"Jadi teleponku disadap?"
"Hm, bukan hanya handphone-mu. Karena kamu sudah mengkhianati kepercayaanku, berani mengambil keputusan seperti hari ini, semua isi ruangan ini, dipantau oleh kamera tersembunyi yang baru kupasang. Tidak ada yang tersembunyi meskipun itu di kamar mandi atau di dalam lemari. kamu bicara aku akan tetap mendengarnya. Termasuk, di balkon, dapur, taman belakang, semua sisi bagian rumah ini."
Rio bicara sambil berdiri di saat tangan Dini meremas selimut, tak peduli lagi dengan tubuh polosnya yang sudah ter-exspose. Toh, tidak ada guna Dini menutupinya karena Rio sudah melihatnya.
Dini memandang geram dengan pikirannya yang tak menyangka perubahan Rio. Rasanya mustahil, seorang sebaik Rio bisa sekejam ini sekarang.
"Dan aku ingatkan padamu, jangan pecahkan kaca! Atau hukumanmu bertambah, bukan hanya seminggu, tapi sebulan tidak bertemu dengan Anggia!"
Dini tak mengerti kaca Apa yang dimaksud oleh pria berstatus suaminya yang kini pergi begitu saja dari kamarnya. Rio juga mengunci kamar Dini dari luar.
Senyum kecut muncul di wajah Dini sembari menertawai dirinya sendiri, termasuk tubuh polosannya.
Maunya sih Dini menangis, tapi rasa-rasanya, air matanya sudah kering. Lagipula, lebih elegan jika dia menunjukkan tawanya ke Rio yang tadi mengatakan bisa melihat apapun di dalam kamar itu.
'Setidaknya, aku harusnya bersyukur karena dia tidak menyetubuhiku. Yah, meski tangannya, ish! Tapi setidaknya aku selamat dan ... jujur enak sih.'
Dini sebetulnya tidak mau mengakui ini. Tapi hatinya tidak bisa berbohong kalau yang dilakukan Rio dengan memainkan tangannya di tubuh Dini menimbulkan rasa yang teramat enak. Dini relax dan puas.
Rasa yang membuatnya jadi kepikiran tentang rumah tangganya dengan Satrio.
'Satrio tak pernah memberikanku rasa ini.'
Sambil berjalan menuju kamar mandi dengan langkah lunglai, Dini yang sudah tidak peduli untuk menutupi tubuhnya itu mulai memikirkan ranjangnya dengan Satrio.
Di awal pernikahannya, Dini sudah mengandung dan dia mengatakan pada Satrio kalau belum bisa mencintainya meski pernikahan mereka sudah sah.
Satrio paham dan dia mengatakan kalau mereka bisa memulai nanti setelah Dini membuka hati untuknya.
Awalnya, Dini berpikir kalau Satrio tidak akan sebaik itu padanya dan mungkin akan memaksa Dini untuk melayaninya. Tapi tidak!
Bahkan sampai Dini melahirkan, dia tidak menyentuh Dini.
Ada rasa nyaman yang diberikan Satrio dan membuat Dini berpikir kalau pria itu mungkin saja tulus mencintainya dan berusaha untuk mendapatkan hatinya. Bukankah itu berarti Dini juga harus membuka diri untuknya?
Sejak melahirkan Anggia, Dini berusaha untuk mencintai Satrio. Pria itu juga dengan telaten membantu mengurus Anggia setelah mengetahui kalau Putri Dini yang bukan anak kandungnya menderita thalasemia.
Dia juga tidak mempermasalahkan Dini yang sibuk mencari pengobatan putrinya meski setelah melahirkan, wanita itu juga tidak melayani Satrio di ranjang.
Dini pernah membahas masalah ini dengannya, Satrio bilang yang penting kesembuhan Anggia dulu dan tidak perlu memikirkan tentang dirinya karena dia pasti akan menunggu sampai Dini mau melakukannya.
Dua tahun berlalu, tapi Anggia tak kunjung sembuh. Dini kembali disibukkan dengan kondisi keluarganya yang semakin berantakan karena ibunya baru saja meninggal dan ayahnya menderita lumpuh.
Dini panik luar biasa karena tidak ada lagi yang bisa mengurus bisnis keluarganya. Sedangkan Dini tidak punya basic tentang perusahaan dan insecure.
Saat itu, bak pahlawan, Satrio menawarkan membantunya dan mengatakan kalau dia akan mengurus semuanya untuk Dini. Wanita itu tidak perlu banyak berpikir soal perusahaan dan cukup menjaga ayahnya yang sedang sakit dan putrinya yang juga membutuhkan pengobatan.
Sejak saat itu, Dini mulai merasakan benih-benih kagum muncul untuk Satrio dan sedikit demi sedikit mengkaburkan pikirannya tentang pria masa lalu yang merupakan ayah biologis Anggia. Meski Dini tak menampik kalau wajah pria itu tidak pernah lepas dari benaknya.
Termasuk saat Satrio pertama kali baru menyentuhnya di usia pernikahan mereka yang ke tiga tahun. Saat main, Dini justru memikirkan tentang ayah biologis Anggia.
Padahal dia sudah berusaha untuk menerima Satrio dan mengatakan di hari ulang tahun pernikahan mereka yang ketiga kalau dia siap untuk menjadi istri sepenuhnya.
Tapi memang semuanya tidak sama! Bahkan Dini tidak pernah merasakan kepuasan seperti yang tadi Rio berikan.
Dia hanya berpura-pura puas dengan permainan Satrio yang menurutnya, payah! Pria itu tidak memikirkan bagaimana Dini merasa enak di tempat tidur. Dia hanya memuaskan keinginannya untuk melepaskan hasratnya tanpa ada foreplay.
Sejak ulang tahun pernikahan ketiganya, Dini kerap kali diajak bercinta. Dia menurut, tapi Dini juga tidak bisa berbohong kalau dia tidak bisa sepenuh hati melayani Satrio. Hingga Dini merasa lega karena kesibukan Satrio ke luar kota untuk mengurus perusahaan ayah Dini. Satrio sangat sibuk. Bahkan selama sebulan, Dini rasa, paling banyak tiga kali saja mereka diranjang.
Itu pun Dini memaksa dirinya. Terpaksa terlihat puas karena menurut Dini, Satrio sudah membantu keluarganya, menyayanginya juga putrinya. Dini berusaha move on dari masa lalu dan belajar menerima Satrio sebagai masa depannya.
Hingga akhirnya kedok Satrio terbongkar saat ayah Dini sudah meninggal dan setelah pemberian warisan.
Dini tahu Satrio menyimpan dendam dan membencinya. Dia ingin menghancurkan Dini. Satrio juga merasa kalau Dini mempermainkan dan membudakinya. Jadi itu alasan yang tepat kenapa dia memilih sekretarisnya sebagai pengganti dan menjebak Dini.
Mengingat itu, senyum kecut di bibir Dini yang sepanjang membersihkan tubuhnya di bawah shower, dia terus memikirkan tentang rumah tangganya bersama Satrio.
Apa semua akan berubah jika dia memang bisa menerima pria itu dari awal?
Masih di bawah pancuran shower, Dini menggelengkan kepalanya pelan, tidak yakin.
Bisa saja itu hanya alibinya Satrio bukan?
Yah, Dini memang merasa bersalah karena dia tidak bisa menjadi seorang istri yang sempurna untuk pria itu dan masih terbayang-bayang dengan cinta masa lalunya yang belum terselesaikan karena paksaan orang tua.
Tapi Dini percaya, hanya orang yang keji seperti Satrio yang mampu mencuri semua darinya. Dini yakin sekali itu adalah niat pria itu
Tapi semuanya dikemas rapih sehingga Dini terbuai dan bahkan tidak menyadari kalau selama ini ditipu.
'Masih mending aku jujur tentang perasaanku kalau aku tidak mencintainya, tidak seperti dirinya yang berpura-pura. Ini yang tidak bisa kuterima!'
Dini tadinya ingin membandingkan antara Rio dengan Satrio tapi ujung-ujungnya dia malah semakin sebal dengan Satrio yang sudah membuat hidupnya jadi seperti sekarang. Masih mending Rio yang membencinya menunjukkan sikapnya langsung dan tidak munafik seperti Satrio. Yah, setidaknya, Rio memberikannya uang untuk mengobati Anggia.
Dini mencoba menahan diri untuk berdamai dengan Rio dalam batinnya.
Keluar dari kamar mandi, Dini merasa mood-nya lebih baik, dia mampu mengontrol diri. Dini pun ingin mengambil pakaiannya, namun sesuatu baru disadarinya seperti yang tadi dikatakan Rio.
'Semua lemari pakaian ini terkuncikah? Jadi maksudnya aku tidak boleh memecahkan kaca, itu artinya aku tidak boleh memecahkan kaca lemari wardrobe untuk ambil baju, begitu?'
Dini sebal lagi dengan kegilaan Rio. Lalu sekarang, dia harus pakai baju apa kalau semua terkunci?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sewa Rahim Mantan
RomantiekDini Putri Lestari terpaksa membiarkan dirinya terjebak dalam hubungan yang sulit dengan Rio Ravindra karena menawarkan diri menjadi ibu pengganti yang akan mengandung anak Rio dan istrinya Christa. Dini tak ada pilihan karena harus membiayai pengob...