Malam itu, pria berumur 43 tahun itu telah mengekspetasikan dirinya akan istirahat dengan tenang setelah seharian penuh dihajar oleh pekerjaannya. Namun, sang putra tiba-tiba datang padanya dengan membawa sebuah berkas di tangannya.
"Ini proposal Sean," ujar putranya dengan menyerahkan berkas itu.
Ia menerima berkas itu meskipun masih diluputi kebingungan. Setelah poin demi poin ia baca, akhirnya ia paham dengan maksud yang putra.
"Kau ingin bermain dengan Lion tiga kali dalam seminggu?"
Sean menjawab dengan anggukan kepala.
Ayahnya kembali memperhatikan tiap detail dalam proposal itu. Ia cukup kagum pada anaknya yang telah menghasilkan proposal dengan penulisan yang rapi bahkan hingga pengaturan kertasnya. Itu cukup menarik untuk dirinya baca.
Sedangkan di depannya Sean menunggu dengan gugup. Tangannya bertaut satu sama lain. Semalaman ia memikirkan cara untuk meruntuhkan hati ayahnya yang keras itu. Sangat sulit. Mengingat bahwa dirinya selalu dipandang tidak sempurna oleh ayahnya karena tidak pernah mau menjadi seperti yang diinginkan sang ayah.
Saat itu inilah satu-satunya cara. Apalagi ayahnya adalah seorang atasan, tentu saja pengajuan proposal ini adalah jalan yang lebih baik dibandingkan harus meminta ijin langsung.
"Kamu yang membuat ini semua?"
"Iya." balas Sean.
Sean semakin gugup. Kemudian ia kembali berbicara. "Jika ada yang tidak Ayah pahami, Sean bisa menjelaskan lagi."
Sean mengeluarkan laptopnya dan menunjukkan layarnya pada sang Ayah. Sebuah presentasi terpampang di sana.
"Bagus. Ini baru anakku."
Dahi Sean berkerut bingung. Ia bahkan belum memulai menjelaskan.
"Tidak perlu dijelaskan lagi. Proposalmu cukup bagus. Kau memiliki bakat untuk membuat itu. Lihatlah kau bisa melakukan hal-hal seperti ini. Ini jauh lebih berguna untuk masa depanmu dibandingkan menari-nari seperti anak perempuan. Aku tidak sabar kedatanganmu ke perusahaan kita di masa depan,"jelas sang Ayah. Pria itu cukup bangga bahkan ia berdiri untuk menepuk bahu Sean beberapa kali.
"Jadi?" tanya Sean memastikan.
"Aku setuju. Karena kau membuatku senang," jawab sang ayah.
Senyuman pemuda itu melebar
"Tapi, ada beberapa poin yang aku tidak setuju."
Sean cukup senang dengan ijin sang ayah. Ia akan menyetujui apa saja yang ayahnya katakan. Setidaknya inti dari proposal ini telah disetujui bahwa dirinya bisa bermain bersama Lion dalam satu minggu. Ia akan memanfaatkan itu untuk berlatih di cafe milik Widya dibantu oleh Ayumi. Dirinya akan bisa berlatih dengan tenang tanpa harus takut ketahuan oleh sang Ayah.
"Kau hanya boleh pergi dengan Lion satu kali dalam seminggu." ujar sang Ayah.
"Baik, Ayah."
"Kau juga harus terus belajar dengan Julian setiap hari kecuali hari kamu pergi bersama Lion. Itu syarat dariku."
"Tapi, ayah.."
Sean mencoba untuk protes namun sang ayah langsung menghentikan ucapannya.
"Take it or leave it. Terserah padamu."
Sean menghelakan nafasnya dengan berat. Ia hanya takut Julian semakin tidak menyukainya. Ia yakin Julian akan terganggu oleh dirinya, apalagi 6 hari dalam seminggu pemuda itu harus bersamanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/372019706-288-k718973.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Marigold [END]
Teen FictionMarigolds represent strength and power but also symbolize grief and sadness. Sean ingin terus menari. Tapi apakah bisa? Tarian bukanlah yang Ayahnya mau dari dirinya. Tarian bukanlah hal yang membanggakan untuk Ayahnya. "Ingatlah Sean, kamu dilahir...