[39] Dejavu

8.4K 1K 550
                                    

Kediaman Utama Keluarga Sangadji, Jakarta.







"Terus? Kamu ke Jakarta sendirian? Bener-bener sendirian? Dan niatmu untuk datang ke sini karena iseng? Bosan di kastil? Apa ada alasan yang lebih masuk akal lagi buat aku dengar sekarang?"

"Kamu benar-benar berlebihan, Tadakara."

"Stop calling me by that name!"

"Oke, Takara. Jadi, apa maumu? I came here because I was really bored, and is that my fault?"

"Kamu pergi ke Jakarta sendirian! Sendirian!" Tadakara—pria yang sekarang berjalan mondar-mandir di depan seorang wanita cantik yang tengah duduk santai di ruang tengah kediaman keluarganya—kelihatan frustrasi.

"I've got a ticket. I can go anywhere I choose. I am already 28 years old. Is there a problem if I go alone?"

Tadakara hampir melongo, menatap Daneen—sahabat baiknya—melongo setelah mendapati jawaban santai yang seharusnya tidak keluar dari bibir wanita itu setelah pengalaman bepergian sendirinya itu membawa malapetaka.

Daneen menghela napasnya panjang, "The last one happened because I didn't tell my parents first, so they overreacted like that."

"So, they already know you're here?"

Kepala Daneen mengangguk cepat.

"When did you tell them?" Tadakara membuka kancing lengan kemejanya, lalu menariknya sampai ke saku dan mengulang untuk lengan tangannya yang lain.

"After I arrived here," jawab Daneen lugu, ditambah senyumnya yang kelihatan cantik.

Tadakara menghentikan aktifitas menggulung lengan kemejanya, tatapannya berubah tajam ketika ia melihat Daneen yang justru santai saja. "Apa kamu bercanda?"

"Semua akan baik-baik saja. Setidaknya mereka tahu kalau aku aman di sini," balas Daneen dengan suara yang lembut, seakan ingin menenangkan Tadakara yang sepertinya benar-benar terkejut akan kehadirannya di sini.

Daneen sama sekali tidak berniat memberi kejutan, alasannya datang ke Jakarta dan mendatangi kediaman keluarga Sangadji karena ia memang merasa bosan di Daher Reu. Setelah berjibaku dengan pekerjaan dan bisnis keluarganya, Daneen berniat mengambil waktu cuti untuk dirinya sendiri.

Dan entah kenapa ia mendadak berpikir kalau berkunjung ke rumah Tadakara—sahabat baiknya—adalah ide yang bagus.

Selama ini Tadakara selalu menjadi seseorang yang mendatangi Daneen ke Daher Reu, pria itu selalu menyempatkan waktunya untuk berkunjung ke Daher Reu dan bertemu dengan Daneen.

"Kamu buru-buru pulang karena tahu aku ada di sini?" Dengan senyumnya yang kelihatan tertahan, Daneen bertanya sambil menatap penampilan Tadakara dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.

Tadakara mendengkus, "Is there any reason I should go home while the lunch break hasn't yet begun?"

Balasan sarkas khas Tadakara itu mampu membuat Daneen mengulas senyumnya tipis, "Kamu belum makan siang?" tanyanya lagi.

"Belum. Kamu?" Tadakara lalu menggelengkan kepala cepat. "It would be nice if you said you got your lunch to make me feel better."

Daneen mengulas senyumnya semakin lebar, dia lalu menggelengkan kepalanya—menghadirkan raut frustrasi di wajah Tadakara. "Belum."

"Kita makan sekarang." Tadakara mengucap penuh penekanan, nadanya terdengar tidak bisa dibantah.

"Aku dengar di rumah ada rendang." Daneen dengan senang hati menerima uluran tangan Tadakara yang membantunya berdiri dari sofa. "Kamu mau makan itu?"

FOOTLOOSE AND FANCY-FREE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang