[1] Witches? Black magic? Curses?

13.3K 1.3K 407
                                    

The Attire Aura Building, Surabaya.

Penyihir?

Ilmu hitam?

Kutukan?

Jenar memandang kedua telapak tangannya sendiri sebelum melarikan pandangannya ke arah manekin yang terbalut kebaya bermodel kutu baru buatannya berwarna meadow green yang dipakainya semalam dengan mata memicing tajam.

Penyihir?

Ilmu hitam?

Kutukan?

Kedua mata bulat wanita itu memejam, dia mendesah sebelum menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan di atas meja. "Gue bisa gila lama-lama!" gumamnya kedengaran tidak terlalu jelas.

Di ruangan kerja wanita itu yang kelihatan berantakan, terbukti dari bagaimana bisa office desk sign name bertuliskan 'Jenar Pertiwi Kamalawa—Attire Aura' yang ada di bawah meja kerja begitu juga dengan manekin-manekin yang tergeletak di lantai—her room was in a complete mess.

Dan sepertinya Jenar—wanita yang sekarang malah merengek sambil menendang-nendang kakinya ke udara—tampak tidak berniat untuk membersihkan ruangan yang sebenarnya sudah se berantakan ini sejak 4 minggu lalu.

"Nggak perlu diberesin! I need to keep looking at this mess for motivation!" Itu yang dikatakan Jenar, ketika OG di kantornya mencoba membersihkan ruangannya.

Jenar is clearly a freak, or should we say slob? Okay, sort of.

Kepala Jenar terangkat cepat, dia dengan cepat menyambar telepon di ruangannya dan menekan extension number di sana. "Halo, Sugeng ke mana? Suruh ke ruangan saya sekarang, ya. Thanks," ucapnya bak orang kesetanan.

Wanita yang hari ini datang dengan balutan midi denim skirt yang dibelah sendiri bagian tengahnya sampai ke atas lutut dan dia padu-padankan dengan one shoulder top berwarna beige summer edition dari Attire Aura itu kelihatan berdiri dari kursinya, berjalan mondar-mandir melewati manekin-manekin yang tergeletak di atas lantai.

Jenar berhenti melangkah, dia menatap ke arah pintu ruangannya saat ia mendengar ketukan dari arah luar. "Masuk, Sugeng!" teriaknya sambil melompat lincah—menghindari barang-barangnya yang ada di atas lantai.

"Mbak..." Pria yang kelihatan trendy dengan baggy jeans dan kaos putih yang juga merupakan summer edition dari Attire Aura—Sugeng—yang tidak lain dan tidak bukan adalah personal assistant Jenar yang baru—langsung membungkam mulutnya sendiri ketika memasuki ruangan atasannya, si fashion designer yang terkenal dengan ilmu hitamnya itu.

Melihat ke sekelilingnya karena menyadari alasan keterdiaman Sugeng, Jenar menahan ringisannya. "Kamu bisa lihat kerja kerasku, kan?" tanyanya agak kaku karena harus menanggalkan sapaan gue dan lo yang biasa digunakannya.

Sugeng mengangguk ragu, "Kelihatan sekali, sih, Mbak...," jawabnya, melemparkan senyum kaku yang membuat Jenar puas.

Setelah mendadak pindah ke Surabaya karena banyaknya pemberitaan buruk tentangnya, bisa dibilang Jenar memang cukup sulit untuk beradaptasi di kota yang terkenal dengan rujak cingurnya itu.

Di awal kepindahannya ke Attire Aura di Surabaya, Jenar bisa mendengar rumor-rumor antara para staf yang mengatakan kalau dia pribadi yang dingin dan sangat sombong. Well, it probably has something to do with the way Jenar speaks, which does sound grumpy, and how she rarely smiles because she is nervous everyday, waiting to hear what kind of ridiculous news she will receive next.

Mulai dari mengganti sapaan aku dan kamu, sering melempar senyum ke staf-stafnya, mentraktir mereka—usaha Jenar untuk bisa beradaptasi sampai sekarang—terhitung 2 bulan ini—bukan main-main, kan?

FOOTLOOSE AND FANCY-FREE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang