[17] Going Crazy

6K 965 314
                                    

The Kings Hotel & Residence, Daher Reu.









Sejauh apa yang pernah diingat Jenar selama hidupnya di dunia ini, ini baru pertama kalinya ia terlibat dalam sebuah masalah besar yang bahkan bisa mempengaruhi masa depannya.

Rumor kutukan dan masalah yang sedang dihadapi Attire Aura bahkan belum seberapa—setidaknya Jenar tidak pernah benar-bener menjadikan masalah konyol itu sebagai beban pikirannya.

Semuanya dimulai dari ucapan ngawur Wita di TalkTalk, dan yang terbaru adalah ucapan ngawur dari Elok ketika mereka menghadiri acara makan malam untuk merayakan ulang tahun Handjoko.

Jenar rasanya tidak punya tenaga karena berteriak ke Elok dan hampir digeret pengawal Pangeran Martaka dengan tuduhan penyerangan ke Elok yang posisinya sekarang adalah seorang istri dari calon pemimpin negara Daher Reu.

Kalau Elok dan Wita tidak bisa meyakinkan Pangeran Martaka—yang ternyata merasa tersinggung dengan sikap Jenar yang berteriak ke istrinya—dan pengawal Kerajaan yang langsung menghubungi dewan kerajaan, mungkin saja Jenar tidak bisa berada di kamar hotelnya dan berakhir di penjara negara.

"Gue hampir aja bikin satu Indonesia heboh kalau gue jadi dipenjara tadi...," gumamnya setengah melamun sambil merebahkan seluruh tubuhnya yang terasa lelah luar biasa di sofa.

Kebebasan Jenar sekarang tentu tidak didapatkannya dengan mudah atau hanya karena Wita dan Elok berhasil membujuk Pangeran Martaka, ia sendiri harus memohon ke Pangeran Martaka sampai menangis meraung agar tidak dibawa ke penjara yang terus saja digumamkan oleh beberapa pengawal kerajaan yang mengerubunginya tadi.

"Masalah rumor kutukan belum selesai, terus Mbak Tere, ditambah omongan ngawur lo yang masih diomongin orang-orang... Gue nggak sanggup, sih, kalau harus nambah dengan berita kalau gue ditangkap kepolisian Daher Reu dan ditahan karena neriakin sahabat gue sendiri tadi." Mata Jenar memejam, dan kepalanya menggeleng kencang—enggan membayangkan skenario buruk yang mendadak terpikirkan olehnya.

Kedua mata Jenar langsung terbuka lagi dengan cepat, "Kutukan..." Ia bergumam pelan dengan tatapan menerawang ke arah langit-langit kamar hotelnya. "Apa karena itu, ya, hidup gue jadi berwarna begini," katanya sarkas. "Jadi nggak cuma ke dress dan semua pakaian yang gue punya—" Jenar mengangkat kedua tangannya ke hadapan wajahnya sendiri. "—tapi keseluruhan tubuh gue ini ternyata dipenuhi kutukan—"

"Ngomong yang baik-baik dikit, bisa nggak, Jen?" Suara Suta menyahut keras, ditambahi decakannya yang dibalas Jenar dengan dengkusan. "Perasaan lo udah nggak mau inget-inget soal kutukan itu lagi—"

Tubuh Jenar kembali tegak di atas sofa, tatapannya mengarah ke Suta yang sedang berbaring di sofa panjang yang ada di sebelahnya. "Terus, yang gue alami ini apa?" tanya Jenar dengan nada histeris. "Masalah gue kayak nggak ada habis-habisnya, loh? Abis kena ini, nyambung kejatuhan itu, dan parahnya lagi gue hampir jadi tersangka di negara orang! Gue hampir dipenjara!" sambung wanita itu sambil menutupi wajah dengan kedua tangannya.

"Namanya lagi sial aja." Wita yang duduk di sofa seberang ikut menyahut, menatap datar Jenar sambil bertumpu dagu. "Semua orang juga punya masalahnya masing-masing, Jen. Nggak mikirin kutukan kayak lo sekarang," imbuhnya bertujuan untuk menyindir Jenar.

"Who would spread such a foolish rumor anyway? And how can anyone trust such ridiculous rumors?" Tawa Suta kedengaran mengalun pelan, ikut menyindir Jenar yang barusan kembali mengungkit soal rumor konyol itu.

Jenar berdecak keras sambil memutar kedua bola matanya malas, ia kembali menyandarkan tubuhnya ke sofa.

Setelah membuat makan malam perayaan ulang tahun Handjoko sempat heboh, Jenar memutuskan untuk kembali ke hotel lebih dulu—alasannya karena terlalu shock—bersama Suta dan Wita yang memaksakan diri untuk mengantarkannya kembali ke hotel di saat Jenar sebenarnya ingin sendirian saja.

FOOTLOOSE AND FANCY-FREE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang