Kings Cart Coffee Factory, Singapore.
Tangan Jenar terlihat lincah menggoreskan pensilnya di atas sketchbook, menggambar wedding dress yang rencananya akan menjadi koleksi barunya nanti di pertengahan tahun ini. Meskipun jalanan 321 Joo Chiat Rd ramai dengan berbagai kendaraan, utamanya bus yang berlalu-lalang siang ini, fokus Jenar benar-benar terpaku ke sketcbooknya.
Bagian outdoor dari Kings Cart Coffee Factory yang cuma 4 kursi dan satu meja diluarnya adalah salah satu spot favorit Jenar kalau dia berkunjung ke sana, meskipun keadaan di luar ramai dan berbanding terbalik dengan seluruh perhatiannya yang harus fokus ke gambar dan sketchbook di hadapannya.
Jenar mengulas senyum, menatap ke arah kanannya di mana beberapa orang tampak berkumpul di depan The Cider Pit yang hanya berbeda satu blok dengan tempatnya berada sekarang.
"Gue ngerasa lega sekarang..." Perhatian Jenar teralihkan karena suara Sukma bergumam pelan. "Serius, padahal ini bukan masalah gue, tapi kenapa rasanya gue ikutan capek, ya?" tanyanya, menatap Jenar dengan mata sendu.
Sebenarnya tawaran Jenar untuk pergi ke Singapore bukan untuk membahas hal-hal sensitif semacam ini, dia tidak ingin menangis sebab peernya masih sangat banyak—tentu ini berkaitan dengan pekerjaannya. Malahan, ajakan Jenar pergi ke sini agar mereka bisa melupakan sejenak masalah-masalah yang akhir-akhir mereka hadapi.
Jenar mengangguk, "Soal Puri?"
"Iya." Sukma ikut mengangguk. "I'm happy that she's resolved everything, both her relationship with her family and with Ubay. Just as relieved as when Upih fixed her problem at that time," jelasnya yang diangguki Sukma.
"Gue juga ikutan lega." Jenar ikut bersuara, dia lalu meletakkan pensil dan sketchbooknya di atas meja. "After everything she's gone through, she deserves to be free and happy. Gue nggak bisa ngebayangin, sih, kalau ada di posisi Puri..."
Berkali-kali Jenar mengatakan hal semacam ini ke sahabat-sahabatnya, tentang dirinya yang tidak akan bisa bertahan seperti Puri jika dihadapkan dengan masalah yang sama. Berbeda dengan sahabat-sahabat perempuannya yang lain, Jenar memang orang yang tidak bisa menjaga rahasia. Semua hal yang membuatnya sedih, marah, dan bahagia—akan selalu ia bagikan dan ceritakan ke orang lain.
Makanya, Jenar menemukan sikap tertutup sahabat-sahabatnya saat mendapatkan masalah sebagai sesuatu yang mengejutkan.
Belum cukup mengetahui rahasia Upih, Jenar dan lainnya dibuat terdiam karena terlalu terkejut setelah menemukan banyak rahasia yang disembunyikan Puri.
Jenar sempat merasa frustrasi dan marah karena menemukan banyaknya rahasia yang disimpan sahabat-sahabatnya selama ini karena menurutnya mereka sudah sepakat untuk saling terbuka, tapi Jenar juga tidak bisa menyalahkan sahabat-sahabatnya semata. Daripada saling menyalahkan, Jenar lebih suka untuk mencoba mendekati—memperkuat hubungan—dengan sahabat-sahabatnya.
Dengan mata memicing, Jenar menatap ke arah Sukma. "Lo... Lo nggak punya sesuatu yang coba lo sembunyiin dari gue sama yang lain, kan?" tanyanya penuh dengan tuduhan.
Sukma mendengkus, dia memasang kembali kacamata hitamnya. "Lo sendiri gimana?" tanya wanita itu balik.
"Well, lo udah tau semuanya—"
"Siapa yang tahu kalau lo sengaja nyembunyiin masalah lo, kan?" Sukma memotong sambil mengedikkan kedua bahunya bersamaan.
Sekarang giliran Sukma yang melemparkan tatapan tajamnya ke arah Jenar, menurut Sukma—sosok yang biasanya kelihatan baik-baik saja seperti Jenar menyimpan sesuatu yang besar. Ditambah, mendadak Jenar bersikap canggung di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOOTLOOSE AND FANCY-FREE (COMPLETED)
ChickLitAttire Aura punya ilmu hitam! Tangan Jenar Pertiwi Kamalawa pembawa musibah untuk setiap dress pernikahan yang dibuatnya! Ada kutukan di setiap dress dan jas yang dibuat oleh Jenar Pertiwi Kamalawa! Sudah ada banyak headline berita semacam ini yan...