"Lepaskan celanamu sekarang!"
Sean terkesiap, ia langsung berbalik.
"Sean sudah terlambat, harus segera ke sekolah, " balas Sean dengan gugup.
Matanya memandang dengan sedikit ketakutan pada sang pria paruh baya yang sudah berdiri di depannya dengan tatapan mengintimidasi.
"Lepaskan. Sekarang!"
Tekanan yang kuat pada ucapan tersebut membuat Sean mau tidak mau menuruti. Sean menghela nafasnya dan berisap dengan apa yang akan ia lalui setelah ini.
Benar saja, kemurkaan sang pria yang berstatus ayahnya langsung terlihat kala Sean melepaskan celana abu-abunya dan memperlihatkan celana ketat di baliknya. Sean benci itu.
Dagu Sean di cengkram oleh sang Ayah, dipaksa untuk melihat ke arahnya.
"Kau adalah laki-laki! Kau juga adalah satu-satunya penerusku," Ujar Ayah Sean dengan menekan setiap katanya.
Mata Sean bergetar ketakutan.
"SUDAH AKU PERINGATKAN UNTUK BERHENTI MEMPERMALUKANKU!"
Dagu Sean dihempaskan begitu saja menyisakan rasa sakit di sana. Sean menunduk dalam.
"Lepaskan celana itu dan bawa padaku. Bawa juga ponselmu kemari. Selama seminggu ini aku akan menyita seluruh fasilitasmu. Kau hanya boleh pergi ke sekolah dan di sana kau akan diawasi oleh Julian."
Sean hanya bisa pasrah dan menuruti semua perkataannya. Ia menyerahkan celana ketat yang kesekian kalinya dia beli untuk kembali dihanguskan oleh Ayahnya.
"Sekali lagi aku melihatmu menari seperti anak perempuan, aku tidak akan segan-segan mematahkan kakimu!"
***
Musik modern yang tengah populer saat ini terdengar begitu nyaring di telinga Sean. Tetapi lelaki itu hanya diam tidak terganggu. Matanya fokus memperhatian sosok gadis yang tengah di depan sana. Di antara banyaknya gadis remaja yang menari hanya sosok satu ini yang menarik atensi Sean.
Lagu selesai dan Sean bertepuk tangan dengan bangga. Sosok yang diperhatikannya sadar akan keberadaan Sean dan langsung menghampiri Sean dengan senyuman yang cantik.
Sean jatuh cinta untuk kesekian kalinya pada gadis ini.
"Seperti biasa, keren," puji Sean. Sean menyerahkan botol berisi air mineral pada sang gadis dan diterima bahkan langsung diminum hingga tandas.
"Gila capek banget," keluh gadis itu.
"Keliatan, nih sampe keringatnya banyak banget," ujar Sean seraya menyeka keringat pada sang gadis dengan tangannya.
Gadis itu tersenyum manis. "Makasih Seankuu,"
"Sama-sama Ayumi cantik," balas Sean sambil mencubit gemas gadis bernama Ayumi itu.
Keduanya lalu duduk di pojok ruangan itu dan mengobrol bersama.
"Nanti tempat latihan bareng ya, Se," ajak Ayumi.
Raut Sean seketika berubah.
Yumi yang menyadari itu langsung bertanya. "Kenapa? Ketauan lagi?" tebak Yumi.
Sean mengangguk.
Yumi menghelakan nafasnya, " Apa sih salahnya cowok ikutan tari ballet? Ayah kamu kolot banget, Se. Kalo aku jadi anaknya, aku tonjok dia!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Marigold [END]
Teen FictionMarigolds represent strength and power but also symbolize grief and sadness. Sean ingin terus menari. Tapi apakah bisa? Tarian bukanlah yang Ayahnya mau dari dirinya. Tarian bukanlah hal yang membanggakan untuk Ayahnya. "Ingatlah Sean, kamu dilahir...