[9] Fly Off The Handle

5.5K 1K 356
                                    

Kantor Utama Attire Aura cabang Surabaya, Indonesia.





"Good morning..." Jenar melambaikan tangannya, menyapa staf yang sedang menjaga butik yang ada di lantai bawah kantor Attire Aura yang ditempatinya. "Hi, good morning!" sapanya lagi dengan senyum lebar yang mengejutkan seluruh orang yang ada di kantor.

Jenar memang sedang berusaha untuk ramah setelah dia akhirnya pindah ke Surabaya, ibaratnya founder sekaligus CEO Attire Aura itu ingin punya image ramah sekaligus friendly di mata seluruh stafnya.

Dan usaha Jenar berhasil, seminggu setelah kepindahannya—image wanita itu berubah sesuai dengan keinginannya. Di sini—di Surabaya—di kantor utama Attire Aura—Jenar benar-benar dikenal sebagai sosok atasan yang super ramah dan begitu friendly. Jenar menghapus seluruh batasan yang ada antara atasan dan staf, semuanya kelihatan sama dan punya peranan yang sama pentingnya di Attire Aura.

Tapi, akhir-akhir ini—tepatnya semingguan ini—Jenar berubah dan membuat seisi kantor sempat gempar. Tidak ada sapaan ramah dan heboh di pagi hari, tidak ada obrolan seru di pantry selama waktu istirahat, tidak ada lembur yang berisikan cerita heboh Jenar soal banyak hal. Jenar mendadak berubah pendiam dan selalu terlihat murung, selain Sugeng tidak ada satu orang pun yang berani berinteraksi ataupun mengganggu Jenar.

Lalu tiba-tiba saja—pagi ini, lebih tepatnya—sapaan heboh dan raut wajah ceria Jenar kembali lagi dan membuat seisi kantor gempar untuk yang kedua kalinya. Mereka semua menyambut bahagia kembalinya sosok atasan mereka yang menyenangkan itu, dan bersyukur karena penderitaan mereka akhirnya berakhir.

"Selamat bekerja, ya, semuanya, Mbak dan Mas. Mulai hari ini, semuanya bakal berjalan normal, kok..." Di belakang tubuh Jenar, Sugeng mengangkat ibu jarinya sambil menyapa staf Attire Aura yang dilewatinya sebelum dia mengantarkan Jenar ke ruangannya yang ada di lantai 6.

Jenar sendiri seperti tuli, dia sengaja melakukannya karena tidak ingin kesenangan dan kelegaan yang ia rasakan sejak kemarin—tepatnya, sejak pulang dari Jakarta semalam—harus dihancurkan karena omongan-omongan yang tidak ingin dia dengarkan.

Sambil menggumamkan lagu kesukaannya, Jenar memilih untuk menaiki tangga—daripada lift—karena dia melewatkan waktu nge-gymnya tadi pagi diakibatkan tidur nyenyak yang berhasil didapatkannya setelah kesulitan untuk tidur selama satu minggu ini.

"Mbak... Ini perlu banget naik tangga begini? Ruangannya Mbak ada di lantai 6, loh? Dan sekarang, baru lantai 4..."

Langkah Jenar terhenti, ia tidak bisa berpura-pura tidak mendengar lagi—apalagi setelah mendengar bagaimana Sugeng tampak kesulitan bicara dengan napasnya yang keluar berantakan itu.

Sugeng kelihatan berhenti di anak tangga paling bawah di lantai 4 sambil menetralkan napasnya, "Siapa yang nyuruh kamu naik tangga?" tanya Jenar kebingungan.

Mendapati pertanyaan itu, kepala Sugeng mendongak cepat agar bisa melihat Jenar dengan jelas. "Maksudnya, Mbak?" tanyanya, dia kelihatan jauh lebih bingung dari Jenar.

"Apa tadi aku minta kamu naik tangga juga? Nggak, kan?" Jenar meringis, dia tidak ingat pernah menyuruh Sugeng mengikutinya untuk naik tangga agar bisa sampai di ruangannya yang ada di lantai 6.

"Mbak..." Sugeng menahan ringisannya, dia kelihatan shock. "Memang Mbak nggak nyuruh, tapi..."

Ah... Jenar baru sadar. Sugeng memang akan selalu mengikutinya, dan itu salah satu pekerjaan utama Sugeng di sini.

Jenar meringis sambil mengeluarkan tawa yang terdengar sangat canggung, "Turun aja. Terus naik lift." Menyadari kalau dia bisa menggoda Sugeng, tentu kesempatan emas ini tidak akan disia-siakan begitu saja oleh Jenar.

FOOTLOOSE AND FANCY-FREE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang