***
Nessa mengetuk pintu kamar putra sulungnya yang tertutup rapat sejak semalam, "El, sarapan dulu."
"Bunda duluan aja, iel masih mau beresin kamar." Sahut dari dalam kamar tanpa membuka pintunya.
"Bunda tunggu di dapur ya." Ujar Nessa sembari berjalan menuju kamar putra bungsunya, kamar yang kemarin masih di huni dua orang kini tinggal satu orang di dalamnya.
Tanpa mengetuk pintu Nessa membuka kamar Aiden, mendapati putra bungsunya tertidur di ranjang bawah sembari memeluk boneka Shinchan kesayangan kakaknya.
"Aiden, bangun nak sarapan dulu yuk." Ujar Nessa sembari mengusap lembut surai putranya.
"Bentar kak lima menit," Sahut Aiden yang malah mengganti posisinya membelakangi Nessa.
"Heh bangun ayo, bunda udah masak ayam buat Aiden." Nessa tak menyerah membangunkannya Aiden meski rasanya sangat sakit ketika mengingat pagi yang biasanya penuh kerusuhan kini penuh keheningan.
Aiden menggeliat dan sedikit membuka mata bengkaknya, cukup terganggu dengan guncang kecil bundanya, bukan guncangan hebat penuh teriakan kakaknya lagi yang membangunkannya.
"Bunda duluan aja, Ai mau beres-beres dulu." Sahut Aiden yang masih membelakangi Nessa.
"Bunda tunggu di dapur ya sama abang." Balas Nessa sembari memalingkan wajahnya, mengusap setitik air mata yang mengalir di pipinya.
Begitu mendengar pintu tertutup Aiden berbalik menatap pintu yang tertutup rapat, beralih menatap seisi kamar yang sebagian besar isi kamar adalah barang-barang milik kakaknya.
"Kak pulang, adek kangen." Lirih Aiden sembari memeluk erat boneka Shinchan yang masih terdapat bau David di sana.
***
Selesai sarapan keluarga Ivander berkumpul di ruang keluarga, David telah berhenti menangis bahkan sudah menghabiskan sepiring nasi goreng dan sekarang tengah duduk bersandar pada sofa sembari menonton kartun favoritnya, tentu Ansel yang mencarikan kartun favorit kembarannya.Merasakan usapan lembut di kepalanya David menoleh dan mendongak, menatap papanya yang kini duduk di sofa tengah mengusap kepalanya lembut, membuat David kembali berkaca-kaca.
"Loh kenapa nangis?" Tanya Alex yang membuat David semakin menangis, dirinya sedang sensitif jadi segala hal membuatnya menangis.
Alex mengangkat tubuh David seperti mengangkat anak kucing, mendudukkannya di sofa samping ia duduk.
"Jangan nangis terus, nanti sesek loh." Ujar Alex lembut yang membuat Ansel melotot tak percaya, papanya yang kaya singa pms itu tiba-tiba jadi soft daddy.
"Nak, dengerin papa, kalo kamu kangen sama keluargamu yang dulu boleh kok ketemu, tapi kasih waktu dulu buat mereka ya, mereka juga pasti sedih kamu tinggal kaya gini, tapi biar bagaimanapun kamu harus pulang nak, rumahmu di sini bukan di sana." Tutur Alex.
"Papa janji akan jagain kamu sebaik mereka jagain kamu, kamu harus jadi diri kamu sendiri di rumah, jangan nangis terus, kata Ansel kamu anaknya cerewet loh masa tiba-tiba jadi cengeng pendiem gini." Lanjut Alex sembari mengangkat dagu David karena David terus saja menunduk.
"Hp." Ujar David singkat,padat dan lirih.
"Hah? Kalo ngomong yang jelas dong, kasian papa udah tua itu." Sahut Ansel yang mendapat sentilan kasih sayang dari abangnya.
"Hp ku mana?" Ulang David, lebih jelas walaupun masih dengan intonasi malu-malu meong.
"Jangan dulu ya, besok papa kasih, tapi hari ini kamu istirahat dulu." Jawab Alex selembut mungkin agar David tak kembali menangis.
"Cih dasar orang tua, hp kan hp gue kenapa ga di bolehin sih, huehueee kangen bunda." Ujar David pliu, tapi dalam hati, David mana mampu mengutarakan secara langsung.
"Mau main game ngga?" Tawar Gilbert buru-buru, karena sepertinya Bara akan mengajukan pertanyaan yang sama, maka dengan secepat kilat Gilbert mendahuluinya, hanya dia yang belum mendapat scene bicara banyak dengan David.
David mengangguk sebagai jawaban, daripada berduaan dengan papanya di ruang keluarga kan mending main game.
Gilbert menjulurkan lidahnya pada Bara yang menatapnya tajam, Gilbert selangkah lebih maju mendekati adiknya.
"Pa, Ansel mau pergi ya, ketemu temen." Ujar Ansel sembari bangkit dari duduknya, namun kembali duduk saat merasakan bajunya di tarik dari bawah.
"Apaan si pit tarik-tarik???" Tanya Ansel yang gemas melihat muka melas David.
"Ikut." Jawaban David membuat Ansel tertawa.
"Ga usah, lo di rumah aja, gue bukan mau ketemu Aderfia kok, mau ketemu temen ekskul musik." Jawab Ansel, membuat David cemberut.
Rupanya David tak paham, Ansel pergi biar David membiasakan diri di rumah barunya.
"Udah ayo, katanya mau main game kok malah mau ikut Ansel sih." Ujar Gilbert sembari menarik tangan David agar ikut bersamanya.
Hampir setengah hari David dan Gilbert bermain game, dan kini David merasa haus, tapi malu untuk bilang ke Gilbert, mau pergi gitu aja kok kesannya ngga sopan, tapi David benar-benar haus sampai beberapa kali menelan ludahnya.
"Dek? Kok diem aja, capek ya?" Tanya Gilbert ketika mendapati David terdiam di tempatnya.
"Haus kak." Sahut David cepat kemudian menunduk.
"Loh haus ya, kenapa ngga bilang, bentar kakak ambilin ya." Ujar Gilbert sembari bangkit dari duduknya, namun David ikut bangkit membuat Gilbert heran.
"Ikut." Satu kata yang keluar dari mulut David membuat Gilbert ingin memakan David saking gemasnya.
***
Sepuluh kali Aiden mencoba menghubungi nomor kakaknya namun tetap saja tak ada jawaban, bukan hanya tak ada jawaban tapi memang nomor David tak aktif.
"Pliss kak, aktif dong!" Hingga panggilan ke sebelas dan akhirnya Aiden menyerah, menaruh dengan kasar ponselnya dan kembali memeluk boneka Shinchan kakaknya.
Pintu kamar terbuka membuatnya menoleh, rupanya Gabriel yang membuka pintu.
"Masih ngga aktif?" Tanya Gabriel sembari duduk di samping Aiden.
Aiden hanya menggeleng sebagai jawaban, moodnya hilang sudah.
"Bang," panggil Aiden dengan suara bergetarnya, memandang Gabriel dengan mata yang berkaca-kaca.
Gabriel menoleh pada Aiden tanpa menyadari jika pipinya telah basah oleh air mata, Gabriel hanya teringat dengan senyuman David semalam dan hal itu mampu membuat hati Gabriel seperti tertusuk seribu jarum.
"Abang cuma bercanda bilang kalo David anak pungut kenapa jadi kenyataan, semarah apapun abang ke David abang ngga pernah marah ke David, kenapa David ninggalin abang, kenapa dek kenapa?" Tanya Gabriel entah pada siapa, Gabriel hanya perlu mengeluarkan isi hatinya, Gabriel sakit, semarah-marahnya Gabriel saat David nakal itu lebih baik daripada harus kehilangannya.
Ini kali kedua Aiden melihat abangnya menangis, saat pemakaman ayah mereka dan sekarang, namun tangisnya kali ini terlihat lebih menyakitkan daripada dulu, mungkin karena dulu Gabriel hanya menangis diam-diam dan tanpa menunjukkan pada siapapun.
Aiden mendekati abangnya, memeluknya dengan boneka Shinchan di tengahnya menggantikan posisi David untuk memberikan kehangatan bagi mereka.
***
See u next chapter guyss
Jangan lupa vote dan komen
감사합니다
KAMU SEDANG MEMBACA
Rumah untuk pulang?
Fanfiction"pulang itu ke rumah kan?" -David Start [31-05-2024]