Papa. Pikiran itu membuat tubuhku bergetar kecil, sensasi aneh dan baru kembali menyeruak di dalam diriku. Detak jantungku semakin cepat, seolah ada sesuatu yang mendesak keluar dari dalam.

Mama tampaknya memperhatikan perubahan ekspresiku dengan tajam. Dia tidak bisa menahan godaannya. "Hayo, kamu mikirin apa? Yang kemarin-kemarin kamu bayangin Mama, sekarang apa hayo, pasti mikirin Papa ya?" goda Mama sambil tertawa kecil.

Aku merasa semakin canggung, kata-kata Mama terus menggema di pikiranku. Bayangan Papa yang mendekat, mengelus rambutku, dan menghisap ASI dari payudaraku muncul di benakku. Sensasi itu terasa begitu nyata dan aneh, membuatku semakin bingung. Wajahku semakin memerah, dan aku mencoba mengalihkan pandangan, tidak ingin Mama melihat betapa malunya aku.

Mama tertawa lagi, kali ini lebih lembut, dan memandangku dengan tatapan penuh pengertian. "Nggak apa-apa, Sayang. Ini semua baru buat kamu, dan wajar kalau kamu merasa bingung dan penasaran. Tapi ingat, Mama di sini buat bantu kamu," katanya, mengusap rambutku dengan lembut.

Perasaanku campur aduk. Di satu sisi, aku merasa malu dan canggung karena Mama seolah bisa membaca pikiranku. Di sisi lain, aku merasa sedikit lega karena Mama ternyata mengerti dan mencoba membuatku merasa lebih nyaman dengan perubahan ini. Aku mencoba tersenyum, meskipun masih merasa sedikit canggung. "Ah, nggak kok Ma, aku nggak kaya gitu," ucapku dengan nada gugup, berharap Mama tidak menyadari kebenarannya.

Mama tersenyum lembut dan mengangguk pelan. "Iya, Mama ngerti kok, Sayang. Kamu nggak perlu malu. Semua orang pasti punya rasa penasaran, apalagi dalam masa-masa perubahan seperti ini," ujarnya, suaranya penuh kasih sayang. "Yang penting, kamu jangan menyimpan perasaan atau pertanyaan sendirian. Mama selalu di sini buat kamu."

Aku hanya bisa mengangguk, masih merasa canggung dan malu. Kata-kata Mama sedikit banyak membuatku merasa lebih tenang, meskipun bayangan tadi masih sedikit mengganggu pikiranku. "Iya, Ma. Makasih," jawabku pelan, berusaha menenangkan diri. 


Baca selengkapnya di https://karyakarsa.com/auliashara atau klik link di bio. 

Menjadi MamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang