[35] Masa Lalu

46 10 0
                                    

Jadilah pembaca yang bijaksana yang menghargai karya penulis setelah menikmati karyanya
———

"Lepasin! Elgar kita mau kemana? Jangan bawa gue ke tempat aneh-aneh. Gue masih suci!"

"Emang lo pikir gue mau bawa lo ke apartemen gitu?" Sebelah alis Elgar terangkat mendengar kalimat frontal yang di keluarkan bocil bermulut cabe ini.

"Bisa jadi, kan? Lo laki-laki pastinya normal kan?"

"Apa bagusnya? Lo masih kecil, pendek pula" maki Elgar sebab Alisya yang berisik dan mengganggu pendengarannya. Berbanding terbalik dengan (nya).

"Gini-gini gue cewek ya. Masih untung gue suka sama lo, gue aja selalu nolak Aldi yang sempurna dalam segi manapun" ucap Alisya yang sedikit sakit hati akan perkataan Elgar yang menyakiti hati kecilnya itu.

Bahkan tanpa Elgar sadari, Alisya menatap dirinya sendiri melalui sebuah bangunan yang terdapat kaca hitam itu dengan sedih. Badannya sangat jauh dengan badan Elgar yang menjulang tinggi. Tinggi Alisya hanya sebatas ulu hati Elgar membuatnya sedih.

Kenapa Alisya harus sependek ini? Gizi yang Ibu berikan cukup untuk Alisya tumbuh tinggi kayak teman-teman. Tapi kenapa?

Brak!

Elgar menyudutkan dan menahan sebelah sisi Alisya yang ia bawa ke arah mobilnya dengan gerakan lembut agar tidak menyakiti Alisya nya yang mungil. "Jadi lo beneran suka sama gue, hm?" Tanya nya lalu mendekatkan wajahnya hingga kepala Alisya terpentok kaca mobil saking terkejutnya dengan tindakan Elgar.

Wajah Elgar begitu dekat dengannya, hingga membuat Alisya gugup sekaligus malu entah kenapa.

"Hic! Hic!" Suara cegukan keluar dari mulut Alisya.

"Dasa bocil" Elgar menjauhkan wajahnya dengan senyuman miring begitu berhasil membuat Alisya terdiam atas tindakannya.

"Masuk" perintahnya yang segera dituruti Alisya walau jantungnya masih berdebar tidak karuan.

🍥🍥🍥

"Dia nggak bakal ngapa-ngapain Alisya, kan?" Tanya Azis memastikan kembali.

"Iya, dia nggak bakal ngapa-ngapain Alisya. Emang wajah dia sebejat apa sampai lo-lo pada ragu?" Tanya Azlan sibuk dengan pekerjaannya.

"Namanya juga laki-laki, nggak ada yang tahu ada maksud tersembunyi" gumam Lena yang duduk paling pojok setelah Leni, sedangkan Aldi, Azis, dan Leo menjaga mereka. Jangan lupakan Arnold yang berjaga di sudut ruangan.

"Kalian kenapa ke sini?" Tanya Nadir.

"Suka-suka kita" jawab Raymond.

"Kalian mengganggu, bang. Lihat dia" Nadir menunjuk Leni yang bingung karena Nadir tiba-tiba menunjuk kearah nya.

"Emang kenapa?" Tanya Xackery.

"Dia baru aja siuman, bang"

"Oh" Xackery menganggukkan kepalanya.

"Gitu doang, mah biasa" ucap Immanuel.

"Elgar aja baru siuman langsung naik pesawat" ucap Azlan.

Nadir menghela napas nya sesaat sebelum tersenyum datar. "Kalian bisa bedain mana bang Elgar dan Leni?"

Buk

"Ya bisa lah, emang lo kira kita-kita ini bego apa gimana?" Kesal Immanuel memukul kepala Nadir.

"Ya makanya, biarin dia istirahat. Kalian semua keluar sana! Pergi ke mana gitu, jangan ganggu orang sakit. Ini masih di rumah sakit!" Kesal Nadir karena di pukul.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 18 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ALISYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang