BAB 10

8 4 0
                                    

Tirai panggung mulai terangkat. Ruangan itu menjadi gelap seketika.

Tiba-tiba lampu sorot menyala dan ditengah sana, sang bintang utama telah siap untuk bersinar. Balutan kain putih yang melekat di tubuhnya terlihat begitu indah dan membuatnya nampak lebih bersinar. Sedikit polesan make up di wajahnya, aksesoris yang melekat menambah kesan menawan padanya. Ia terlihat seperti seekor angsa putih yang cantik di tengah danau surga.

Ia membungkuk hormat dengan gerakan yang anggun.

Musik klasik yang begitu khas mulai di putar. Angsa itu mulai terhanyut dalam melodinya. Kakinya bergerak dengan lincah, tubuhnya meliuk dengan begitu lentur dan tangannya mengayun dengan indah.

Semua mata terpanah pada sosok itu. Mereka seolah ikut terhanyut dalam keindahan gerakan yang ditampilkan.

Sang angsa putih itu merasa sangat bebas. Tubuhnya bergerak sesuai dengan keinginannya. Musik yang menenangkan begitu nyaman terdengar di telinganya. Perasaannya benar-benar terasa seperti terbang dengan bebas seolah ia baru saja bebas dari penjara bawah tanah setelah sekian lamanya.

Matanya terbuka dan memandang ke depan sana. Musik baru saja selesai, ia menurunkan tangannya perlahan.

Keadaan hening sekejap.

Lampu sorot masih tertuju padanya. Begitupun dengan atensi orang-orang.

Suara tepuk tangan tiba-tiba terdengar dari salah satu penonton itu. Hal itu sontak menyadarkan semua orang yang masih terpaku pada Sean. Tepuk tangan semakin riuh karena seluruh penonton di depannya melakukan dengan serentak. Bahkan mereka melakukannya sambil berdiri sebagai bentuk apresiasi terbesar.

Sean terpaku. Bulu kuduknya bahkan berdiri. Ia dapat mendengar suara mereka yang mengelu-elukannya. Suara tepuk tangan bahkan tak berhenti sampai saat ini. Hatinya membucah bahagia.

Pemuda itu tersenyum begitu lebar. Dapat ia lihat teman-temannya di sana termasuk Julian bertepuk tangan dan tersenyum padanya. Bahkan Yumi dan Widya sampai menitikan air matanya. Di samping kiri juga ada Lily, anak kecil itu melompat-lompat dan menyerukan namanya berulang kali.

Tanpa sadar air mata Sean jatuh dari sudut matanya. Ia begitu bahagia.

Ia berdiri lama di bawah lampu sorot itu. Menikmati tiap detik moment yang terlewat. Ia sangat berharap akan bisa merasa kebahagiaan lagi di masa depan.

"Terima kasih.."

Sean membungkuk hormat di hadapan seluruh penonton sebagai penutup penampilannya.

***

Sean memandangi dirinya di cermin. Antara dirinya dan pantulannya saling bertatapan. Ia menyelami matanya sendiri.

"Maafkan, aku.." ujarnya.

Ia begitu terhanyut dalam lamunannya sehingga tidak sadar Julian sudah berdiri tepat di sebelahnya.

"Maaf," ujarnya lagi.

Dahi Julian berkerut bingung.

"Gila Lo?"

Sean terperanjat mendapati pemuda itu ada di sebelahnya.

"Ngapain masih di sini?" tanya Julian masih dengan nada ketusnya.

"Aku cuma mau bilang maaf ke diriku sendiri," balas Julian.

Julian makin menunjukkan raut keheranannya. "Ngapain minta maaf? Lo kan udah menang harusnya bilang makasih. Aneh."

Sean menggaruk kepalanya seraya terkekeh. "Iya juga ya?"

"Udah buru ke luar! Daripada makin ga waras Lo di sini."

Julian langsung pergi ke luar ruangan itu diikuti oleh Sean. Tepat saat Sean ke luar, ia langsung disambut oleh ledakan confeti. Potongan kertas berterbangan di atas kepalanya. Ayumi, Widya, dan Lion datang dengan sebuah kue.

"Selamat atas kemenangannya, Sean!"

Mata Sean langsung berkaca-kaca. Ia mulai merasa semua ini adalah mimpi. Ini terlalu membahagiakan. Hari ini sungguh penuh dengan kebahagiaan dan Sean masih belum percaya akan hal itu.

Ia bisa tampil, memenangkan kompetisi dan merasakan keberhasilannya itu sungguh adalah anugerah yang luar biasa.

"Ayo tiup lilinnya!"

Sean menghembuskan udara dan membuat api pada lilin itu padam.

"Terimakasih.."

Ini terlalu aneh. Sangat aneh.

"Ayo kita rayain ini semua sampe pagi!!" seru Lion dengan semangatnya.

Sean kemudian di tarik menuju sebuah tempat yang sudah didekor sedemikian rupa sehingga terlihat begitu menyenangkan.

Cheers!!

Dentingan gelas beradu merayakan kemenangan sang bintang utama. Mereka semua berkumpul di dalam cafe milik Widya dan merayakan atas kemenangan yang telah diraih oleh Sean.

Pemuda itu sungguh memang sangat berbakat. Seluruh kontestan bahkan mengakuinya. Setelah pertunjukan yang begitu mengagumkan Sean keluar sebagai juara malam itu.

Julian senang dan cukup bangga pada dirinya sendiri karena telah bersusah payah membantu Sean untuk tampil. Ia pasti dikenang sebagai Hero seorang pebalet hebat masa depan. Ia bahkan membayangkan bagaimana Sean akan menyebut namanya seperti tadi di sebuah interview.

Widya dan Ayumi terus menerus mengucapkan selamat padanya tanpa lelah. Senyuman mereka begitu merekah menghiasi wajah.

"Lo keren banget, Sean. Ih tau ga sih kita semua sampe ga bisa gerak saking terpakunya kepenampilan Lo? Yang lain juga sampe ada yang lupa buat nafas," ucap Ayumi dengan menggebu-gebu.

Lion mengangguk setuju. "Lo cantik banget pas di panggung tadi. Gerakan yang Lo bawain kayak lembuuut banget. Lo emang terlahir untuk balet Sean."

"Gue yakin habis ini bakal banyak yang mau Sean tampil," Ayumi kembali berujar.

"Sebagai manager, gue harus siap-siap nih," celetuk Julian yang sontak membuat ketiga temannya melihat ke arahnya skeptis.

"Sejak kapan Lo jadi manager, Sean? Bukannya Lo ga suka berhubungan sama Sean? Lo bahkan bilang Sean suka ngeganggu Lo."

Mata Lion menyipit memandangi Julian dengan menyelidik.

"Ya emang ngeganggu. Tapi kalo bukan gue emang siapa lagi yang bisa diandalkan buat jadi manager? Elo? Yang ada Sean ikut-ikutan jadi kriminal!" Balas Julian.

"Mata Lo, Kriminal! Yang ada Lo tu yang kriminal!"

"Sean, liat tuh siapa yang ga mau ngaku kriminal setelah nyulik Lo," ujar Julian seraya meminta pembenaran dari Sean.

Tetapi, tidak ada satupun jawaban keluar dari mulut Sean. Mereka kompak menoleh ke arah pemuda itu.

Sang bintang utama ternyata sudah tenang di tempatnya. Tertidur dengan begitu pulas. Sontak mereka langsung diam. Mencoba sebaik mungkin tidak berisik dan tidak membangunkan Sean.

"Sean keliatan capek banget," ujar Widya sambil memandangi Sean.

"Dia keliatan kayak orang yang ga tidur semaleman," kata Lion.

Julian langsung merasa bersalah. Ia tau bahwa pemuda itu tidak tidur semalaman. Ketika dirinya terbangun di pagi hari, Sean terjaga di depan televisi yang menyala. Kantung matanya bahkan nampak mengerikan. Untung saja ia menyiapkan MUA yang berkualitas sehingga penampilan Sean tadi tidak terganggu oleh mata panda itu.

Mereka akhirnya memilih menikmati makanan yang tersaji tanpa Sean dengan suara sepelan mungkin. Ingin rasanya mereka memindahkan Sean ke tempat yang lebih nyaman. Akan tetapi mereka urung karena Julian melarangnya.

Tiba-tiba dering telpon terdengar. Ternyata berasal dari ponsel milik Julian.

Ia membuka ponselnya dan membaca barisan kalimat pesan.

Ia menghelakan nafasnya terdengar begitu berat setelah membaca pesan tersebut. Raut wajahnya menurun. Matanya beralih pada orang yang tengah tertidur pulas itu.

"Gue harap besok Lo baik-baik aja," batinya.

***
To be continued
10 Juli 2024

Marigold [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang