[38] It's a Yes

5.3K 984 406
                                    

 The Kings Restaurant, Kings Hotel & Residence, Jakarta.





"Kesambet apaan, lo?"

Kegiatan berbalas pesan yang dilakukan Wita terpaksa terhenti karena sahutan sinis juga tepukan keras di bahunya yang berasal dari Suta yang baru saja datang, pria itu memilih duduk di seberang meja—berhadapan dengan Wita.

"Muka lo tetep nyebelin ternyata," ucapnya masih ketus, apalagi ketika mendapati senyum Wita terulas di bibirnya. "Gue pikir seharian ini lo bakalan sibuk banget."

Wita mengangguk, "Sibuk banget memang. Ini disempetin buat ketemu sama lo." Ia memanggil waitress, menyuruh Suta untuk memesan lebih dulu sebelum mereka mengobrol—yang menjadikan alasan kenapa Suta bisa ada di sini bersamanya.

Sejak kemarin Wita sudah menghubungi beberapa sahabatnya, meminta saran karena kebetulan mereka tidak bisa ditemui Wita. Dan hari ini, kebetulan Suta bisa ditemuinya. Wita benar-benar menyempatkan waktu di sela kesibukannya menemani Jenar karena hari ini haute couture show Attire Aura dihelat, dan menjadi salah satu alasan kenapa Suta agak terkejut karena Wita mau menemuinya di saat ia mengatakan kalau hari ini dia punya waktu kosong di waktu makan siang.

"Gue malah niatnya bercandain lo, makanya gue bilang kalau gue bisanya hari ini." Suta tertawa keras mendapati Wita mendengkus. "Tapi gue lebih kaget lagi karena lo mau dateng ke sini, sih. Jenar gimana?" tanya Suta.

"Sibuk. Gue tadi cuma sempet nge-drop dia doang, soalnya gue juga ada janji sama lo."

Suta membuat raut terharu, "Kok, lo jadi berubah gini, sih?" ucapnya dengan nada bicara yang dibuat-buat.

Kedua bola mata Wita memutar malas, "Terang mana, sih? Lama amat." Memilih mengabaikan Suta, pandangan Wita menyapu ke seluruh restoran—mencoba mencari keberadaan Terang.

"Bukannya jam segini dia lagi sibuk-sibuknya, ya?" tanya Suta, ikut memperhatikan ke seluruh penjuru arah restoran.

Wita menganggukan kepalanya, pandangannya masih mengedar berharap menemukan sosok Terang. "Iya, tapi dia bilang nanti bakal ke sini. Gue mau ngomong sama kalian berdua, bentar doang."

"Ngomong apaan, sih?" Suta melontarkan pertanyaan dengan nada penasaran. "Adji kemarin juga telpon gue, dia bilang lo bawa kejutan. Kejutan apaan?"

Decakan Wita terdengar samar waktu ia belum juga melihat sosok Terang, "Ya, makanya tunggu Terang dulu. Lagian, Adji beneran nggak bisa diem banget mulutnya. Heran gue," omelnya merasa kesal karena dugaannya kalau Adji akan menyebarkan ceritanya kemarin dengan cepat ke orang lain.

"Ah..." Kepala Suta mendadak mengangguk beberapa kali, raut wajahnya juga berubah serius saat ia menautkan tatapannya dengan tatapan Wita yang mengarah kepadanya. "Ini soal Jenar, ya?"

Karena merasa tidak perlu menyembunyikan apa pun lagi, kepala Wita bergerak mengangguk sekali. "Iya," jawabnya singkat.

"Udah yakin lo?" tanya Suta yang sepertinya sudah menebak apa yang sebenarnya membuat Wita mengajaknya untuk bertemu hari ini.

Wita menganggukan kepalanya lagi, "Gue nggak pernah merasa seyakin ini sebelumnya," jelasnya kedengaran sangat yakin. "Gue jelas nggak mau mengulangi ketololan gue yang sebelumnya. Asal ceplos, nggak pake mikir dulu." Di seberang meja, Suta mengangguk setuju. "Kejadian waktu itu bikin gue mikir banyak dan, ya, bikin gue lebih berhati-hati lagi kalau mau ngomongin soal perasaan gue ke Jenar. Gue nggak mau nyakitin dia lagi," kata Wita dengan kepalanya yang bergerak menunduk.

Kalau ditanya apa ada hal yang membuatnya menyesal sampai sekarang, pernah menyakiti dan bersikap tolol ke Jenarlah yang akan menjadi jawaban Wita. Kebodohannya waktu itu yang tanpa pikir panjang melamar Jenar dengan alasan yang tidak masuk akal juga menjadi salah satu hambatan bagi Wita ketika dia memikirkan rencana untuk melamar kekasihnya itu.

FOOTLOOSE AND FANCY-FREE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang