BAB 14: TERLIHAT ASLINYA

551 31 1
                                    

"Mbak Dini, sabar ya, sebenarnya kita juga heran dengan keputusan ini soalnya dari rasa masakannya, nasi goreng Mbak Dini itu lebih enak! Bahkan kru yang dapat nasi hainan banyak yang minta nasi gorengnya. Soalnya nasi hainan dengan bebek panggangnya amis!"

Dini memang kalah dalam memperebutkan tender catering PH. Tapi pujian yang disampaikan oleh saudaranya Titi yang mewakili para kru sudah seperti oase di padang pasir untuknya.

Dini sangat bersyukur dan terharu. Masakannya bisa diterima.

"Terima kasih. Gapapa, Mas. Memang beginilah rezeki. Tidak ada yang tahu. Datang dari mana dan apa yang bisa kita dapat nantinya, semua rahasia ilahi. Cuma aku sangat berterima kasih sama kamu yang sudah kasih aku izin buat ikutan seleksi ini. Padahal aku nggak punya KTP! Dan aku nggak ngisi CV. Makasih ya."

Dini paham kalaupun dia lolos, dia akan dapat kendala baru saat tanda tangan kontrak karena tidak punya data pribadi tentang dirinya.

Jadi dia legowo dan tak mau berlama-lama di sana, izin pamit.

Dini pergi tidak menyimpan dendam atau kemarahan pada siapapun. Dia bahkan memberikan selamat pada peserta yang menang. Justru yang menjadi pikirannya sekarang adalah bagaimana caranya dia sampai ke rumah?

Dini tidak mau menggunakan uangnya Rio dan apa itu artinya dia harus jalan kaki ke depan?

"Dini!"

Setelah meninggalkan ruangan, suara seorang wanita yang memanggilnya membuat Dini membalikkan badan dan tak lagi fokus dengan caranya sampai ke rumah Rio.

"Saya minta maaf. Kamu pasti marah dan menuduh saya tidak kompeten atau berbuat curang karena kemenangan dari tim finalis tadi. Cuma saya punya alasan kenapa menurut saya kamu tidak patut untuk menang. Yang pertama, kamu bekerja sendiri. Sedang mereka bekerja tim dan mereka lebih kompak. Kalau kamu sakit, siapa yang akan menjalankan tugasmu? Tidak ada! Tapi kalau mereka? Tidak mungkin kan, sakit lima orang sekaligus?

Alasan tidak masuk akal sehingga Dini berdecih dalam hatinya. Kalau cuma masalah seperti itu, andaikan dia lolos pasti Dini akan membuka peluang untuk orang yang kompeten bekerja bersama dengannya. Dini bukan orang bodoh yang mau menjadi wonder woman.

"Tidak perlu dipikirkan Ibu Christa. Keputusan juri tidak bisa diganggu gugat dan saya percaya juri pasti mencari orang terpercaya untuk tender mereka."

Tapi Dini malas untuk menanggapinya dengan emosi. Lagian dia sudah capek seharian menyiapkan makanan dan putar otak agar menu yang disiapkannya sesuai dengan budget tapi masih bisa membuat para kru menikmati makanannya.

"Terima kasih karena kamu sudah memahaminya. Dan yang kedua, alasan saya tidak menginginkan kamu mengambil tender ini karena kamu sedang dalam program yang berhubungan dengan keturunan saya. Jadi saya tidak mau sampai anak itu akan bermasalah dengan pekerjaan kamu yang terlalu sibuk."

Bukan! Dini yakin, alasannya bukan karena itu! Dia memang tidak tahu isi hati Christa apa. Tapi Dini yakin istri Rio itu hanya mencoba mencari pembenaran supaya dirinya terlihat sebagai orang baik, termasuk di hadapan Dini.

Cuma tidak! Dari cara Christa menyerang Dini saat menjadi juri, kebencian itu berbeda!

"Saya mengerti Bu Christa. Tidak perlu merasa tidak enak pada saya! Maaf sudah membuat Ibu cemas. Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, saya permisi dulu ya Bu," ucap Dini masih dengan sikapnya yang hormat. Tapi sayang, wanita di hadapannya malah tersenyum mengintimidasi.

"Apa kamu begitu membenci saya?"

Dahi Dini berkerut karena dia tak paham kenapa istri Rio itu menuduh seperti ini.

"Maaf, saya rasa ibu terlalu berprasangka."

"Oh tidak! Saya melihat kamu selalu saja pamit lebih dulu ketika kita bertemu. Sepertinya kamu tidak nyaman dengan keberadaan saya ya?" sindirnya yang sejujurnya dibenarkan oleh hati Dini.

"Maaf jika membuat Ibu tidak nyaman. Tapi coba Ibu bayangkan jika ada di kondisi seperti saya, punya anak yang harus ditinggal di rumah sendirian dengan usianya masih lima tahun, lalu saya enak-enakan di luar dengan hidangan makanan yang lezat, apa menurut Ibu hati saya akan tenang sedang pikiran saya terus saja beralih pada anak saya dan merasa bersalah setiap kali saya menelan makanan itu?"

Cuma Dini tidak kehabisan ide untuk menanggapi sikap sinis Christa.

"Lalu yang kedua, saya sedang menunggu anak saya cuci darah dan saya dipanggil ke ruangan dokter Teddy. Bagaimana saya bisa tenang kalau anak saya nanti bisa saja mencari-cari saya? Tidak ada yang menunggunya dan saya tidak punya keluarga yang bisa menjaga anak saya."

"Tapi kenapa kamu bisa pergi selarut ini untuk mengikuti seleksi ini? Kok saya lihatnya Ini bertolak belakang ya sama alasan anak?" cuma sayang, Christa juga tidak mau kalah!

Makin yakinlah Dini kalau wanita itu tidak menyukainya dan mencari kesalahannya.

"Karena Ini sebuah peluang usaha, Bu! Saya suka memasak dan saya ingin sekali mengembangkan bakat saya memasak. Saya juga ingin mengubah nasib. Ini untuk kepentingan anak saya juga. Jadi saya negosiasi dengan tetangga saya untuk menjaga anak saya. Rencananya kalau saya lolos tender ini, saya akan memberikan pekerjaan untuk tetangga saya juga. Dia bisa bantu-bantu saya memasak dan perekonomian Kami sama-sama akan lebih baik."

Santai, Dini bicara tidak terburu-buru dan ini menunjukkan kalau dirinya bisa menguasai keadaan. Christa sesaat tidak bisa menjawab. Dia hanya tersenyum saja menanggapi Dini yang pandai berkelit, tapi santun.

"Kalau saya lihat dari cara kamu bicara, kamu sepertinya cukup berpendidikan dan bisa mengontrol emosimu."

"Mungkin karena saya selalu menjadi orang di bawah jadi dari kecil saya memang dipaksa untuk menahan diri saya supaya tidak menyinggung orang yang berkuasa. Biasalah, orang tingkat bawah kan hanya bisa mengalah Bu," lagi-lagi skak mat untuk Christa dan hampir membuat dirinya sulit untuk bernapas padahal oksigen di sekitarnya cukup banyak. Christa kesal.

"Dini, kamu ini-"

"Hey Christa! Aku tadi ketemu Rio nih di luar! Makanya aku anterin ke sini."

Cuma sayang, wanita itu tidak bisa lagi mengeluarkan serangan balik pada Dini karena ada seseorang yang sudah memanggilnya dan di sini, Dini mengumpat dirinya sendiri karena dia tidak menyangka satu nama yang sudah membuat Dini merasa sulit berminggu-minggu ini setelah perlakuannya di kamar, harus ditemui dalam kondisi seperti ini.

Apa yang akan dia pikirkan kalau tahu Dini ikutan tender? Apa dia akan marah dan akan membuat masalah lagi dengan Dini? Wanita itu membuang wajah ke dinding, berusaha mencari alasan untuk kabur.

"Oh, hai, long time no see. Makin ganteng aja nih Bos besar yang satu ini!"

Apalagi, Christa juga sudah menyapa temannya dan mungkin saja ini bisa menjadi alasan Dini bebas dari cecarannya.

"Ah, bisa saja, kamu juga makin cantik! Dan suamimu nih, makin sukses aja dengan bisnisnya. Luar biasa pasangan yang- eh, kamu Dini kan ya?" tak lagi menatap Christa, justru temannya Christa ini tak sengaja melirik Dini.

Cuma Dini yang tadinya ingin menghindar jadi kaget mendengar suara orang yang tadi baru menyapanya dan baru Dini sadari kalau suara itu sangatlah familiar dengannya. Apalagi saat dia menatap orang di hadapannya.

"Mas Darsa?"

Sewa Rahim MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang