6

3K 428 43
                                    

Walau waktu dalam hidupmu hancur, akan tetapi waktu terus berjalan. Harley  sudah cukup menerima hinaan dan perlakuan menjijikan, melawan tak bisa, diam juga sama saja, bukankah kali ini ia serba salah? Persetan dengan nyawanya tapi ia tak tahan saat kaisar mengancamnya dengan siksaan yang akan ia lakukan pada keluarganya.

Dalam hidup ini, keluarga adalah hal yang terakhir Harley miliki. Jika saja hukuman mati satu keluarga yang diberikan kaisar, maka Harley akan memilihnya tapi tidak.

"Kematian terlalu mudah, bukankah siksaan lebih menarik?"

Kalimat kejam itu masih terngiang di telinga sang omega. Pada akhirnya Harley mencoba bertahan pada ranting yang sudah hampir jatuh.

Seperti hari ini, ia menyiram bunga yang baru kemarin ditanam di depan pavilliunnya. Setidaknya, ia memiliki kebebasan di pavilliunnya.

"Selir pertama bukankah kau sungguh beruntung?" celetuk Jerlyn, seorang kepala pelayan. Lagi dan lagi perkataan itu kembali dikeluarkan dari pelayan.

"Keberuntung apa, yang kau ingin utarakan itu Jerlyn?" sahut Harley dibarengi dengan senyum tipis.

"Tentu saja, kau selir pertama. Hampir setiap malam bahkan saat masa rut, kulihat yang mulia kaisar selalu mendatangimu dan memanggilmu, bukankah itu sebuah tanda jika kau begitu dibutuhkan?" jelas Jerlyn.

"Aku tak merasa itu hal menguntungkan sehingga harus disebut keberuntungan," ucap Harley.

Jerlyn mendengkus, menurutnya Harley kurang bersyukur dengan apa yang di dapat.

"Salam hormat yang mulia permaisuri." Beberapa pelayan memberikan hormat pada sang agung permaisuri Cassia.

Harley yang menyadari akan hal itu, tak ayal memberi hormat juga pada pasangan kaisar ini.

"Suatu kehormatan yang mulia permaisuri mendatangi kediaman saya." Harley membungkuk hormat.

"Yeah, aku ingin melihat pavilliun istana belakang milik selir pertama," sahut Shero.

Harley kembali berdiri biasa, ia menatap Shero dengan senyuman tipis. Tak elok rasanya, menampilkan wajah ketus pada sang agung. Dirinya boleh hina tapi soal tata krama, Harley menjungjung tinggi, harga diri terletak dikepala dan ia menggunakan hal itu sebagai acuan. Walau mungkin harga dirinya tak seberapa setelah menjadi budak, tetap saja ia mempertahankan sisanya.

"Kudengar selir pertama mulai berkebun dan menanam bunga, sepertinya selir begitu merasa nyaman tinggal di istana belakang," tutur Shero datar, ia menatap pada tanah yang basah kentara jika baru disiram.

"Begitu nyaman sehingga orang rendah ini menikmati setiap waktu dalam setiap harinya," sahut Harley tenang. Ia tahu, jika kedatangan permaisuri tidak dengan niat baik.

"Pelayan tinggalkan kami berdua, ada hal yang harus aku bicarakan pada selir pertama."

Mendengar titah Shero, semua pelayan langsung berangsur pergi meninggalkan kebun kecil si selir.

"Hal apa gerangan, sehingga yang mulia membuat pelayan pergi?" tanya Harley langsung.

Shero berdecih, wajah yang semula tenang dan damai kini memerah menahan amarah. Suatu penghinaan kaisar lebih memiliki waktu malam bersama selir, banyak buah bibir yang membicarakan bagaimana sikap jalang selir yang selalu keluar kamar tanpa busana yang utuh.

"Ah, aku tak tahu cara bicara dengan selir sepertimu, aku tahu kau sendiri sudah mendengar desas-desus di istana, tentang kau dan kaisar yang sering memiliki waktu malam," tutur Shero jengah.

Harley menghela napas, ia tahu ke arah mana permaisuri bicara.

"Jika yang mulia keberatan, keluhkan hal itu pada kaisar. Selir ini tak memiliki kuasa," sahut Harley masih dengan senyuman manis yang menghiasi wajah.

Shero mendengkus. "Ah, katakan saja jika kau senang akan hal itu. Sikap lacurmu memang menjijikkan."

"Asal kau tahu, setiap penjaga dan beberapa pelayan yang tidur larut selalu memperbincangkan bagaimana menjijikkannya dirimu ditengah malam saat keluar dari kamar yang mulia," sambung Shero.

Harley mengepalkan tangannya, bibir tipis itu terus berceloteh dengan perkataan tajam mengandung racun.

"Tanpa busana utuh, compang-camping layaknya seorang budak sexs. Kau memang serendah itu selir pertama," ucap Shero.

Harley diam membisu, kerongkongannya terasa sakit untuk bicara, marah dan tak terima saat direndahkan begitu berkobar dalam raga. Ia ingin melawan, tapi bukankah semua itu kebenaran? Bagaimana rendahnya ia hampir setiap malam ulah kaisar.

Harley terkekeh ringan. "Mohon maaf yang mulia, saya mungkin hanyalah seorang selir, tak peduli seberapa hina saya di mata orang-orang istana. Jika bukan kaisar yang melarang saya, saya tetap akan melakukan itu. Jika yang mulia, ingin mengeluhkan hal ini, bukankah sudah saya katakan untuk pergi kepada kaisar? Karena bukan saya yang meminta melainkan kaisar sendiri yang selalu meminta layaknya hewan buas yang akan membunuh saat tak dituruti."

Lega, setelah mengatakannya. Sedangkan Shero semakin kesal, ia melayangkan satu tamparan di pipi kanan dan kiri, menganggap ucapan Harley yang lancang. Membuat sudut bibir Harley sedikit mengeluarkan darah.

"Budak menjijikan, kau lebih menjijikan dari jalang di rumah bordil sekalipun." Shero beranjak pergi setelah mengatakannya.

Meninggalkan omega lain yang sudah mulai mendung di kedua manik hazelnya, Harley meninggalkan kenyamanannya terhadap kebun kecil, ia memilih kembali masuk ke dalam kamar.

"Ah, begitu ya aku di mata mereka." Harley berucap lirih.

Jika dihadapan orang ia bisa bertahan dengan senyum, tapi tidak di saat sendiri. Harley mungkin melawan saat direndahkan, tapi tetap saja setiap tutur kata mereka begitu menyakitinya. Katakan saja ia begitu lemah, akan tetapi ia begitu terpukul, dulu posisinya begitu di agungkan tapi sekarang, na'as sekali pangeran kedua ini.

Ia menutup wajahnya, punggung kecil itu mulai bergetar dibarengi isakan pelan namun mampu menyayat hati. Ia pikir permaisuri tak akan begitu tega mengatakan secara gamblang posisinya, ya wajar saja tak ada pertemanan antara permaisuri dan selir, jika posisinya di putar mungkin saja Harley juga akan murka akan apa yang Shero keluhkan.

Dengan tangan bergetar Harley membuka kancing bajunya, di sana di pantulan cermin dapat ia lihat bercak kemerahan di dadanya tak pernah hilang, karena di saat warnanya mulai memudar maka sang penguasa Cassia akan kembali membuatnya.

"Pelacur rumah bordilpun kalah menjijikan denganku ... ahaha, bukankah itu hal yang begitu rendah?" gumam Harley lirih, ia tertawa ringan tapi kedua mata itu tetap mengalirkan air mata.

__________

Siders muncullah kalian, gue lagi males ngetik. Nih kalau banyak siders, guenya jadi males. Jadi yokk cintah, muncul biar gue tau nih story banyak yg baca.

Pangeran keduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang