7 : Amaris Ernestine

8.3K 465 2
                                    

7 : Perjodohan.

Hari ini aku harus pulang lebih awal dari kantor. Entah, mami maksa aku untuk pulang lebih awal. Katanya sih mau makan malam bersama sahabat papi.

Aku melihat pantulan di cerminku. Dress hitam ketat, rambut coklat gelapku yang disanggul, heels hitam dan make up yang di poles natural cukup mempercantik diriku. Yang pasti lebih cantik dari biasa aku ke kantor.

Ini juga akibat paksaan mami dan papi yang minta aku make up cantik. Aku curiga, curiga akan di jodohkan. Kan di novel novel yang aku baca biasanya kayak gitu.

Segitu tidak lakunya kah aku?

Aku menyingkirkan segala pemikiran burukku, belum tentu aku dijodohkan.

Aku pun melajukan mobilku menuju restaurant yang dimaksud. Setelah mami dan papi turun, aku pun memakirkan mobilku. Setelah itu aku segera turun untuk masuk.

Saat aku mencari mana mami dan papi, ada yang memanggilku. Mami memanggilku dan melambai lambaikan tangannya. Aku pun mendatanginya.

Aku melihat papa dan mama Kelark yang duduk di depan mami dan papi. Semoga saja Kelark ga datang. Tapi aku melihat seseorang yang duduk di sebelah om dan tante. KELARK?!

Setelah berdebat sebentar aku pun duduk di sebelah mami, cih langsung tidak nafsu makan aku.

Tante dan mami malah menceritakan tentang masa kecilku. Duh malu kan aku. Masa aku harus nangis hanya karena di tinggal oleh Kelark?! Cih harga diriku jatuh langsung. Tapi aku berusaha mengontrol ekspresiku. Malu gila!

Aku mengeluarkan suaraku, aku bilang kalau aku nyesel pernah menangis karena Kelark. Cih, malu banget aku.

"Ama jangan gitu dong." Tegur papi saat aku menyindir Kelark.

Aku hanya mendengus lalu kembali memakan makanan yang telah dipesan.

"Ehm." Deheman Om membuat semua pandangan tertuju padanya.

"Sebenarnya ada yang ingin papa bicarakan kepada kamu Clark dan juga Ama."

Aku menaikkan satu alisku tanpa menatap Om, jangan bilang mau dijodohin.

"Jangan bilang mau dijodohin." Celetukku tanpa mengalihkan pandangannya dari makanan. Akhirnya kalimat yang aku ingin keluarkan dari tadi keluar juga dari mulutku.

"Aww papi sakit tahu." Ringis aku saat papi menjitak kepalaku. Emang benar kan mau dijodohin?

"Kalau ngomong tuh disaring dulu." Tegus papi.

Aku mendengus dan memutar bola mataku, "benar kan, biasa kalau di novel novel tuh emang kayak gitu. Dan kalau pun beneran, aku akan menolak." Ucap aku sedatar mungkin.

"Ama cintaku, kan mami udah bilang. Kalau kamu gabisa cari jodoh, mami yang akan cari jodoh buat kamu." Ucap mami membuat aku langsung menoleh ke arah mami.

Aku menatap mami horror, "jadi ini beneran mau di jodohkan?" Pekikku. Gila coy, ini kayak di FTV aja. Aduh hidupku, mau jadi apa coba.

Aku ga mau dijodohin. Kalau pun di jodohin, aku gamau sama Kelark. Gila, bisa mati muda aku.

Tante, Om, mami dan papi mengangguk, "APAAA?!" Pekikku dan Kelark berbarengan.

Plak.

Aku menampar pipiku sendiri, "awww." Ringisku. Ternyata ini bukan mimpi.

Ini bukan mimpi.

INI BUKAN MIMPI SODARA.

Gila, yatuhan apa salahku sampai sampai harus dijodohkan sama makhluk super duper menyebalkan.

"Ini mimpi. Ini mimpi Ama, jangan di anggap serius. Tapi kok aku bisa mimpiin Kelark ya?" Gumamku sambil menatap makananku yang sudah habis.

Tapi tadi aku nampar malah sakit. Jadi ini bukan mimpi?

"Ini mimpi kan?" Tanyaku pelan.

"Ini dunia nyata sayang." Jawab mami.

"Jadi beneran aku di jodohin sama Kelark?" Tanyaku tidak percaya.

Mereka berempat serempak mengangguk, "ya tuhan jangan sampai aku mati muda." Gumamku.

"Ama! Tidak boleh ngomong gitu." Tegur papi.

Biarin aja, biar om sama tante ilfeel punya mantu kayak aku.

"Udah gapapa Rev, biar Ama beradaptasi dulu." Ucap Tante.

Mami mengusap punggungku, rasanya aku mau nangis karena tidak percaya. Tapi aku ga boleh nangis, bisa dikira cengeng aku.

"Aku gamau di jodohin." Ucapku.

"Tidak ada penolakan Ama." Tegas papi.

Apa aku bisa membatalkan perjodohan ini?

"Mi, masa mami tega menjodohkan anak mami yang manis ini kepada pria angkuh kayak gitu." Rengekku sambil menunjuk Kelark yang tampangnya santai santai aja dan nerima perjodohan ini.

"Ama, kan papi sama mami udah kasih kamu waktu buat cari pacar. Mama dan papanya Clark juga udah ngasih dia waktu. Tapi pada akhirnya, kalian tidak bisa mendapatkannya. Dan terpaksa kalian harus dijodohkan, dan tidak ada penolakkan." Tegas papi.

"Iya Ama dan Clark, kami tidak terima penolakkan. Acara tunangan akan di adakan bulan depan. Bulan ini, pakailah untuk mengenal satu sama lain. Kami yakin kalian akan jadi pasangan yang serasi." Ucap Tante.

Aku hanya bisa mengangguk lemah, eitss jangan kira aku akan menerima. Selama jalur kuning belum melengkung, aku masih bisa membatalkannya. Kalau sudah melengkung, nanti aku catok biar lurus lagi. Yang penting aku ga mau ya punya suami playboy. Bisa bisa nanti dia selingkuh lagi.

"Dan Clark, tidak ada main main sama wanita lain. Ingat kamu punya Ama, kalau kamu ketahuan main main bersama wanita lain. Kamu akan tahu akibatnya." Ucap Om.

Aku terkikik geli melihat wajah Kelark yang memelas. Rasain tuh makanya jangan playboy.

"Dan kamu juga Ama, tidak ada main main sama laki laki lain." Tegas papi.

Loh sejak kapan aku main main sama laki laki. Ih aku ga playgirl ya. Lihat sekarang Kelark yang terkikik geli.

"Ih papi, sejak kapan aku main main sama laki laki. Adanya laki laki yang mainin aku."

"Eh Kelark jangan ketawa ketawa, kamu tuh suka nidurin wanita." Sungutku kesal.

"Ama! Clark lebih tua dua tahun dari kamu, jaga sopan santun. Dia itu calon tunangan kamu." Tegur papi.

Lihat Kelark semakin terkikik, dasar pria menyebalkan.

"Baru calon pi." Ralatku.

"Satu bulan lagi akan jadi tunangan. Jaga sikapmu Ama."

Apa aku bisa melupakan Raikan? Iya Raikan adalah pacarku yang pertama dan cinta pertamaku yang hilang di telan bumi. Entah kemana. Bahkan dia belum bilang putus, tiba tiba saja tidak ada kabar. Memang semua playboy itu brengsek, Raikan memang seorang playboy.

Rasanya mataku memanas mengingat itu. Tapi aku ga boleh terus terusan cinta sama Raikan. Aku bodoh. Walaupun aku udah ga begitu cinta sama Raikan, tapi kan ada sedikit rasa. Dikit saja.

"Ok kalau itu mau kalian." Ucapku berusaha menyingkirkan bayangan tentang Raikan.

Rasanya aku ingin pulang, menangis sepuasnya. Menangis untuk yang terakhir kalinya sebelum aku benar benar melepas Raikan.

Bahkan fotonya saja masih aku simpan, kenang kenangan yang dia beri masih ada di bawah tempat tidurku.

Setelah berpamitan, aku pun pulang. "Besok kamu berangkat bersama Clark. Dan jaga sikapmu itu Ama." Tegas papi.

"Iya pi."

Percuma aku menolak, tidak akan berubah.

Bitter than SugarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang