33

7 1 0
                                    

"Dia balik lagi, Sky"

"Tau" balas Alletta singkat.

Selesai dari tempat Kim, Gadis itu tidak langsung pulang tapi menuju markas.

Marcel menghela nafas, sebenarnya apa mau orang tersebut, yang hanya meneror tanpa mau menunjukkan wujudnya meskipun Marcel dan Alletta tahu siapa orang tersebut. Tapi jika seperti ini sangat aneh seperti bermain petak umpet. Pria itu menatap Alletta yang menghisap vape dan menghembuskan asapnya ke udara dengan ekspresi datar di wajah gadis itu.
Marcel berdecak pelan, Alletta seperti tidak memikirkan kesehatan nya, padahal dokter sudah mengingatkan bahwa kesehatan Alletta bisa saja drop secara tiba-tiba.

"Apa?" tanya Alletta karna sedari tadi Marcel menatap dirinya dengan ekspresi yang sulit diartikan.

"Pikirin kondisi lo yang sekarang, Al" ucap Marcel dengan nada serak.

Alletta bingung, kenapa tiba-tiba pria itu membahas kesehatannya? Dan, Al?

"Dengerin gue sekali aja, ini juga demi lo. Gue ngelakuin ini karna gue sayang banget sama lo, lebih dari diri gue sendiri. Dan bukan sebagai adik kakak" ucap Marcel membuat Alletta menoleh ke arah pria itu karna ucapan terakhirnya.

"Cel?" tanya Alletta dengan dingin. Ekspresi wajahnya berubah semakin datar, menunjukkan bahwa dia sedikit tidak nyaman.

"Gue takut Al. Penyakit lo bukan hal yang sepele. Lo ga inget kata dokter? Kalau lo bisa drop secara tiba-tiba. Gue ga mau itu terjadi, Al." ucap Marcel serius dengan menatap dalam netra biru gadis itu.

"Oh, gue baru inget. Lo tuh ga pernah mikirin perasaan orang lain, mungkin karna hati lo terbuat dari batu ya?" ucap Marcel dengan nada sedikit sinis. Dia ingin mengeluarkan semua ketakutan nya. Siapa yang sakit siapa yang takut?

"Lo cewe ter egois yang pernah gue temui" ucap Marcel tajam dan meninggalkan Alletta sendiri di sana.

"Lo ga akan paham, Cel. Maaf" gumam Alletta sangat pelan menatap punggung pria itu yang semakin menjauh dengan tatapan sedih.

Marcel pergi dengan perasaan kecewa. Padahal tadi dia ingin berbicara banyak hal pada gadis itu berakhir dengan hal yang tak mengenakkan. Dia kecewa karna Alletta tidak pernah memikirkan kesehatan nya, mengingat dia pernah bertemu dengan dokter yang menangani Alletta dan mengatakan bahwa jika Alletta tidak bisa menstabilkan kondisinya maka bisa saja Alletta selesai dari yang diperkirakan.

"Gue kecewa, Sky. Gue takut lo pergi, hanya lo yang gue punya sekarang. Tapi lo ga pernah ngehargai gue"

----

"Kau yakin bisa menyingkirkan gadis itu? Dia sudah menjadi benalu untukku. Aku sudah tidak suka saat pertama kali bertemu dengannya"

"Kau tenang saja, sudah lama aku ingin membunuh gadis sialan itu. Dia sama saja dengan Ayahnya. Sangat menyusahkan"

"Tapi aku sudah punya rencana, dan aku yakin ini pasti berhasil" ucap pria itu tersenyum miring.

----
Satu bulan berlalu, dan hubungan Marcel dengan Alletta semakin renggang. Alletta kembali dengan kebiasaan nya yang dulu. Suka menghilang tanpa kabar dan sifatnya yang sangat dingin dan kejam. Dia memiliki kebiasaan baru disaat gabut, yaitu menguliti musuhnya hidup-hidup!
Gadis itu tidak akan membunuh musuhnya secara langsung tapi menyiksa sehingga orang tersebut meminta untuk dibunuh saja. Tapi tidak semudah itu bagi Alletta.

Seperti saat ini, dia sedang 'bermain-main' dengan mainan barunya yaitu orang yang sudah mengkhianati nya.

"AHKKK HENTIKANNN!!" raung pria itu karna Alletta memotong jari jari tangannya.
Gadis itu tersenyum miring dan tidak merasa ngeri sedikit pun.

"Kau pikir semudah itu, hm?" kekeh Alletta.

Saat sedang asik mengukir di tubuh korbannya, langkah kaki terdengar mendekat.

"Gue ga nerima tamu" ucap Alletta dingin dan datar.
Suasana di ruangan itu menjadi tegang karena suasana hati Alletta tiba tiba memburuk. Dia sedang tidak ingin diganggu.

"Lo ngelewatin jadwal kontrol"
Orang itu ternyata Marcel. hanya Sebulan tidak bertemu membuat Alletta kembali kejam.

"Bukan urusan lo" ucap gadis itu tidak suka.

"Gue bakal balik lagi, buat ngukir sesuatu yang bagus di sini." tunjuk Alletta ke arah perut pria tersebut dan sebelum bangkit gadis itu sengaja menggores wajah pria itu sehingga membuat korban kembali berteriak kesakitan. Tapi bagi Alletta itu adalah hiburan, dan teriakan kesakitan adalah musik baginya.

"Menyenangkan" ucap Alletta dan berbalik meninggalkan ruangan itu.

Hati Marcel sakit melihat Alletta yang berubah drastis, gadis itu kembali ke sifatnya yang awal.
Pria itu menyadari bahwa tubuh Alletta semakin mengurus dan pucat.

"Gue perlu bicara sama lo"

"Kita ga ada urusan apa apa lagi, Marcel Zionathan" ucap Alletta dingin memanggil nama Marcel dengan lengkap membuat pria itu terkejut.

Alletta tidak perduli, dia langsung meninggalkan Marcel disana.

Marcel pun mengikuti Alletta dan mengancam membuat gadis itu terpaksa berhenti.

"Jangan salahin gue kalau semuanya terbongkar ke keluarga lo" ancam pria itu dan tersenyum membuat Alletta tak berkutik.

Dan saat ini mereka sudah berada di rumah sakit dan berbicara dengan dokter yang menangani nya.

"Alletta, mungkin sekarang kau sudah boleh untuk membuat catatan" ucap dokter itu ragu.

"Catatan?" ulang Alletta yang diangguki dokter tersebut.

"Ya, catatan. Seperti diary untuk menceritakan sehari hari mu." jelas dokter membuat Alletta langsung paham.

Gadis itu tersenyum dan mengangguk pelan, "Saya paham, dok" ucap gadis itu membuat dada Marcel sesak bukan main. Dia paham apa maksud dokter tersebut menyuruh Alletta membuat catatan. Karena penyakit Alletta yang sudah mulai parah tetapi masih bisa ditahan oleh gadis itu.

Ingin rasanya ia memeluk gadis itu, tapi Alletta yang sifatnya sangat keras kepala membuat dia kesulitan untuk selalu mengingatkan gadis itu tentang kondisi nya saat ini.

'Gue ga mau, Sky. Lo harus bertahan untuk sembuh' batin Marcel.

'Lebih cepat lebih baik, bukan?' batin Alletta dan tersenyum samar.





udah mulai ke intinya nihh😋

ALLETTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang