[09] Keasinan

2.6K 135 22
                                    

Happy Reading

🍥🍥🍥

"Kita ketemu lagi" ucap Nadir yang tidak sengaja berpas-pasan dengan Alisya ketika memasuki tempat tanding antar sekolah SMA Berlian dan SMA Mutiara.

"O" Alisya membulatkan mulutnya dengan wajah datarnya.

"Lo mau tanding?" Tanya Nadir mengikuti Alisya.

"Y"

"Ngapain lo ngikutin gue?" Tanya Alisya memandang tajam Nadir.

"Hehe, cuman mau lihat lo latihan" jawabnya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Pergi. Lo itu musuh sekolah gue" usir Alisya.

"Gue gak mau!" Nadir memilih tetap ditempatnya tanpa berniat pergi.

"Pergi sebelum gue bikin lo pingsan" Alisya sudah bersiap memukul tengkuk Nadir agar remaja laki-laki tersebut pingsan.

"Buset! Oke gue pergi. Jangan kege-eran kalau gue suka sama lo, gue disuruh Bang Elgar buat jagain lo" Nadir segera melindungi tekuknya dan menjaga jarak dengan Alisya.

'Bisa habis gue kalau salah langkah' batin Nadir menatap Alisya bagaikan sang predator yang siap memangsa hewan lebih lemah darinya.

"Lah, siapa juga yang bilang gue suka sama lo? Lagi pula gua nggak ada urusan sama Elgar" Alisya menatap tajam Nadir yang membawa-bawa nama Elgar.

"Waktu lo akan datang. Mau lo percaya atau kagak, waktu akan menjawab" Nadir pergi dari hadapan Alisya yang mengepalkan tangannya erat.

"Dimenangkan oleh Alisya Haven dari SMA Internasional Berlian!" Ucap seorang pembawa acara senang dengan hasilnya.

Berbagai tepuk tangan menggelegar di ruangan tersebut. Alisya tersenyum simpul dan menyeka bibirnya yang sedikit sobek.

Namun itu tidak seberapa dengan lawan yang terkena serangan dari Alisya. Sepertinya dia harus di urut pada bagian lengannya.

Yah itu bukan salah Alisya. Rencananya Alisya akan menyerang seperti biasa tapi lawan dari SMA Mutiara bergerak diluar dugaan, mau tidak mau Alisya langsung menekan area fatal.

Dari kejauhan Elgar tersenyum, begitu pula dengan ke enam orang lainnya yang puas dengan hasilnya.

"Dia nggak bakal kenapa-napa, kan?" Oliver menatap Elgar khawatir.

"Gue nggak tahu" Elgar mengendikkan bahunya santai.

Oliver menarik baju Elgar yang membuatnya terangkat di udara.

"Ini yang gue benci" gumam Elgar yang dapat didengar oleh semuanya.

"Seharusnya lo marah pada Ayah lo, kenapa harus khawatir sama dia" tunjuk Elgar mengarah pada Alisya.

"Lo juga, kan?! Lo lihat dia dengan sosok yang lain!" adu Oliver menunjuk-nunjuk Elgar.

Semuanya terdiam, terlebih lagi para anggota yang sudah kuliah kecuali Nadir menatap Alisya dengan khawatir.

🍥🍥🍥

"Ibu! Alisya bawa medali emas!" seru Alisya pada Alisha yang berdiri dan tersenyum lembut.

"Ibu bangga sama Alisya tapi sekarang kita obatin dulu lukanya sebelum parah" Alisha segera membuka kotak obatnya.

Sambil diobati oleh Alisha, Alisya berpose dengan tangan yang membentuk huruf V dengan senyuman khasnya untuk di foto oleh Ardhika.

"Bagus nggak, Yah?" Tanya Alisya mengintip hasilnya.

"Bagus, dong. Anak ayah selalu cantik mirip seperti... Ibunya" Ardhika tersenyum menatap Alisha yang dibalas senyuman tipis.

"Tentu aja dong, Alisya lebih mirip Ibu dari pada Ayah" Alisya memeluk Alisha.

Bisa dilihat bahwa dia lebih sayang Alisha dibandingkan Ardhika. Sebab pengorbanannya lebih besar dibandingkan Ardhika.

Seorang Ibu akan merawat anaknya dengan baik, memberikan kasih sayang, serta mengajarkan hal-hal yang terbaik dari terbaik tersebut agar anaknya bisa berkembang menjadi anak yang lebih baik lagi dimasa depan.

"Alisya, ayo makan dulu" bujuk Alisha pada Alisya yang enggan makan.

"Mana bisa Alisya makan, Bu! Yang masak aja Ayah, nggak bisa Alisya percaya dengan rasanya" tolak Alisya mentah-mentah.

Ardhika menghela napasnya berat. "Ayah tahu masakan ayah nggak enak, tapi coba dulu dong, nak. Demi Alisya, Ayah rela memasak" pinta Ardhika.

"Ayah nggak ingat seminggu yang lalu kita keracunan dan masuk UGD?" Alisya mengingatkan kejadian seminggu yang lalu dimana semuanya muntah-muntah dan pingsan karena masakan Ardhika yang menggunakan susu basi serta mencampurkan semua bumbu.

Kalau mengingatnya saja sudah membuat Alisya merasakan kondisi saat itu, mana mau Alisya makan lagi.

"Sebelum Alisya, coba Ayah makan duluan. Kalau ayah keracunan kita bisa panggil ambulans"

"Kamu mau ngorbanin Ayah?" Celetuk Ardhika.

"Kan, masakan milik Ayah harus dimakan duluan sama yang bikin"

Alisha menghela napas mendengar pertengkaran antar suaminya dan anaknya tersebut.

"Biar Ibu yang cicipi dulu" Alisha mengambil sedikit kuah dari sayur tersebut.

Entah itu masakan apa yang dibuat Ardhika yang sudah berubah bentuk. "Sa-sayang, kebanyakan garam" ucap Alisya terbata-bata karena lidahnya yang seperti mati rasa setelah diterpa kuah yang sangat asin.

"Ibu! Ini minumnya" Alisya memberikan segelas air pada Alisha yang diterima baik.

"Ayah sih, udah dibilang jangan masuk dapur lagi, untung ibu nggak keracunan" marah Alisya.

"Masa sih, asin? Tadi Ayah tambahin gula dari pada garam" Ardhika mengambil sesendok kuah sama seperti Alisya.

Hanya melihat ekspresi wajahnya yang seperti sebentar lagi dia akan mati pun sudah jelas jawabannya.

"Nih, air nya" Alisya menyodorkan segelas air.

"Ayah nyerah" ucap Ardhika setelah meminum air.

"Padahal ayah udah belajar dari ahlinya" lanjutnya.

"Emang ayah berguru pada siapa?" Tanya Alisha penasaran.

"Sama Dede" jawab Ardhika polos.

Alisha dan Alisya ingin sekali menjewer telinga Ardhika dan berteriak.

"AYAH BODOH!!!"

Tentu saja Ardhika bodoh dalam masak, bahkan mencari gurunya saja tidak becus. Masa Dede yang tidak bisa masak menjadi guru, masak telur saja masih minta istrinya yang masak, apalagi ini.

🍥🍥🍥

Apalah Nadir apalah dia

Jangan lupa vote & komennya
See you

ALISYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang