9 : Suara itu..
Aku menghela nafas berat. Sudah dua minggu aku tinggal di apartment yang dibelikan Kelark waktu itu. Apartment yang didominasi warna putih emas.
Ada sekitar 30 kardus yang aku harus bereskan, yang pasti dibantu Kelark. Kalau tidak bisa stress aku membereskannya sendiri.
Kardus kardus yang berisi barang barangku sudah aku buang, karena sudah selesai aku bereskan. Membereskan kardus pun membutuhkan dua minggu. Aku menghempaskan tubuhku di sofa putihku. Hanya satu kardus yang belum aku bereskan. Kardus yang bertuliskan nama Raikan's.
Aku tidak tahu dimana aku harus menyimpannya. Apa aku membuangnya saja? Membakarnya?
Tapi kenang kenangan di dalam kardus itu terlalu indah. Barang barangnya terlalu berarti. Tidak mungkin aku membuangnya begitu saja, walaupun orangnya telah menghilang. Tapi barang barangnya tetap berarti bagiku.
Ting tong
Tiba tiba suara bel berbunyi, aku yakin pasti Kelark. Setiap hari dia pasti datang, hanya untuk beristirahat. Nanti malam dia baru pulang. Sudah menjadi kebiasaan, percuma aku mengusirnya. Dia tetap keras kepala ingin beristirahat di apartmentku.
Anehnya, dia malah memencet bel apartmentku. Padahal dia sudah tahu kode apartmentku. Memang dia gila.
Aku segera bangkit dari sofaku. Jika kalian pikir aku akan membukanya, kalian salah besar. Untuk apa aku membukakan pintu kepada orang yang mengetahui kode apartmentku. Buang buang waktuku saja.
Aku mengambil kardus yang bertuliskan Raikan's lalu masuk ke dalam kamarku. "Kenang kenangan yang kamu buat terlalu indah Rai, sehingga aku tidak bisa membuangnya begitu saja." Ucapku pelan di atas kasurku sambil menggerakan tanganku seperti meraba kardus itu. Lebih tepatnya meraba tulisan yang ada di atas kardus itu. Raikan's.
Aku menaruh kardus itu asal di bawah kasurku. Tepat seperti dulu aku menyimpannya.
Setelah itu aku kembali ke sofa dan mendapati Kelark yang sudah membaringkan tubuhnya. Aku tahu dia lelah.
Aku cukup tahu diri, karena hampir semuanya. Perabotan dan bahkan apartmentnya Kelark lah yang membayar. Jadi aku biarkan saja, dia mengaggap ini seperti apartmentnya. Asal tidak berlebihan.
"Udah rapatnya?" Tanyaku kepadanya sambil duduk di kursi barku.
Dia memang pulang telat karena harus rapat bersama rekan bisnisnya. Tanpa aku. Dia memintaku untuk langsung pulang, katanya sih takut kecapean.
Selama ini sih dia memang manis kepadaku, tapi semua playboy kebanyakan kayak begitu bukan? Manis di awal, pahit pada akhirnya.
Sorry ya, aku tidak mungkin termakan oleh tingkah manismu itu.
Kelark mengangguk, "bawel banget tahu ga mereka." Gerutunya.
"Namanya juga Bu Miranda. Wanita mah pasti bawel." Balasku sambil terkikik.
Kelark memejamkan matanya, "aku tidur sini aja ya. Cape."
Aku sontak melotot, "eh gaboleh!"
"Ah ayolah Am, aku lelah. Badanku rasanya pegal semua." Pintanya memelas.
Tapi sama saja tetap dalam pendirianku.
"Ga! No!" Ucapku sambil melipat kedua tangan di depan dada.
"Kamu memang jahat ya sama calon tunanganmu sendiri." Cibirnya sambil memejamkan mata.
"Memang!" Balasku kesal.
Jam menunjukkan pukul sepuluh malam dan Kelark masih juga belum pulang. "Kelark, pulang sana." Ucapku.
Akhirnya kami berdebat dulu sampai akhirnya aku menarik Kelark untuk keluar dari apartmentku. walaupun dia yang membelikanku apartment ya sama saja. Dia tidak boleh nginap disini!
KAMU SEDANG MEMBACA
Bitter than Sugar
Подростковая литература[Cerita di PRIVATE, hanya followers yang bisa baca] Klise. Kedua insan dipertemukan dengan cara perjodohan. Kedua insan dipaksakan untuk saling mencintai. Kedua insan berpura-pura untuk berbahagia disaat hatinya masih meraung-raung, masih menolak me...