12

3.3K 352 53
                                    

"Lepaskan putraku, berikan hukumannya padaku."

Cinta Graziano terlalu besar dibanding dengan akalnya, ia terlalu mencintai putranya tak peduli dengan apa yang akan terjadi padanya. Ia memohon, hal yang tak pernah ia lakukan selama ini, bersimpuh meminta pada seseorang. Melemparkan harga dirinya.

Graziano seolah kehilangan akal saat mengatakannya, ia begitu takut jika yang dikatakan Gatlin benar terjadi.

"Mère." Harley menggeleng, ia tak kuasa melihat permaisuri Gardenia yang begitu di agungkan, kini menurunkan martabat dan kewibawaannya.

Matteo dan William bahkan sudah kehilangan kata-kata, rasanya ia ingin menghabisi kaisar Cassia saat ini juga, tapi apa boleh buat tak ada yang bisa dilakukan, bolehkah Matteo berharap akan belas kasihan yang agung sang pencipta? Sungguh, ia merasa bersalah dan tak berguna untuk dua omega yang begitu ia sayangi. Hal yang paling menyakitkan adalah dimana melihat orang yang dicintai begitu terhina dan terluka sedangkan diri sendiri tak bisa melakukan apapun untuk menutup luka itu.

Mendengar perkataan Graziano, membuat langkah Gatlin berhenti, ia mengangkat tangannya memberi isyarat agar para pengawal tak mendekat, menggantungkan perintahnya.

"Jaminan apa yang akan omega ini berikan?" ucap Gatlin datar.

Graziano mendongak. "Harga diriku, aku menyimpan martabatku di atas kepala lebih dari nyawaku."

Gatlin terkekeh, ia melirik Matteo yang sudah merah padam, seolah bersiap menguras air lautan dengan amarah. Kemana perginya kaisar Gardenia congkak itu? Kemana perginya si singa kerajaan yang begitu ditakuti dan disegani? Ah, Gatlin berharap leluhur Cassia melihat bagaimana kedua tangannya dapat menyeret yang agung milik Gardenia.

Seringaian terlukis jelas diwajahnya, Gatlin bak iblis yang berhasil menjerat pengikutnya. Bukankah akan sedikit menarik saat mematikkan sedikit api pada minyak tanah yang tercecer?

"Apa kau menyukai anjing dalam tahanan yang mulia Graziano?" ucap Gatlin rendah.

Kepalan tangan Matteo semakin mengerat, feromon penuh tekanan menguar membuat paru-paru terasa dihimpit, bukan hanya Matteo feromon tiga alpha itu saling adu memenuhi udara membuat dua omega di sana meraup oksigen sebanyak-banyaknya.

Baunya busuk.

Karena percampuran yang begitu kental, amarah, merendahkan dan dendam menyatu membuat bau feromon terasa pekat.

Harley memegangi dadanya yang terasa nyeri, begitupun Graziano yang sudah tak berdaya.

"Lancang, kau busuk. Kau yang begitu bringas ini mengapa bisa menjadi seorang kaisar?" ucap Matteo.

"Lelucon apa ini? Bukankah sang singa Gardenia ini yang begitu brutal, bahkan sampai mengkhianati sekutu?" sahut Gatlin dingin.

"Kau anak muda yang tak tahu apapun!" teriak Matteo.

"Leluhur Gardenia bahkan mungkin malu mengakui kaisar ke dua belas karena pengkhiatan yang begitu hina telah dilakukan. Membuat kaisar Cassia lemah dan tak bedaya sampai menjemput maut, kau pengkhianat amatir yang menjijikan," tutur Gatlin, kentara akan amarah yang begitu besar.

"Jaga perkataanmu, darah Lareon tak akan melakukan hal hina itu!" William menimpali tak kalah tajam.

"Teruslah berteriak, sampai dua omega itu mati." Gatlin berdecih, ia melirik Harley dan Graziano yang sudah kehilangan kesadaran.

Sontak membuat William dan Matteo menghampiri Graziano, sedangkan Gatlin mengangkat tubuh ringkih Harley, melangkah membawanya pergi tanpa peduli pada keluarga si omega.

_______

Wajah pucat Harley membuat Gatlin tak nyaman, ia menyuruh tabib Myl untuk memeriksa si omega.

Feromon menenangkan ia berikan pada sang selir, membuat Harley tampak nyaman dalam tidurnya.

"Yang mulia, selir pertama mendapat kekerasan fisik, ia juga mendapat banyak tekanan. Orang rendah ini khawatir, ia akan mendapat luka dalam," tutur tabib Myl.

Gatlin menatap tubuh Harley yang banyak terdapat lebam dipaha, kaki, leher dan perutnya.

"Siapa yang bersama selir pertama selama seharian ini selain anjing liar itu?" ucap Gatlin, ia menatap pengawal pavilliun sang selir yang menunduk takut.

"Ah, tampaknya kalian sudah tak mau bicara." Gatlin menarik belati dibalik pinggangnya.

Sret!

"Argghh!"

Tepat belati itu pada mulut salah satu pengawal, membuat jeritan kesakitan akibat luka memanjang yang merobek mulutnya.

Tabib Myl bahkan sampai memalingkan wajah, tak kuasa melihat.

"Mohon ampun yang mulia!" Sontak yang lainnya, berlutut.

"Selir pertama, diperintah viscount Axer membersihkan kandang kuda bersama para pelayan, kami tidak tahu apa yang terjadi." Salah satu dari mereka menjelaskan.

"Jendral Hans!"

Jendral Hans langsung menghampiri Gatlin, ia memberi hormat pada yang agung pemilik kekaisaran Cassia.

"Habisi mereka," ucap Gatlin rendah. Aura kegelapan itu tak pernah pudar dari sang kaisar.

"Yang mulia!"

"Kaisar, mohon ampun! Yang agung milik Cassia!"

"Yang mulia kaisar!"

Gatlin memejamkan mata, enggan menatap mereka yang memohon. Bukankah mereka sudah lalai?

Hening.

Setelah jendral Hans membawa para pengawal pergi, hanya ada keheningan. Gatlin melirik Harley yang terusik, ia kembali menenangkan diri agar feromonnya tak mempengaruhi si omega.

"Rawat dia sampai kembali pulih."

Setelah mengatakan itu, Gatlin beranjak.

Ia memilih berdiam diri di pavilliun Orchid, dimana pavilliun yang penuh keheningan dan hanya di isi buku-buku dan lembaran kertas. Pavilliun ini tak pernah ada yang memasuki kecuali dirinya dan orang tuanya di masa lalu.

Gatlin, memiliki saudara tiri. Ayahnya memiliki banyak selir dan juga anak, tapi ia adalah anak dari permaisuri yang sah secara darah dan kertas. Walau banyak saudara, ia tak pernah dekat dengan mereka.

Bahkan selama tinggal di istana, mereka layaknya orang asing di mata Gatlin. Sejak ia mengemban beban sebagai putra mahkota bendera permusuhan antara ia dan saudaranya yang lain begitu kentara, membuat ia tak bisa percaya pada siapapun. Mungkin saja rakyat dan orang-orang kepemerintahan ada yang membelah kubu dan memihak saudaranya yang lain. Karena itu ia menerima usulan marquiss Draven untuk menikahi Shero, semata-mata agar mendapat dukungan lebih.

Tapi ternyata sama saja, Marquiss Draven meretakkan sebuah kepercayaan.

Lukisan dirinya di masa kecil terpajang apik di dinding, tatapan bocah delapan tahun itu tampak dingin sejak dini. Dengan hiasan emas di rambutnya, layaknya intan permata yang jika terluka maka seluruh Cassia akan terguncang.

"Kepada yang agung Cassia, berikan tangan kecil itu sebuah cahaya."

Pangeran keduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang