Chapter 13

1.3K 100 4
                                    

"Theo mau ke tempat bunda Jevan.."
"jangan jadi cengeng!"
"semua orang ada batasannya kan?"
"semua punya batasan masing-masing, tinggal kita bagaimana caranya tak melewati batasan itu."

_______

   Sampai dirumah Jevan langsung mengganti pakaian karna ia dan Jaka memutuskan untuk menerobos hujan ketika pulang dari toko tadi.

   Jevan mengeluarkan ponsel dari dalam tas, benda itu mati karna kehabisan batrai, jadilah Jevan mengisi daya dulu.

   Sembari menunggu dayanya terisi Jevan pergi ke dapur mengambil air hangat untuk ia minum di cuaca dingin seperti ini.

   Saat kembali ke kamar, Jevan langsung mengambil ponselnya saat notifikasi berturut-turut berbunyi dari benda pipih itu.

   Laki-laki itu melihat semua pesan dan tidak ada yang penting, kemudian ia membuka kontak, tertera disana ada dua belas panggilan tak terjawab dari Theo.

   "kenapa Theo nelfon gue sebanyak ini?" heran Jevan.

   Jevan melihat cuaca di luar, perasaannya jadi tidak enak, ia mencoba untuk menghubungi nomor itu kembali, tapi tak ada jawaban.

   Jevan meremas ponselnya kuat, "bisa sehari aja lo gak bikin gue khawatir Theo Geandra!" ujar Jevan dingin.

   Laki-laki itu kembali menerobos derasnya hujan malam, kali ini Jevan membawa mobil, ia melaju dengan kecepatan sedang, matanya sibuk melihat kesana kemari sesekali membuka ponsel berharap sambungan telfon nya di angkat.

   Tak kunjung menemukan dimana keberadaan Theo, Jevan memutar kemudi menuju sekolah, entah kenapa insting laki-laki itu mengarah kesana.

   Tapi sampai disekolah pun Jevan tak menemukan Theo, ia juga sudah berkeliling mencari anak itu tapi nihil.

   "lo dimana Theo..." ujar Jevan gusar.

   Hampir setengah jam Jevan berada diluar, tidak ada tanda-tanda keberadaan Theo, sebenarnya jika dipikir untuk apa Jevan mencari kesana kemari sedangkan rumah Theo tak ia datangi. Mana tahu Theo sudah pulang?

   Tapi Jevan tahu persis seperti apa anak itu, saat hujan deras seperti ini Theo sangat enggan berada di rumah, maka tidak mungkin laki-laki itu pulang.

   Benar saja, tak jauh dari lingkungan sekolah Jevan melihat Theo. Iya benar Theo, anak itu terduduk di aspal jalanan yang sepi.

   Theo meringkuk memeluk lututnya, ia menangis terisak hingga tangan Jevan mengguncang kuat bahu Theo.

   "Theo!!" sentaknya.

   Tak kunjung ada jawaban, Jevan kembali menggoyangkan bahu Theo sesekali menepuk pelan pipi anak itu.

   "THEO!!" bentak Jevan lagi kali ini ia berteriak.

   Derasnya hujan meredup suara teriakan Jevan, Theo yang samar mendengar suara seseorang perlahan mengembalikan kesadarannya.

   Theo melihat siapa pemilik suara itu, "Jevan..." lirih Theo.

   Spontan Jevan langsung memeluk Theo erat, "kenapa lo bahayain nyawa lo kaya gini sialan!" maki Jevan.

   "Jevan.. Theo takutt.. Bayangan itu balik lagi Jevan." pekik Theo histeris.

   Theo menggeleng kuat sambil menutup kedua telinganya, nafas laki-laki itu memburu, dadanya sesak tak tertahan.

   "JEVAN.. TOLONGIN THEO.." pekik nya lagi.

   "JEVAN.. THEO TAKUT!! KENAPA THEO GAK IKUT BUNDA AJA.." histeris Theo.

END : Last HopeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang