BAGIAN 11

171 37 7
                                    

***

David terbangun dengan nafas tersengal, baru saja ia bermimpi buruk di pisahkan dengan keluarganya, ia hampir saja mengehela nafas lega, namun ada yang berbeda saat David melihat langit-langit kamar tempat ia berbaring.

"Lah sejak kapan rumah gue punya plafon putih bersih mengkilap kek gini??" Guman David heran sembari melihat ke sekeliling yang terasa sangat berbeda dengan kamarnya.

Menyibak selimut yang membungkusnya, duduk di atas kasur yang terasa hangat dan nyaman sembari menatap ruang asing yang di tempatinya sekarang.

"Lah gue masih mimpi ya?" David mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya, dan benar ia ingat kejadian terakhir sebelum ia pingsan, buru-buru ia turun dari ranjang dan membuka pintu kamar itu.

"Lah udah sadar, mau kemana lo?" Tanya Ansel begitu David membuka pintu kamar, tadinya Ansel ingin melihat apakah David sudah bangun dan rupanya kembarannya itu sudah berdiri di depan pintu.

"Sel plis bilang kalo ini cuma prank." Ujar David sembari memegang kedua bahu Ansel.

Ansel hanya mampu menunduk, ia tak mampu melihat tatapan David yang penuh keputusasaan, tatapan yang belum pernah Ansel liat dari seorang David, yang Ansel tau David itu pantang menyerah.

"Sel! Lo kenapa diem aja sih! Bilang ke gue kalo ini semua bohong!" Teriak David menggema di rumah yang hening itu, air matanya lolos begitu saja saat tak ada jawaban apapun dari Ansel.

Alex, Bara dan Gilbert buru-buru menaiki tangga saat mendengar suara keras David, takut akan terjadi sesuatu pada David maupun Ansel, sesampainya mereka di sana Ansel telah duduk berlutut hadapan David yang berdiri menduduk.

"Ansel, David." Panggil Alex namun tak ada satupun dari kedua putra bungsunya yang menjawab ataupun sekedar menoleh pada Alex.

Gilbert mendekati Ansel dan David yang masih terdiam, menarik Ansel agar bangkit dari posisinya dan setelahnya menarik David agar kembali ke kamarnya.

"Lepas! Siapa sih lo pegang pegang gue!" David memberontak namun Gilbert malah menyentil bibirnya.

"Ya sopan sama kakak, anak kecil duduk dulu di sini, mau tau kan apa yang terjadi sebenarnya." Titah Gilbert.

David menyerah, ia mengikuti perintah orang asing di hadapannya, dan berharap sebentar lagi Ansel berlari ke arahnya dan bilang kalo semuanya hanyalah prank.

Ansel benar-benar datang di hadapannya, membawa sebuah map dan menyerahkannya pada David, dengan terburu-buru David menerimanya dan melihat kertas di dalamnya.

"Sorry ya, gue ngambil rambutnya kebanyakan waktu itu, sakit ya." Ujar Ansel sembari mengusap kepala David yang dulu ia cabut rambutnya secara paksa.

"Jadi gue beneran kembaran lo ya?" Tanya David dengan suara bergetar, air matanya menetes membasahi kertas hasil tes DNA dengan Alex yang membuktikan jika 98% David adalah anak kandung Alex.

"Kenapa?" Tanya David dengan mendongak menatap keluarga barunya, raut wajahnya terlihat marah dengan mata yang memerah menahan tangisnya.

"Maksudnya?" Tanya Ansel.

"Kenapa baru sekarang! Kenapa baru sekarang kalian cari gue! Selama ini kalian anggap gue udah mati kan!" Teriak David meluapkan emosinya, nafasnya terengah-engah menahan amarahnya.

"David stop, tenang dulu ya biar abang yang jelasin." Ujar Bara sembari mendekati David, dan memberi isyarat untuk yang lain keluar, ia yang akan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Bara duduk di samping David dan merengkuh adiknya itu kedalam dekapan hangatnya, membiarkan David mencengkram erat lengannya, tak apa jika lengan Bara akan sakit nantinya.

Rumah untuk pulang?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang