[23] Make You Understand

5.1K 950 179
                                    

The Attire Aura Building, Surabaya.




Jenar merasa seperti baru saja melewatkan sebuah mimpi yang panjang, entah dia harus menyebutnya mimpi indah atau buruk—wanita itu belum memutuskan mana yang tepat untuk menggambarkan situasi yang dihadapinya sekarang.

"Mami, sih, maunya pakai adat jawa, ya, Jen. Wong Mamimu Jakarta nggak keberatan, kok. Semuanya diserahkan ke kalian, cuma Mami mau ngasih saran aja..."

Sambungan telepon bersama Mirza yang sengaja di loudspeaker Jenar terdengar memenuhi ruangan kerjanya. Sejak tadi, Jenar membiarkan Mirza mengoceh sendiri membicarakan tentang rencana pernikahan Jenar dan Wita yang membuat seluruh keluarganya dan Wita heboh mendadak.

Setelah kemarin, ia dan Wita baru lolos—entah ini berita baik atau buruk—dari tebakan Sarjad dan Lauren yang benar yang hampir saja membuat keduanya menghadapi hukuman mati, pagi ini Jenar harus menghadapi kedua orang tuanya yang bergantian menghubunginya untuk menanyakan soal rencana pernikahan Jenar dan Wita setelah kedatangan Lauren dan Sarjad ke Malang.

Ya, berkat Sarjad yang mendadak sadar kalau dia bicara sembarangan, tuduhan dan ancaman Lauren juga ikut hilang digantikan kelegaan keduanya yang sampai sekarang masih berpikiran kalau Jenar dan Wita akan benar-benar menikah secepatnya setelah mereka mendengar soal lamaran yang dilakukan anak laki-laki mereka ke Jenar.

"Mami mimpi apa, ya, Jen? Kok, ya, kita ini dikasih berkah yang tiada tara begini. Terlebih kamu... Hidupmu, kok, ya, jadi lancar-lancar aja sejak Wita—"


"Mami nggak nonton tv? Nggak liat itu masalah kemarin? Rumor-rumor Attire Aura yang masih jadi omongan sampai sekarang? Lancar-lancar aja, ya, Mi?" tanyanya dengan nada sarkas sambil melirik handphonenya—seakan bisa melihat wajah Mirza di sana—di atas meja kerjanya.

Jenar hanya bisa menghela napas panjang ketika ia mendengar suara decakan yang dibuat Mirza di seberang sambungan, "Kamu, tuh, ya... Awas aja kalau nanti ketemu Mami, ya, Jen..." Ada nada gemas yang terlontar dari ucapan Mirza barusan. "Hampir tiap hari Mas-Masmu tanya di grup, menawarkan bantuan ini-itu, inget nggak jawabanmu di sana, hah?" tanyanya balik, kedengaran penuh dengan emosi. "Nggak pa-pa, ini bisa aku selesaikan sendiri!" sambung Mirza, meniru cara bicara Jenar. "Sekarang disinggung begini, kamunya marah-marah!"

Tangan Jenar yang sejak tadi sibuk dengan manekin di hadapannya langsung terhenti, sambil menatap handphone di atas meja, raut wajah wanita itu berubah meringis. "Iya, sih...," gumamnya pelan agar tidak bisa terdengar oleh Mirza.

Selain Wita dan sahabat-sahabatnya yang menawarkan bantuan ke Jenar setelah melihat banyaknya orang yang kelihatan sekali memanfaatkan rumor yang ramai soal Attire Aura, Jenar juga dengan terang-terangan menolak bantuan yang datang dari keluarganya sendiri. Jauh sebelum Wita turun tangan, kakak-kakak Jenar sebenarnya sudah menawarkan bantuan lebih dulu untuk membantu Jenar dan tentu saja ditolaknya.

Sejak awal memutuskan untuk turun mengerjakan bisnisnya sendiri, semua orang terdekat Jenar tahu kalau wanita itu begitu berdedikasi dengan apa yang dikerjakannya sampai di poin di mana dia akan mengerjakan dan menyelesaikan semuanya sendiri.

"Bukannya rumornya sudah reda, ya? Mami nggak pernah dengar lagi diungkit-ungkit, tuh? Terakhir, 'kan, ya, sama si artis yang pada akhirnya baikan sama suaminya yang selingkuh itu, kan?" Suara Mirza kembali terdengar, memecah lamunan Jenar.

Tanpa sadar, Jenar bergumam pelan. Ia sudah mendengar berita itu dari Sugeng pagi tadi, soal Tere yang nyatanya kembali berbaikan dengan suaminya meskipun wanita itu sempat membuat keributan dengan mengancam akan menuntut Jenar dan Attire Aura yang tidak punya sangkut paut dalam masalah rumah tangga pasangan itu. Sampai sekarang pun, Jenar masih belum mendapatkan balasan apa pun dari Tere—baik semua pesan yang dikirimkannya dan panggilan telepon yang dilakukan Jenar sebelumnya.

FOOTLOOSE AND FANCY-FREE (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang