Keesokan harinya, Delynn dan Lily berjalan beriringan di koridor sekolah. Delynn memasang wajah dinginnya, siap menghadapi tatapan intimidasi yang mungkin datang. Setiap langkah mereka mengundang perhatian, tetapi Delynn tidak menunjukkan sedikit pun rasa takut. Dia tahu bahwa dia harus kuat untuk melindungi Lily.
Mereka berjalan dalam keheningan hingga Lily menoleh ke arah Delynn. Menyadari tatapan sahabatnya, Delynn langsung mengubah ekspresinya menjadi lebih lembut.
"Kamu baik-baik saja, Lily?" tanya Delynn dengan suara lembut, senyum tipis terukir di wajahnya.
Lily mengangguk pelan, meskipun wajahnya masih menunjukkan sedikit kekhawatiran. "Aku baik-baik saja, Delynn. Terima kasih sudah selalu ada buat aku."
Delynn meraih tangan Lily, menggenggamnya erat. "Kamu nggak perlu khawatir. Aku di sini untuk kamu. Kalau ada apa-apa, bilang saja."
Mereka melanjutkan perjalanan menuju kelas, Delynn memastikan bahwa tatapan intimidasi dari siswa lain tidak akan mengganggu mereka. Setiap kali tatapan dingin menghampiri mereka, Delynn balas menatap dengan tajam, memastikan bahwa pesan perlindungan tersampaikan dengan jelas.
Saat mereka tiba di depan kelas, Shasa, Lana, Fritzy, Nachia, Regie, Erine, dan Aralie sudah menunggu. Mereka menyapa Delynn dan Lily dengan senyuman hangat, menciptakan atmosfer yang lebih nyaman.
"Selamat pagi, kalian!" sapa Shasa riang, mencoba meringankan suasana.
"Selamat pagi," balas Lily dengan senyuman.
Delynn memandang teman-temannya dan merasa lega. Mereka semua adalah sahabat yang siap mendukung dan melindungi satu sama lain. Dengan dukungan mereka, Delynn merasa lebih kuat untuk menghadapi hari itu.
Delynn dan Lily masuk ke dalam kelas dan menuju bangku mereka. Delynn meletakkan tasnya lalu menghampiri Shasa yang tak jauh darinya.
"Gimana?" tanya Delynn pada Shasa dengan suara pelan, berusaha tidak mencurigakan.
"Barusan aku lihat mereka di toilet, tiga orang," jawab Shasa.
"Oke, aku mau ke sana," kata Delynn, bertekad.
Shasa menahan tangan Delynn. "Delynn, ingat ya. Tanpa kekerasan ataupun kontak fisik."
Delynn menghela nafas, "Iya, iya." Dia pun kembali ke bangkunya. "Lily, aku ke toilet sebentar ya."
"Aku temenin ya?" tawar Lily.
"Nggak usah, Lily, nggak apa-apa. Aku bentar aja kok," jawab Delynn, berusaha meyakinkan.
"Oh, oke," jawab Lily ragu-ragu.
Delynn pun pergi menuju toilet. Gelagat Delynn yang sedikit aneh membuat Lily penasaran, terlebih lagi saat Delynn berbicara seperti berbisik dengan Shasa. Tanpa pikir panjang, Lily pun mengikutinya diam-diam.
Delynn tiba di toilet, dia mencuci tangannya di wastafel dan mulai berbicara. "Hei, kalian bertiga," panggil Delynn dengan suara rendah tapi tegas. Tiga siswi itu menoleh dan langsung menunjukkan ekspresi kaget.
"Ada apa, Delynn?" salah satu dari mereka bertanya dengan nada defensif.
"Aku tahu kalian yang mengganggu Lily kemarin," ujar Delynn, tatapannya tajam. "Aku cuma mau bilang satu hal: berhenti ganggu dia. Kalau kalian punya masalah, hadapi aku, bukan dia."
Salah satu siswi mendengus, "Oh, jadi kamu pacar pelindungnya sekarang?"
Delynn tetap tenang. "Aku cuma nggak suka kalau ada yang dibully. Jadi, tolong hargai teman-teman kita."
Siswi yang lain tersenyum sinis. "Dengar, Delynn, kamu mungkin bisa sok jagoan di sini, tapi kami nggak takut sama kamu. Kalau kamu mau urusan ini selesai, ayo selesaikan sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Flashlight [Lilynn]
Teen FictionDelynn, seorang gadis SMA yang dikenal dengan sikapnya yang dingin, menemukan dunianya perlahan berubah ketika Lily, seorang gadis yang ceria dan baik hati, menjadi tetangga dan teman sekelasnya. Meskipun awalnya Delynn menolak, kehangatan dan kebai...