BAGIAN 17

170 33 25
                                    

***

David rasa ingin mengumpat saat ia sampai di rumah dan mendapati Giselle tengah menunggunya di ruang tamu, duduk tenang di temani biskuit dan secangkir teh, terlihat biasa saja namun sudah pasti akan jadi masalah bagi David karena hanya ada mereka berdua di rumah, entah kemana perginya Bara namun mobil miliknya tak ada di garasi.

"Bagus! Jam segini baru pulang, itu piring kotor banyak! sana cuci!"Teriak Giselle begitu David berjalan memasuki rumah.

"Tapi David capek, pusing juga, istirahat dulu ya." Ujar David, jujur saja kepalanya berdenyut sakit dan ia rasa badannya sakit, kemarin David telah bekerja keras membersihkan rumah.

"Yang pusing kepala kamu kan bukan tangan, udah ga ada alasan sana kerja!" Giselle tak mau tau David pusing, sakit ataupun semacamnya, ia hanya ingin rumah bersih sebelum anak-anak Ivander yang lain pulang.

David mengalah, membiarkan rasa sakit di tubuhnya David melangkah menuju dapur yang amat sangat berantakan, entah badai mana yang melewati dapur hingga dapur sebesar itu sangatlah berantakan.

"Mama, ayah tolongin David, rasanya David pengen ikut kalian aja."

Satu persatu David mengumpulkan sampah bekas makanan, mengumpulkan gelas, piring dan beberapa barang yang kotor untuk di cuci.

Prankk..

Satu gelas yang di pegang David meluncur ke lantai dan pecah berserakan, karena kepalanya semakin pusing dan David kurang fokus membuat gelas itu jatuh dari tangannya yang licin.

"David! Apa yang kamu lakukan?!" Teriak Giselle membuat David terkejut dan tak sengaja melukai tangannya yang sedang mengumpulkan pecahan gelas.

David tak menjawab, selain malas tangannya juga perih sekarang, buru-buru ia membersihkannya pecahan gelas yang kini penuh darah itu, membuangnya ke tempat sampah, sebelum memulai mencuci lagi David menyempatkan mengambil plester agar darah yang keluar tak semakin banyak, sakit memang tapi David bisa apa.

Selesai berberes David ingin segera ke kamarnya, langkah kakinya terhenti ketika mendengar pintu utama terbuka, rupanya Ansel dan Samuel telah pulang.

Sejenak Ansel menatap David yang juga tengah menatapnya, rona pucat dan lelah dari David membuat Ansel ingin bertanya namun lagi pertanyaannya kembali terpendam saat Giselle memanggilnya.

Melihat Ansel yang memilih menghampiri Giselle di banding dirinya membuat David merasa sesak, entah mengapa sejak kedatangan Giselle dan Samuel ia merasa di abaikan oleh Ansel, padahal sebelumnya Ansel sangat menyayanginya, dua puluh empat jam Ansel ada untuk David.

David berharap papanya segera pulang, sebenarnya ada Gilbert yang tak terpengaruh oleh muka topeng Giselle dan anaknya, namun Gilbert sedang KKN di sebuah desa yang jauh dari kota, susahnya sinyal dan kesibukan Gilbert membuat mereka jarang bertukar kabar.

David merebahkan tubuhnya yang lelah di kasur kesayangannya, sungguh kepalanya sangat pusing seperti tertimbun sepuluh ton batu.

"Mama? Kalau di sana mama denger, David minta maaf ma, maaf gara-gara David mama tiada, kalau saja mama ngga tolongin David, mama sekarang pasti lagi bahagia sama keluarga kita ma, Ansel ngga perlu anggap orang lain sebagai mama, David capek ma, David pengen balik aja jadi anaknya bunda, walaupun bang iel kayak setan tapi bang iel sayang banget ke David ma, walaupun bunda bukan ibu kandung David tapi bunda rawat David layaknya anak sendiri ma, David capek David takut,  David takut...." David bergumam dengan tetesan air mata yang membasahi bantalnya, nafasnya terasa sesak karena menahan tangisannya.

***

Pagi harinya David bersemangat untuk mengajak Ansel berangkat sekolah bersama, ia bahkan bangun lebih awal agar Ansel tak perlu menceramahinya.

Mengetuk pintu kamar Ansel dengan semangat hingga pemilik kamar membukanya.

"Tumben udah bangun, udah rapi juga, ada apa?" Tanya Ansel sembari mengobrak abrik tatanan rambut kembarannya.

"Sel nyebelin lo!" David menepis tangan Ansel yang mengusap-usap kepala seperti mengusap kucing.

"Btw berangkat bareng yok, gue nebeng ya." Lanjut David dengan senyum cerahnya.

"Lah tumben ngajak bareng, tapi gue udah ada janji mau berangkat bareng Sam, lo naik Eris aja ya, kali ini gue izinin bawa motor." Jawab Ansel sedikit tak enak, karena jarang David meminta berangkat sekolah bersama dan saat David memintanya ia malah terlanjur ada janji berangkat dengan Samuel.

"Terserah." Ujar David dengan raut wajah datarnya, tanpa menunggu kata apapun dari Ansel, David meninggalkan Ansel dengan buru-buru menuruni tangga, ia juga tak akan sarapan, melihat Giselle di rumahnya membuat ia tak selera makan.

Mengambil helm miliknya David bergegas menuju garasi untuk mengambil Eris.

"Ayo Eris let's go!!"

Sepanjang perjalanan David memikirkan banyak hal, sungguh ia merasa lelah dengan kelakuan Giselle padanya, entah hal buruk apa yang akan terjadi jika David berani membantah Giselle, hanya karena lupa menyetrika baju milik Giselle ia mendapatkan pukulan di punggungnya menggunakan ikat pinggang, sakit tapi David hanya mampu memendamnya dalam hati.

Banyak memikirkan hal-hal sulit dalam hidupnya David tak menyadari saat di pertigaan ada motor yang melaju ke arahnya.

Brakk..

Srakk...

David terguling bersamaan dengan motornya karena tertabrak kendaraan lain, beruntung motornya jatuh tak menimpa dirinya, hanya saja sekarang dada David terasa sakit, rasanya sesak dan sakit hingga David merasa susah untuk bernafas, nafasnya tersengal dan akhirnya ia kehilangan kesadaran.

***
Ansel berdiam diri di perjalanan menuju sekolah, ia merasa bersalah telah mengabaikan David tadi, Ansel hanya merespon Samuel yang bercerita banyak hal dengan anggukan.

Sesampainya di sekolah Ansel langsung menuju tempat parkir biasa David tempati, namun saat sampai di sana si Eris kesayangan David belum ada di tempatnya.

"Kemana sih tuh anak, berangkat duluan tapi kok belum sampe?" Ansel merasa khawatir sekarang, ia buru-buru menuju kelasnya, siapa tau David parkir di tempat lain, ide randomnya David itu susah di tebak.

Namun nihil, di kelas pun David tak ada.

"Kembaran man sel?" Tanya Axel pada Ansel yang baru saja datang.

"Ini gue juga nyari njir tadi berangkat duluan tapi malah belum sampe." Jawab Ansel panik.

"Tumben ga berangkat bareng?" Sambung Brian.

Belum sempat Ansel menjawab dering ponsel mengalihkan perhatiannya, rupanya Bara yang menelepon.

"Halo bang tumben telfon?" Tanya Ansel setelah menerima panggilan.

"Halo dek, abang mau kasih kabar kalo David kecelakaan masuk rumah sakit." Jawab Bara di sebrang sana meruntuhkan pertahanan Ansel, kakinya terasa seperti jelly hingga ia tak mampu berdiri.

***
See u next chapter guyss
Gimana? Suka ngga sih sama book nya? Seru ngga? Dapet feel-nya ngga?
Jangan lupa vote dan komen biar Aul makin semangat update yaaa

감사합니다

AYO VOTE DAN KOMEN




Rumah untuk pulang?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang