Siang itu ruang rawat tempat Sean berada tengah ramai dengan teman-temannya. Julian membawa serta Ayumi, Lion, dan Widya datang ke rumah sakit selepas jam sekolah usai. Ketiga orang yang dibawa pemuda itu tidak tau menahu mengenai kondisi Sean sontak langsung menangis kala melihat pemuda yang tengah berbaring di ranjang dengan kondisi yang tidak bisa mereka bayangkan sama sekali.
Terlebih lagi Ayumi. Sosok yang tau akan semua perjuangan Sean dan secinta apa pemuda itu terhadap tari. Melihat kedua kaki yang tidak ada lagi membuatnya langsung menjerit dan menangis. Ia memeluk Sean dengan erat, menangis dengan kencang di bahu Sean membuat pemuda itu merasa kembali sedih. Mereka berakhir menangis bersama.
Akan tetapi, saat ini kondisinya sudah berubah. Mereka berlima memandangi satu sama lain dalam dengan membentuk posisi melingkar.
Julian menyeringai. "UNO!"
Sean mendesah kesal memandangi kartu ditangannya yang tidak memiliki warna atau nomor yang sama dengan yang dikeluarkan Julian. Ia terpaksa menambah jumlah kartu di tangannya dengan mengambil satu kartu dari tumpukan kartu yang masih tertutup. Ternyata, ketiga temannya yang lain bernasib sama dengannya.
Julian membanting kartu itu dengan puas. "YES!! GUE MENANG LAGI!"
Sean berdecak kesal ia membuang kartu di tangannya dengan dengan sebal. Ia memandangi Julian dengan sebal karena pemuda itu sudah memegang spidol di tangannya dan siap kembali menorehkan coretan di wajahnya. Karena kalah ia pasrah saja ketika Julian mencoret-coret wajahnya dengan puas.
"IHH JANGAN BANYAK-BANYAKK!" protes Ayumi seraya menjauhkan wajahnya kepada Julian karena terus menambah coretan di sana.
Ayumi megambil ponselnya dan kembali mencak-mencak. "Jelek banget," kesalnya.
Perempuan itu menoleh ke arah Sean dan seketika merasa lucu. Rambut yang cukup panjang diikat satu tepat di atas kepala, lalu coretan di wajahnya membentuk kumis kucing dan titik yang cukup besar di atas hidung pemuda itu serta coretan melingkari kedua matanya membuat Ayumi tidak bisa tahan dengan kelucuan yang ia lihat.
Sadar dirinya ditertawakan, Sean merebut ponsel Yumi dan melihat dirinya sendiri di ponsel itu. Lagi, ia mendecak kesal melihat betapa buruk wajahnya saat ini.
"Mau foto? Ikutan dong!" ujar Widya segera beranjak ke sebelah Sean dan berpose.
"Aku juga mau!!" Ayumi langsung berdiri di sisi lain Sean. Diikuti Lion dan Julian.
Mau tidak mau Sean mengangkat ponsel itu dan memotret mereka berlima. Dengan pose dua jari hingga pose lain yang lama-lama semakin terlihat lucu.
Ayumi melihat kembali hasil foto mereka dan terkekeh gemas. Ah, Sean juga ikut gemas melihatnya.
"Lucu! Tapi ga adil banget, masa muka Julian doang yang bersih?!"
Julian menjulurkan lidahnya mengejek. "Salah sendiri kalah."
"Eh, ini udahan kan mainnya? Gue mau hapus spidolnya," tanya Lion. Setelah mendapatkan anggukan, pemuda itu langsung berlari ke kamar mandi untuk menghapus coretan di wajahnya.
"Sean? Ada apa? Ada yang sakit?" pertanyaan tiba-tiba yang dilontarkan Widya membuat Ayumi dan Julian menoleh dengan kawatir pada Sean.
Mereka melihat Sean menutup matanya dengan kening berkerut.
"Se? Ada yang sakit?" tanya Julian dengan kawatir.
Sean menggeleng. "Cuma pusing sedikit."
"Bentar, gue panggilin dokter."
Sean langsung mencegah Julian pergi. "Tidak perlu. Pusingnya sudah mulai hilang," ujarnya.
"Ya udah, mending kita pulang aja sekarang. Biar Sean istirahat lagi," ujar Ayumi yang diangguki oleh Widya. Sean ingin mencegah mereka karena sungguh ia sangat kesepian berada di sini apalagi ia hanya bisa duduk di atas ranjangnya. Tapi sepertinya ucapan Yumi ada benarnya. Kepalanya kembali sakit dan ia perlu untuk tidur lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marigold [END]
Teen FictionMarigolds represent strength and power but also symbolize grief and sadness. Sean ingin terus menari. Tapi apakah bisa? Tarian bukanlah yang Ayahnya mau dari dirinya. Tarian bukanlah hal yang membanggakan untuk Ayahnya. "Ingatlah Sean, kamu dilahir...