4 : Clark Averill

9.4K 589 7
                                    

4 : Makan Siang.

Aku sudah duduk di kursi kerjaku. Rasanya kepalaku pusing, melihat berkas berkas yang banyak. Di tambah lagi, sekretaris yang menyebalkan dan tidak menggoda. Kan jadinya tidak ada hiburan.

Aku masih memikirkan cara untuk menaklukan itu satu sekretaris menyebalkan. Sepertinya dia tidak normal, makanya dia tidak terpesona dengan ketampananku. Harusnya wanit yang normal tuh pasti sudah melirikku terus menerus. Eh ini dia malah menghinaku.

Sudah mau jam makan siang, tapi aku masih berkutik di depan laptopku. Semakin lama semakin banyak saja pekerjaanku.

Tok tok tok.

"Masuk."

"Hai sayang."

Aku menoleh ke arah suara wanita itu. Livia. Jika kalian pikir dia adalah pacarku, kalian salah besar. Dia hanyalah salah satu penghiburku, bisa dibilang seperti jalang. Memang jalang sih, dia bahkan menjual tubuhnya.

Aku tidak tahu kenapa dia bisa masuk, setahuku aku tidak ada janji sama dia. Harusnya dia berjanji dulu sama aku jika mau ke kantorku. Aku memang butuh penghibur, tapi tidak saat aku di kantor juga. Bisa bisa sekretaris menyebalkan itu malah menghinaku playboy lagi. Eh emang iya sih.

"Memang sekretarisku mengijinkanmu masuk?" Tanyaku dingin.

Livia mengangguk sok manis, "itu sekretaris barumu ya? Bagus deh sekretaris lamamu yang murahan itu sudah diganti."

Hei dia bilang sekretarisku yang lama itu murahan? Apa dia tidak ngaca bahwa dia juga murahan?

Aku langsung menghubungi ponsel Ama. Aku yakin dia sedang makan siang, jadi dia pasti tidak ada di mejanya.

"Elah, apa sih telfon?" Tanyanya langsung.

Kalau dia bukan anak sahabat papa udah aku pecat. Tidak punya sopan santun sekali.

"Bisakah kamu mengucapkan salam dulu?" Tanyaku kesal.

Aku yakin dia sedang memutar bola matanya di ujung sana, "selamat siang, bapak Kelark yang terhormat. Ada keperluan apa bapak menelfon saya? Bapak tahu tidak saya lagi menikmati makan siang saya ini."

Pertama kalinya ada wanita yang seperti ini kepadaku. Cih, palingan wanita sok jual mahal.

"Siapa yang menyuruh Livia masuk ke ruanganku? Saya kan sudah bilang, yang boleh masuk itu jika sudah membuat janji dengan saya. Dan nama saya Kelark bukan Clark." Geramku kesal.

Aku mendengarnya mendengus dari ujung sana, "yaelah pak, sama pacar sendiri mah gausa pake janji kali. Takut ketahuan selingkuh? Tenang nanti kalau ketahuan akan saya bantuin biar tidak ketahuan."

Kalau ngomong sama Ama memang harus ekstra sabar, bisa mati muda aku. "Dia bukan pacar saya, Amaris." Balasku kesal.

"Loh tadi dia bilang dia oacar bapak? Gimana sih? Jangan jangan bapak lupa ya kalau dia pacar bapak karena saking banyaknya pacar. Duh kasihan dirinya."

Tuh kan sudah aku bilang, dia itu wanita super duper menyebalkan. "Saya tidak mau tahu, sekarang juga kamu kesini."

"Eh pak, saya kan lagi makan. Bentar lagi deh, saya makannya pake jurus turbo deh. Lima menit lagi ya." Ucapnya.

"Kalau kamu tidak kesini dalam satu menit, kamu saya pecat dari perusahaan saya agar kamu dipecat juga dari keluargamu." Balasku kesal.

"Eh iya deh iya iya saya ke sana sekarang. Bawel." Cibirnya.

Aku langsung mematikan sambungan telfonku, lihat saja aku akan bikin Amaris terpesona denganku. Biar tahu rasa dia.

"Sekarang kamu kelua dari ruanganku." Perintahku kepada Livia.

Bitter than SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang