Bab 21. Pertempuran

7 2 0
                                    

Hari yang ditakuti akhirnya tiba. Langit di atas Akademi menjadi gelap oleh awan badai, tanda-tanda pertama dari serangan Ven. Pasukan bayangan dan makhluk-makhluk kegelapan berkumpul di sekitar akademi, siap untuk menyerang. Voya, Shen, Ignis, Nea, dan Profesor Liana berdiri di depan gerbang akademi, siap memimpin pertempuran yang akan menentukan nasib mereka.

Ven muncul di puncak bukit dengan tongkat hitamnya, tertawa dengan suara yang mengerikan. "Kalian pikir bisa mengalahkanku lagi? Kalian hanya anak-anak bodoh yang bermain dengan kekuatan yang tidak kalian pahami," teriak Ven, suaranya menggema di seluruh area.

Voya menggenggam Tongkat Elemen Kuno dengan erat, merasakan kekuatannya yang mengalir melalui dirinya. "Kita tidak takut padamu, Ven. Kami akan melindungi akademi dan semua orang yang ada di sini," jawab Voya dengan suara yang tegas. "Bahkan seluruh kota dan dunia ini, yang kau buat sengsara."

"Coba saja kalau kalian bisa." Ven menantang dengan berani. "Wahai, pasukanku! Habisi mereka tanpa sisa, makan tubuh mereka dan lenyapkan!" perintahnya.

Pertempuran dimulai dengan dentuman keras saat kedua pasukan bertabrakan. Voya menggunakan kekuatan elemen tanah untuk menciptakan tembok pelindung, sementara Shen mengendalikan bumi untuk mengguncang pasukan musuh. Ignis melepaskan bola api besar yang menghantam barisan depan pasukan kegelapan, sementara Nea memanggil air untuk membanjiri dan melemahkan musuh.

Profesor Liana berdiri di tengah-tengah mereka, memimpin dengan ketenangan dan kebijaksanaan. Dia menggunakan sihir udara untuk melindungi mereka dari serangan-serangan udara Ven dan memanggil petir untuk menyerang musuh-musuh yang lebih kuat.

Ven sendiri terjun ke dalam pertempuran, menggunakan tongkat hitamnya untuk melepaskan sihir gelap yang kuat. Dia menghadapi Voya, yang dengan cepat menggunakan Tongkat Elemen Kuno untuk menangkis serangan-serangan Ven. Pertarungan mereka menjadi pusat perhatian, dengan ledakan energi magis yang menerangi langit gelap.

"Voya, kau telah tumbuh kuat, tetapi tidak cukup kuat untuk mengalahkanku," ejek Ven saat dia menyerang lagi dengan sihir gelapnya.

"Kita akan lihat tentang itu," balas Voya dengan keberanian. Dia mengumpulkan semua kekuatan elemennya dan melepaskan serangan gabungan yang besar.

"Animae Elementorum, coalescite in unum! Aqua et Ignis, Terra et Aer, coniungite vires vestras! Elemental Tempest!" ucap Voya melantunkan mantra yang sangat hebat.

Saat Voya mengucapkan mantra ini, energi dari keempat elemen berkumpul dan berputar di sekelilingnya. Air mengalir deras, api berkobar, tanah bergetar, dan angin bertiup kencang. Keempat elemen tersebut bersatu membentuk badai besar yang menghancurkan segala hal di sekitarnya dengan kekuatan dahsyat.

Ven terhuyung-huyung ke belakang, tetapi dengan cepat bangkit kembali, matanya bersinar dengan kebencian. "Ini belum berakhir!" teriaknya, melepaskan serangan terakhir yang mengancam untuk menghancurkan semua yang ada di sekitarnya. "Tenebrae Profundae, audite meam vocem! Obscuritas et umbrae, coniungite vires vestras! Umbrarum Dominatio!"

Saat Ven mengucapkan mantra ini, energi gelap dari bayangan dan kegelapan mengalir keluar, menyelimuti sekelilingnya. Cahaya meredup, dan bayangan mulai bergerak dengan sendirinya, membentuk sosok-sosok menakutkan yang menyerang dan menghancurkan apa pun yang mereka sentuh. Kekuatan ini menciptakan atmosfer yang penuh ketakutan dan kecemasan, memperkuat kendali Ven atas situasi.

Namun, Voya tidak sendirian. Shen, Ignis, dan Nea bergabung dengannya, memperkuat serangan mereka dengan kekuatan masing-masing. Profesor Liana menambahkan energi sihirnya, menciptakan perisai pelindung di sekitar mereka.

Dengan satu teriakan serentak, mereka melepaskan serangan terakhir mereka. Mereka mengucapkan mantra masing-masing lalu, menggabungkan ke sihir Voya. Serangan gabungan itu menghantam Ven dengan kekuatan yang tidak bisa ia tahan. Tongkat hitamnya hancur berkeping-keping, dan Ven terlempar jauh, jatuh dengan kekalahan yang nyata. Keberadaan Ven kini telah benar-benar tiada. Bukan hanya Tongkat hitamnya, tubuhnya lenyap tak tersisa. Darah hitam menetes di langit, pertanda mereka benar-benar telah mengalahkan Ven.

Pasukan kegelapan mulai mundur dan menghilang saat Ven menghilang dari pandangan. Akademi  berdiri tegak, meskipun mengalami kerusakan parah, tetapi tetap utuh. Para penyihir muda telah memenangkan pertempuran.

Voya dan teman-temannya berdiri dengan napas terengah-engah, tetapi dengan senyum kemenangan di wajah mereka. Mereka telah berhasil melindungi akademi dan mengalahkan Ven sekali lagi. Namun, mereka tahu bahwa ini bukan akhir dari perjalanan mereka.

"Kita berhasil," kata Voya dengan suara lega.

"Iya. Hah! Tanganku terasa terbakar. Baru kali ini aku benar-benar mengeluarkan semu energiku," keluh Ignis dengan kepuasaannya.

"Iya, kau benar. Apakah kita juga benar-benar telah melenyapkan dia selamanya?" tanya Nea.

"Sepertinya kali ini dia telah lenyap." Shen membantu Voya untuk berdiri.

"Tapi pertempuran ini hanya permulaan," tambah Profesor Liana. "Kalian telah menunjukkan keberanian dan kekuatan yang luar biasa, tetapi masih banyak yang harus kita pelajari dan hadapi di masa depan."

Dengan semangat yang baru dan persahabatan yang lebih kuat dari sebelumnya, Voya, Shen, Ignis, dan Nea bersiap untuk menghadapi tantangan apa pun yang datang. Mereka tahu bahwa selama mereka bersama, tidak ada yang tidak bisa mereka hadapi.

Mereka kembali ke akademi dengan rasa bangga dan tekad yang baru, siap untuk melanjutkan perjalanan mereka sebagai penyihir yang kuat dan bijaksana, siap untuk melindungi dunia sihir dari ancaman apa pun yang mungkin datang.

The Enchanted Academy of Elementals ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang