Second Love, but

380 57 7
                                    

Happy Reading! ✨

Pagi sekali Shani sudah menunggu di depan gerbang mewah rumah Gracia. Hari ini mereka sudah berencana untuk camping di tengah pegunungan tepatnya di hamparan rumput hijau yang indah. Ini semata permintaan Gracia karena dia jenuh dengan hari libur nya yang tak pergi kemana-mana.

"Selamat pagi Shani!" Ucap Gracia semangat. Kemudian merentangkan tangannya meminta untuk di peluk, tentu saja Shani memeluknya. Ini masih sangat pagi, biasa tak mendapatkan pelukan membuat Shani merasa hari ini pasti sangat menyenangkan.

"Pagi Gracia." Ucap Shani pelan.

"Ayo kita mendaki! Akhirnya!!" Ucap Gracia sambil melompat kecil.

Shani tertawa melihatnya, carrier yang berada di punggung Gracia membuatnya terlihat lebih kecil tak seperti biasanya. Juga jaketnya yang tebal menenggelamkan separuh lehernya hingga ke bagian hidung mancung nya.

"Lucu banget sih kamu, sini tas nya aku bawa." Shani kemudian menggendong carrier Gracia, lalu tangannya menggenggam tangan Gracia membawa nya ke kursi penumpang.

"Makasih Shani." Ucap Gracia.

"Sama-sama Gege." Gracia merapatkan tubuhnya pada Shani kemudian memegang kepala Shani lalu di kecupnya pipi Shani dengan cepat.

Telinga Shani terlihat memerah, tapi demi menjaga harga dirinya sebagai pria yang cool Shani membalasnya dengan senyuman.

Setelah memastikan Gracia duduk dengan nyaman di kursinya, Shani dengan cepat menaruh carrier di bagasi mobil. Kemudian dia bersiap untuk melajukan mobilnya.

"Udah siap semua kan?" Tanya Shani.

"Udah! Go Shani!" Gracia bergaya layaknya superhero yang sedang terbang.

Sungguh Gracia gadis yang ceria, namun sayang dibalik keceriaannya ada suatu hal yang belum bisa Gracia kendalikan. Tentangnya dan juga tentang orang disampingnya.

••••••••••

"Cape banget? Mau istirahat dulu?" Tanya Shani. Gracia mengangguk lemas kemudian dia duduk di atas kayu yang tumbang.

Wajahnya sudah pucat pasi, kepalanya berkedut ringan, kakinya juga mulai terasa seperti jelly. Sepertinya dia tak kuat untuk melanjutkan perjalanan, tapi bukan tempat ini yang mereka sepakati. Masih jauh 1 km dari tempatnya sekarang.

"Kalau gak kuat, kita sampai sini aja. Aku bangun tenda dulu sebentar." Ucap Shani sambil memberikan Gracia minum.

Gracia meminumnya kemudian menggelengkan kepalanya. Dia tak mau, ini bukan yang mereka sepakati. Lagipula Gracia masih penasaran bagaimana dengan pemandangan di atas sana.

"Oke kalau gitu. Kita istirahat sebentar." Ucap Shani, kini dia ikut duduk di pinggir Gracia. Shani mengarahkan kepala Gracia agar bersandar di pundaknya.

"Shani," Panggil Gracia, kepalanya menengadah ke atas.

"Hmm?" Shani menundukkan kepala.

Mata mereka bertemu untuk beberapa saat. Tangan Gracia secara alami mengelus pipi Shani pelan. Shani menutup matanya menikmati usapan Gracia.

"Makasih dan maaf." Gracia kemudian melepaskan tangannya lalu menunduk. Dia terlalu banyak menoreh luka pada hati Shani, selalu teringat dan selalu terbayang. Tapi Shani selalu bertingkah seolah semuanya tak ada apa-apa.

"Udah terlanjur, kita jalani aja dulu ya." Ucap Shani lembut.

Ya, semuanya sudah terjadi. Jadi untuk apa di pikirkan kembali kalau ujungnya menyakiti?

Paillettes De VerreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang