BAB 8

14 5 3
                                    

Awalnya Sean merasa bahagia kala mengetahui sang Ayah akan pergi ke luar kota untuk pekerjaannya. Ia bisa membayangkan ketenangan yang akan dia dapatkan. Setidaknya ia dapat waktu tiga hari waktu tanpa tekanan. Awalnya begitu. Tetapi..

"Kau akan berada di rumah Julian selama aku pergi."

Tentu saja Sean tidak bisa menentang perintah itu.

Di sinilah Sean.

Malam itu ia terbaring di lantai yang keras dengan beralaskan sebuah kain tipis. Sedangkan di atas ranjang sebelahnya, Julian tidur dengan begitu nyaman. Bayangkan saja, sehari-hari Sean berada di atas kasur empuk nan nyaman dan tentu saja mahal tetapi kini ia harus tidur di lantai tanpa bantal. Apalagi ruangannya cukup panas membuat Sean tidak bisa memejamkan matanya sebentar saja.

Julian telah pergi ke alam mimpinya entah sejauh mana dan Sean terus bergerak ke kanan dan ke kiri mencari posisi yang nyaman untuk tubuhnya. Tapi tidak bisa.

Akhirnya ia menyerah. Ia duduk dan mengusak rambutnya dengan kesal. Melihat Julian sudah mendengkur membuatnya mendengus kesal. Pemuda itu benar-benar menyebalkan. Ingin rasanya Sean mencekik lehernya.

Sean memilih beranjak dan pergi ke luar dari kamar itu. Ia melihat ke sekeliling rumah dan sangat sunyi. Bahkan langkah kakinya terdengar begitu jelas tiap kali bersentuhan dengan lantai kayu itu. Langkah kakinya membawanya ke arah dapur. Ia ambil segelas air lalu menegaknya sekaligus hingga tandas.

Matanya tak sengaja melihat ke arah meja makan. Seketika ia kembali teringat kejadian terakhir saat bersama dengan Lana—Ibu Julian— yang masih tergambar jelas di kepalanya. Bahkan tiap ucapan itu kembali terdengar seolah baru saja ada yang memutarkan rekaman suara itu.

Sean duduk di kursi dekat meja makan itu lalu termenung.

"Bisakah Sean berhenti menari?"

"Banci!"

"Kegiatan bodoh apalagi yang kau lakukan selain menari?"

"Sekali lagi aku melihatmu menari, aku tidak akan segan-segan mematahkan kakimu."

Suara-suara itu terus berputar dan membuat kepala Sean pening seketika. Ia memijat kepalanya dengan harapan pening di kepalanya menghilang.

Ia membuka ponselnya dan menekan tombol pencarian di browsernya.

'Apakah Balet hanya untuk perempuan?'

Ia terus menjelajahi internet itu.

"Meskipun sebagian besar penarinya adalah perempuan, Tetapi Penari pria sangat penting bagi setiap kelompok Balet. Balet bisa dilakukan oleh siapapun itu tanpa memandang gender"

Sean ingin mengirimkan potongan artikel tersebut pada sang Ayah. Tetapi ia yakin, sang ayah akan mengabaikannya. Ia bisa  membayangkan wajah sang ayah akan masam seketika membaca kalimat tersebut.

Ia kembali menjelajahi internet dan menemukan salah satu interview salah satu idola pria yang tengah naik daun.

"Ayahku adalah orang yang berperan paling penting dalam karirku. Ketika ia mengetahui aku suka menari, ia langsung mendaftarkanku ke sekolah balet. Jika ia tidak menyuruhku ikut audisi, aku rasa aku akan menjadi ballerina."

Sean berdecih. "Kenapa beda sekali dengan Ayah? Kenapa tidak ayahnya saja yang menjadi ayahku?"

Tanpa sadar ia terus melihat artis tersebut bahkan melihat seluruh penampilannya di panggung. Sungguh powerfull dan sangat detail. Balet adalah tarian yang memerlukan kekuatan dan energi serta penguasaan panggung yang kuat. Sean membayangkan bahwa jika ia menari balet pasti akan sangat indah.

Marigold [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang