Bab 32

1K 131 3
                                    

mohon bantuannya ya guys jagan dibawa ke real life ini hanya cerita fantasi.

.

.

"Mas bisa nggak ngomongnya jangan aneh-aneh gitu. Nanti pada mikirnya serius."

"Saya nggak keberatan kok, Gri."

"Aku yang keberatan dikira jadi calon istri Mas Devan beneran."

Grisea ingin lanjut mendumel lagi tapi ditahan oleh Devan yang meletakkan jari telunjuknya di bibir gadis itu. "Sssstt, udahan dulu ngomelnya, nanti dikira lagi cekcok. Kamu mau makan apa?"

"Zuppa soup,"

"Oke, tunggu sini ya, saya ambilin."

Dari banyaknya orang yang ada di sana, Grisea tidak mengenal satu pun dari mereka kecuali Devan dan Vano yang entah di mana keberadaannya sekarang. Gadis itu seperti memiliki hutang untuk menjelaskan kepada Vano karena dia sudah menolak ajakan cowok itu dan malah datang bersama Devan.

Ya lagian mana Grusea kepikiran kalau mereka memiliki teman yang sama.

Devan adalah tipikal orang yang sering berceletuk asal dan seenak jidat. Harusnya Grisea tidak sekaget itu jika laki-laki tersebut mengakuinya menjadi calon istri. Dan sejujurnya kini dia merasakan beberapa tatapan yang mengarah kepadanya.

Dia betulan mengenakan dress warna biru yang dipinjamnya dari sang Mama. Devan pun memakai kemeja dengan warna yang sama. Kini laki-laki itu sudah membawa makanan yang Grisea inginkan namun langkahnya tertahan sebab ada perempuan yang menghampirinya.

"Van, apa kabar lo?"

"Gini-gini aja," jawab Devan. Di depannya ada Tami, teman dekat Leya. "Leya nggak dateng?"

"Sibuk dia. Btw cepet amat udah ada penggantinya. Lebih muda ya, Van?"

"Iya," balas Devan dengan pandangan aneh karena untuk apa juga Tami menanyakan hal begitu.

"Selamat deh. Entah lo ataupun Leya sama-sama pantes buat ngerasain bahagia lagi."

Tami adalah teman terbaik yang Leya punya. Perempuan itu selalu mendukung apapun hal yang Leya lakukan.

Perceraian temannya tersebut dengan Devan tidak lantas membuatnya membenci si laki-laki. Dia malah merasa kasihan dengan Devan saat melihatnya di persidangan dengan wajah yang sangat murung. Namun kini sudah jauh berbeda.

"Thanks, Tam."

Setelahnya Devan pergi meninggalkan perempuan itu dan menghampiri Grisea yang diam saja karena tidak ada yang bisa diajak bicara.

"Siapa?" tanya Grisea sembari menerima makanan yang Devan ulurkan padanya.

"Temen saya."

"Cantik," puji Grisea. Gadis itu tidak berbohong, perempuan yang baru berbincang dengan Devan terlihat begitu cantik dan menawan juga dewasa.

"Di mata saya cantikan kamu."

"Gombal mulu. Bosen dengernya."

Pandangan Grisea menyapu seisi ruangan namun tidak kunjung menemukan keberadaan Vano di manapun. Devan yang berada di sebelahnya sampai bertanya.

"Nyari siapa sih, Gri? Jelas-jelas ada orang ganteng di sebelah kamu."

"Ck, Vano. Aku mau jelasin soal ucapan ngaco Mas Devan yang tadi."

"Kenapa harus dijelasin, emang kalian pacaran?"

"Ya...enggak. Tapi kan... deket."

Ada senyum pahit di bibir Devan yang kemudian menganggukkan kepala karena ucapannya terus dianggap bercandaan oleh Grisea. Dia bahkan sampai menemani gadis itu mencari keberadaan Vano pun pamit kepada sang mempelai karena tidak kunjung menemukan sepupunya itu.

Mas Duda (DelGre)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang