"Ini rumah mendiang papaku! Kamu gak berhak ngusir aku dan anakku, Satrio!"
"Tidak berhak katamu? Jelas-jelas kamu Sudah menandatangani surat perjanjian yang isinya menyerahkan semua hartamu padaku. Dan surat perceraian di belakangnya. Jadi ini semua sekarang punya siapa Dini?"
"Kamu biadab Satrio! Kamu menjebakku!"
Mau semarah apapun Dini pada Satrio, tetap dia kalah. Dini tidak memiliki kekuatan hukum karena kebodohannya sudah menandatangani surat yang kata Satrio untuk mempermudahnya mengurus perusahaan. Dini terlanjur percaya dan dia tidak membaca sebaris pun isinya.
"Pergi kamu dari sini! Dan bawa anak harammu itu! Tempatmu akan digantikan dengan istri dan calon anakku yang memang darah dagingku."
Satrio tetap pada pendiriannya mengusir Dini. Satrio bahkan tidak memberikan kesempatan Dini membawa barang berharga. Hanya apa yang melekat di tubuhnya dan anaknya Anggia sajalah yang kini bisa diandalkan Dini untuk menyambung hidupnya.
Hubungannya dengan Satrio memang complicated. Dini sudah mengandung sebelum pernikahannya dengan Satrio yang terjalin atas dasar perjodohan oleh orang tuanya.
Tapi waktu itu, Satrio yang perusahaan keluarganya diambang kebangkrutan kalau tak ada bantuan dari keluarga Dini mengatakan ingin bertanggung jawab pada janin itu. Meski bukan anak kandungnya. Sayangnya semua kebaikan Satrio itu palsu. Bagai srigala berbulu domba, akhirnya Satrio menunjukkan taring yang sebenarnya setelah kematian ayahnya Dini.
Dia ada main dengan sekretarisnya dan sudah membawa wanita itu menempati rumah peninggalan ayahnya Dini.
***
"Bu, apa bisa dapat tindakannya dulu, bayarnya belakangan? Saya akan cari uangnya segera."
"Tidak bisa Bu. Ketentuan di rumah sakit ini harus dilunasi dulu administrasinya baru pasien akan mendapatkan terapi yang dibutuhkannya."
Tiga bulan sudah Dini berpisah dengan Satrio. Dia sudah habis-habisan menjual perhiasan yang dikenakannya saat keluar dari rumah, menjual handphone, dan apapun untuk membiayai hidup dan berobat anaknya.
Dini sudah berusaha berhemat dengan mencari kerja serabutan apa saja yang bisa dia lakukan dan tinggal di rumah kontrakan kecil yang paling murah. Tapi tetap saja uangnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan berobat putrinya yang mengidap talasemia.
Alhasil, semua yang dimilikinya sudah habis dalam kurun waktu tiga bulan. Satrio tak mau menolongnya. Dini kini bahkan bajunya masih agak basah setelah menyambangi rumah peninggalan ayahnya untuk meminta Satrio memberikannya sedikit harta orang tua Dini.
Tapi menemui Dini saja dia tidak mau dan Dini diusir bak pengemis oleh satpam baru yang dipekerjakan Satrio. Mereka tega dan bengis. Bahkan melukai lengan Dini saat mendorongnya kasar.
Lalu bagaimana cara Dini menolong anaknya sekarang? Haruskah dia merelakan nyawa putri satu-satunya yang sudah diujung tanduk itu?
"Kalau kau ingin mencari Ibu pengganti jangan cari di Indonesia. Susah. Pergilah ke luar negeri. Aku tidak bisa membantumu mencari wanita baik-baik yang bisa mengandung benihmu dan istrimu! Mau cari dimana coba?"
"Saya bersedia! Saya wanita baik-baik. Saya bisa melakukannya asalkan bayarannya biaya pengobatan untuk putri saya."
Dini tanpa berpikir panjang keluar dari tempatnya mencuri dengar dan mendekat pada pria berjas dokter tanpa tahu siapa lawan bicara dokter tersebut.
"Dini? Dini Putri Lestari?"
Dan kalau boleh menyesal, sekarang Dini ingin menyesal menawarkan diri saat melihat pria yang tadi ada dalam blind spot-nya. Dia tadi tak terlihat karena ketutup tiang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sewa Rahim Mantan
RomansaDini Putri Lestari terpaksa membiarkan dirinya terjebak dalam hubungan yang sulit dengan Rio Ravindra karena menawarkan diri menjadi ibu pengganti yang akan mengandung anak Rio dan istrinya Christa. Dini tak ada pilihan karena harus membiayai pengob...