[7] Hidden Feeling

6.1K 1.1K 475
                                    

A-List Style Cuisine, Seminyak, Bali.





"Bukannya lo harusnya ngejauh, ya?" Terang menawarkan satu botol air putih ke Jenar yang terduduk lemas di kursi yang memang sudah disiapkan Terang sebelum ini. "Kayaknya asyik banget diliatnya tadi," ucap Terang, kental dengan nada menyindir.

Mata Jenar hanya mampu berkedip pelan, dia menyandarkan wajahnya menyamping di atas meja sambil mencoba mengatur pernapasannya yang berantakan karena asyik berdansa saat sesi santai di acara soft opening restoran milik Terang.

Ia membiarkan tangan Terang menggenggam tangannya untuk memberikan botol air putih, sebelum pria itu mendorong kedua bahu Jenar dan membuat wanita mungil yang hari ini kelihatan seksi dengan balutan glitter mini dress berwarna emas itu untuk duduk tegak di kursinya.

Jenar menatap malas botol air putih yang ada di tangannya sekarang, "Ternyata, gue udah tua, ya, Mas?" gumamnya setelah meminum sedikit air putih dari sana. "Sumpah, ngos-ngosan banget..." Jenar menaruh kembali sisa air putihnya di atas meja dengan pandangan yang mengarah ke penjuru area dalam restoran.

"Nyari siapa? Wita? Di luar, lagi ngerokok." Tanpa mengatakan apa pun, Terang memberikan informasi yang memang dibutuhkan Jenar setelah meninggalkan pria itu bersama Terang ke dalam restoran. "Tadi aja lo ngomel ini-itu perkara Wita, ada orangnya lo ikutin ke mana-mana." Kepala Terang menggeleng pelan, dia memperhatikan lekat-lekat ke arah Jenar yang malah melamun.

Benar, sebelum ini Jenar memang berbagi cerita dengan Terang—seperti yang biasa mereka lakukan kalau bertemu di sela kesibukan—kebanyakan atau selalu tentang Wita. Jenar masih mengeluhkan hal yang sama, soal Wita yang sepertinya tidak menangkap kodenya meskipun semakin ke sini—Jenar semakin menunjukkan kedekatannya dengan Terang.

Gue bersikap selayaknya teman—sahabat dekat aja—loh... Ya, masa' gue harus mendadak menjauh? Makanya gue nggak mau ngeladenin Wita karena gue pengin hubungan kami nggak berubah." Dengan pandangan menerawang, Jenar berujar pelan.

Wanita itu bisa mendengar helaan napas panjang Terang yang duduk di sebelahnya, "Susah, deh, kalau lo denial gini."

"Denial apaan?" Jenar langsung memecah lamunannya sendiri, menatap Terang dengan kedua mata yang membelalak lebar.

Terang mendengkus, dia menatap ke arah depan—sempat menyapa beberapa tamu yang baru saja datang dan akan pulang. "Sikap selayaknya sahabat yang lo maksud tadi itu nggak keliatan kayak begitu," jelas Terang setelah dia berpamitan dengan beberapa tamunya.

"Memang kelihatannya kayak gimana?" Di kursinya, Jenar kelihatan kebingungan sebelum dia mendadak menyadari sesuatu dan memejamkan mata—menunjukkan penyesalannya.

Berbeda dengan Wita yang benar-benar tidak menyadari apa pun, Terang setidaknya memahami kalau Jenar jauh lebih peka daripada Wita. "Ya, memang nggak perlu sampai menjauh. Tapi, yang sewajarnya aja. Kalau kayak tadi itu, bukannya lo menyusahkan diri lo sendiri sama Wita, ya?"

Kedua mata Jenar perlahan terbuka, dia menatap Terang lalu menganggukan kepalanya sekali. "Selama ini gue terbiasa bersikap begitu soalnya ke dia," ucapnya tanpa menyebut nama Wita.

Terang ikut menganggukan kepalanya, tangan pria itu memegang lengan Jenar—menahannya agar tidak terduduk lemas. "Situasinya, 'kan, sekarang beda? Kalau dulu lo masih menduga-duga, tapi sekarang, 'kan, Wita udah ngejelasin semuanya—ya, memang belum sepenuhnya jelas—tapi seenggaknya lo nggak bertanya-tanya lagi soal perasaannya Wita, kan?" Tawa Terang menguar ketika mendapati tubuh Jenar semakin membungkuk—gestur yang sengaja dibuat-buat wanita itu.

"Kenapa, sih, dia harus jatuh cinta sama gue, Mas?" Mendadak kepala Jenar terangkat dengan rambut pendek wanita itu yang kelihatan sedikit berantakan. "Dari banyaknya perempuan di dunia ini, Mas! Di sirkel pertemanan kita masih ada Sukma, ada Puri! Kenapa harus gue, sih, Mas?" tanyanya dengan nada pelan, tapi tetap terlihat histeris. Tangan Jenar memegang kedua bahu Terang, menanyai pria itu dengan kedua mata yang melotot lebar.

FOOTLOOSE AND FANCY-FREE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang