BAB 4

16 5 1
                                    


"Three point!!"

Sorak sorai memenuhi studion sore itu. Tembakan terakhir oleh Lion membawa tim mereka pada kemenangan. Semua pendukung serentak menanyikan kemenangan dan tak jarang ada yang mengejek supporter tim lawannya.

Seorang gadis cantik berlari menuju ke lapangan. Ia langsung menuburukkan tubuhnya ke Lion dan memeluknya. Sontak saja sorak kemenangan berubah menjadi sorakan menggoda pada ke pasangan itu. Sang gadis bahagia walau sedikit malu.

Lion mengecup kepalanya dan membuat gadis itu semakin senang. Bahkan rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu di perutnya. Sangat menggelitik dan menyenangkan.

Tetapi mereka tidak menyadari, hati seseorang tengah patah di sana. Di antara ratusan penonton orang itu hanya bisa tersenyum miris atas nasib percintaannya. Ia merasa iri. Ia sangat ingin ada di posisi Lion saat ini.


***


Sore itu sekitar pukul lima sore, Sean tengah menikmati makanan yang disajikan oleh tuan rumah. Sudah lama ia tidak menikmati makanan rumahan yang lezat seperti ini sehingga tanpa sadar ia makan begitu lahap.

"Kayak ga pernah makan enak aja lo," sindir Julian.

Seorang wanita langsung menyenggol lengan Julian memperingati sang anak. "Ga boleh gitu! Ayo makan yang banyak ya, nambah lagi kalo perlu."

Sean yang merasa sedikit tidak enak hanya bisa tersenyum dan menganggukkan kepalanya kepada Lana, Ibunda Julian.

"Habis dari mana tadi?" tanya Lana.

"Nonton pertandingan basket, Tan," balas Sean.

"Bunda. Bukan tante!"

"Maaf Tan-maksudku, Bunda."

Lana tersenyum mendengarnya.

"Pertandingan Lion ya? Gimana timnya dia menang kan?"

"Menang telak, Bun," kali ini Julian yang menjawabnya. "Heboh banget supporternya tadi, apalagi pas Lion pelukan sama pacarnya."

"Oh, ya?"

Julian mengangguk, "Iya. Makannya Julian bawa Sean pulang. Kasian, Bun. Dia tadi diem aja galau di halte gara-gara patah hati liatnya."

Sean tidak menduga akan ucapan sang pemuda itu yang mengejutkan bahkan membuatnya tersedak.

Lana sontak panik memberikan pemuda itu minum segera. "Pelan-pelan aja makannya, Sean."

"Maka-uhuk-sih, Bunda," ucap Sean dengan sedikit masih tersedak.

Julian yang melihatnya malah menertawakannya.

"Makannya kalau suka sama orang tu ngomong! Ditikung kan lo."

Sean langsung menghadiahi Julian dengan tatapan sinisnya. Manusia satu ini sepertinya sangat suka mengejek Sean.

"Sok-sokan nasehatin Sean padahal sendirinya juga cupu ga mau nembak ceweknya." Ujar Lana.

"Apaan sih, Bun. Aku ga gitu ya," balas Julian membela dirinya.

Tanpa sadar Sean tertawa.

"Diem lo!" peringat Julian. Pemuda itu kemudian berdiri dan pergi begitu saja dari hadapan mereka dengan wajah yang cemberut.

"Julian tu gitu. Hobi banget nasehatin orang tapi ga pernah ngaca. Kalo dibeberin fakta, malah kabur," ujar sang bunda.

"Bun, Julian denger ya!" saut Julian dengan sedikit berteriak.

Marigold [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang