"Pak Rio, hentikan!"
Dini meronta, dia bukan wanita bodoh yang tidak tahu apa yang dimaksud oleh pernyataan Rio barusan.
Bayangan tentang penyatuan diri dalam benaknya memang indah. Tapi tidak! Bukan yang seperti itu yang harus mereka lakukan!
Hubungannya dengan Rio tidak bisa sejauh itu. Terlebih, Dini punya dua alasan. Rio mencintai istrinya dan dia tak ingin dilecehkan lalu dibuang dan dihinakan. Karena ini lebih buruk dari hubungannya dengan Satrio. Dialah wanita kedua. Dini tak sudi dicap sebagai pelakor.
Ditambah lagi, mereka memang tidak boleh melakukannya. Anggia dan penyakitnya adalah rahasia terbesar Dini. Dan dia dilarang melakukan itu dengan Rio. Dini tidak bisa! Dia semakin kuat meronta ingin lepas dari cangkuman Rio.
"Sssh, kenapa menggigitku, kamu terlalu bernafsu?"
Dini memang sengaja menggigit bahu Rio untuk membuat jarak dan menyelamatkan dirinya. Bukan karena dia bernafsu.
"Pak, apa Anda tidak sadar kalau Anda punya istri?"
"Lalu apa kamu sadar kalau kamu sudah menikah denganku dan aku punya hak atas tubuhmu? Setiap jengkal kulitmu bebas kujamah!"
"Ya, tapi ini bukan pernikahan seperti itu! Lepaskan saya!"
Dini masih berusaha lepas dari kekangan Rio tapi memang sulit! Tangan pria itu bahkan berhasil melucuti kancing kemeja Dini yang tak bisa diselamatkan oleh jari jemari Dini yang lemah dibandingkan kekuatan Rio.
"Bukankah tubuh istri Anda lebih indah daripada tubuh saya? Kenapa tidak meminta padanya saja?"
Dini mencoba mengingatkan agar Rio tak melakukan lebih padanya.
"Cemburu?" tapi jawaban Rio lagi-lagi menghinakannya.
"Pak, saya tak mungkin cemburu. Saya mohon, jangan begini!"
"Suka-suka sayalah. Kamu juga kan istri saya. Sah loh dalam hukum agama. Masa saya gak boleh minta jatah?
Rio memang sepertinya tak peduli dengan Dini yang sudah berderai air mata dan memohon supaya Rio tak melecehkannya.
Pria itu tak menggubris. Tangan liar itu begitu lihai melucuti satu per satu kain di tubuh Dini dengan berbagai cara. Tak bisa dibuka baik-baik, Rio mencabik-cabiknya, memaksa dengan kejam sebelum Rio melemparkan Dini ke tempat tidur.
"Anda kejam. Apa Anda tak punya hati?"
Dini mengkerut, Rio berhasil melucuti semua kain di tubuh Dini hingga wanita itu berusaha menutupi bagian tubuhnya dengan menarik selimut sekenanya. Dini tak sudi mata liar Rio yang memandanginya dengan kebengisan.
"Sssh, benar, tidak menarik. Christa jauh lebih menarik dan menggoda," ucap Rio sambil mengelus dagunya dan menganggap Dini hanya seperti barang mainan yang bisa dibandingkan dengan mainannya yang lain.
"Kamu pikirkanlah bagaimana cara membuat tubuhmu menarik bagiku supaya aku bisa melakukan pembuahan di dalam denganmu dalam waktu tiga bulan."
"Katamu kau tak suka barang bekas! Aku ini bekas!"
"Ah, memang aku tidak suka barang bekas. Tapi kan kamu yang menawarkan diri menyumbang sel telur!"
"Aku tak sudi! Cari dari wanita lain saja!" pekik Dini tak terima.
"Bisa saja, tapi bersiaplah, semua biaya pengobatan Anggia akan kuhentikan!"
"Vrengekh kau!" Dini sudah tidak lagi menggunakan panggilan hormatnya untuk Rio.
Sambil menutupi tubuhnya dengan selimut, Dini baru saja memaki Rio dengan kata-kata yang tidak pernah keluar dari bibirnya untuk Rio sebelum ini.
"Lebih brhengsekh mana dibandingkan wanita yang berjanji akan setia tapi meninggalkan kekasihnya demi pria yang dianggapnya lebih potensial?" cicit Rio membalas dengan bengis.
"Dan ah-- sebelum melangkah, Rio melirik lagi pada Dini. Dan mana pria potensial itu? Ternyata tidak sepotensial yang diharapkan kan? Buktinya membuang anak dan istrinya!" Rio menyeringai menyindir sebelum mengambil jas juga dasinya, lalu menghilang dibalik pintu kamar Dini yang tertutup.
Kejam!
Dini sebenarnya ingin mengumpat Rio seperti yang dikehendak oleh hatinya tapi mulutnya memang tidak bisa mengeluarkan sepatah katapun.
Rio menganggapnya sebagai wanita yang kejam. Tapi di sini Dini juga menganggap Rio sebagai laki-laki yang kejam karena perbuatannya saat ini. Tapi siapa yang bisa disalahkan? Mereka melihat kedua kondisi dengan sudut panjang yang berbeda. Rio tak tahu perasaan Dini kala itu dan Dini tidak mungkin menceritakan semuanya pada Rio. Terlebih sekarang, dia melihat Rio sudah menikah dengan wanita yang sangat dicintainya.
Bagaimana kalau Dini membuka mulut dan ujungnya akan merusak hubungan rumah tangga antara Rio dengan Christa? Meski mungkin tidak, Rio sangat mencintai Christa yang lebih sempurna. Cerita itu bisa jadi hanya membuat Rio lebih menghinakannya.
Dini tak ingin seperti itu. Tapi dia juga tidak ingin diperlakukan seperti ini.
Dini dengan langkah tertatih menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dan mengganti pakaian baru. Dia berusaha melupakan semua perbuatan Rio, tapi tetap mengingat satu pernyataan Rio.
'Berarti dalam waktu tiga bulan aku sudah harus punya penghasilan, harus bisa pergi darinya.'
Ini adalah satu-satunya cara Dini menyelamatkan harga dirinya dari perbuatan kejam Rio.
Pria itu bukanlah pria manis seperti yang dulu diingat oleh Dini. Lagi pula hubungannya dengan Rio sekarang bukanlah sebuah hubungan yang seharusnya terjadi. Kalau bukan karena uang untuk berobat, Dini juga tidak akan setuju menikah dengannya. Jadi, kalau memang masalahnya di uang, bukankah seharusnya dia hanya perlu mencari uang untuk menyelamatkan putrinya?
Ini yang kemudian difokuskan oleh Dini. Dia pernah belajar satu hal, jika semesta pasti akan mendukung pada sesuatu yang memang difokuskan oleh seorang individu. Hukum tarik menarik, aksi reaksi.
"Uang! Aku mau uang jadi sekarang pikiranku adalah uang!"
Sambil scrolling, Dini sambil memikirkan ini. Tapi mendapatkan pekerjaan memang tidaklah mudah! Sampai dirinya kelelahan dan tertidur dengan posisi handphone masih dipegang olehnya, dia masih belum dapat sebuah peluang.
"Bu Dini sakit?"
"Enggak, cuma kurang tidur aja tadi malam kelamaan main handphone," ucap Dini sambil berjalan menuju dapur dan kebetulan, ada suster putrinya yang sedang menyeduh teh hangat pagi itu.
"Wah, saya udah takut aja kalau ibu sakit. Nanti kita nggak bisa makan enak deh." Titi memang sangat menyukai masakan Dini yang katanya, terlalu enak sebagai makanan rumahan. Dan Dini jadi mengingat sesuatu dari celetukan asal Titi beberapa minggu yang lalu.
"Ti, kamu pernah bilang masakan saya enak, kan? Kira-kira bisnis apa ya yang tanpa modal yang berhubungan dengan memasak yang bisa saya lakukan dan bisa menghasilkan uang cepat?"
Dini tak yakin sih kalau Titi bisa memberikan solusi. Tapi bukankah kemungkinan selalu ada? lagi pula dia sudah buntu dan mungkin dengan bertanya pada orang lain akan membuat pikirannya lebih terbuka.
"Oh, gimana kalau ikutan tender, Bu? Kalo menang, bisa handle catering."
"Eh, emang ada yang begitu? Dimana saya bisa ikutan tender catering?"
"Ikutan tender PH, Bu. Nyiapin makan untuk kru film."
"Wah, gimana cara ikutannya?" tanya Dini antusias. Mungkinkah ini bisa jadi solusi untuknya?
"Ibu mau saya tanyakan sama sepupu saya dulu. Kali aja ada tender yang lagi dibuka."
"Sepupu kamu ngurus gituan?"
"Dia kerja di PH yang bikin-bikin film, sinetron, gitu deh Bu. Dan biasanya tender-tender gini dia tahu."
"Boleh deh! Coba Ti, tanyain!"
Dini penuh harap. Tapi, apa benar ini bisa jadi solusi untuknya?

KAMU SEDANG MEMBACA
Sewa Rahim Mantan
RomanceDini Putri Lestari terpaksa membiarkan dirinya terjebak dalam hubungan yang sulit dengan Rio Ravindra karena menawarkan diri menjadi ibu pengganti yang akan mengandung anak Rio dan istrinya Christa. Dini tak ada pilihan karena harus membiayai pengob...