[23] Amnesia

758 45 26
                                    

Jadilah pembaca yang bijaksana yang menghargai karya penulis setelah menikmati karyanya
———

"Kalian yakin, kita nyusul mereka?" Tanya Immanuel menatap keenam anggota lainnya.

"Yakin" jawab Elgar.

"Tapi ngapain kita kesana? Kita sibuk, El" ucap Azlan memberikan komentarnya.

"Jangan banyak bacot. Buruan" ucap Oliver yang sedari tadi sudah bersiap dengan penampilan yang super rapi menatap malas teman-temannya yang masih berceloteh ria.

"Gue disini aja" ucap Azlan yang masih keberatan.

"Ikutlah, Lan. Kapan lagi kita jalan-jalan ke luar negeri bareng-bareng" ucap Xackery.

"Tapi pekerjaan gue-"

"Gue gaji dua kali lipat" potong Elgar.

"Okey, kapan berangkatnya?!" Ucap Azlan semangat menggiring kopernya.

Elgar memutar kedua bola matanya malas.

"Uang terus!"

"Tanpa uang sengsara!"

Elgar menggelengkan kepalanya menatap teman-temannya yang masih saja meributkan dan saling menyindir tentang uang. Padahal mereka tinggal ikut saja akan kemauannya maka mereka juga mendapatkan uang yang digaji nya. Walaupun mereka semuanya sudah kerja di perusahaan besar tentu saja.

"Mau kemana lo?" Tanya laki-laki itu dengan tato elang di lehernya mematikan sepuntung rokok yang sudah pendek dihisap olehnya.

"Biasa"

Azlan, Xackery, Immanuel, Raymond, dan Oliver hanya bisa terdiam melihat Elgar yang sudah menghilang di balik tangga. Sudah dipastikan Elgar akan ke ruangannya yang berisi banyak kenangan disana.

Begitu pintu dibuka Elgar menghirup aroma yang selalu membuatnya tenang tapi juga membuatnya mual diwaktu bersamaan. Diraihnya sebuah foto yang berisi sosok perempuan yang begitu cantik menggerai rambut nya karena Elgar menyukainya sambil tersenyum dan disampingnya potret perempuan itu terdapat potret dirinya semasa kecil.

"El." Ucap Elgar kembali terdiam menatap sosok itu lekat-lekat.

"Gue harus pergi setelah sekian lama"

"Gue bakal mampir nanti, kalo ada kesempatan"

Setelah mengatakan itu, Elgar berbalik menuju pintu. Sebelum telinganya berdengung hebat hingga mengeluarkan darah dan setetes darah juga keluar dari hidungnya.

Uhuk!

Elgar terbatuk sambil menutup mulutnya dengan tangan. Begitu tangannya ia jauh kan dari mulut, tangan itu terdapat bercak darah.

Bruk!

🍥🍥🍥

Seorang wanita berkulit pucat yang hanya terbaring lemah tak berdaya di brankar rumah sakit selama 17 tahun lamanya akhirnya membuka mata.

Dirinya melihat ke sekitarannya yang berwarna putih dengan selang oksigen menempel di hidung nya. Beberapa pria berkepala botak segera menghubungi keluarga dari wanita itu dan sebagian lainnya memanggil dokter yang bertanggung jawab atas wanita itu.

Setelah melakukan pemeriksaan, dokter pun bertanya kepada wanita itu. "Apakah anda mengenal beliau?" Pancing dokter memperlihatkan sebuah foto seorang pria dengan wajah datarnya.

Wanita itu menggelengkan kepalanya, menandakan bahwa ia tidak tahu mengenai siapa pria itu. Dalam hati sang dokter bernapas lega seolah-olah itu merupakan hadiah yang luar biasa ia terima.

Sang dokter yang bernama Fara itu menatap seorang pria yang berdiri dengan tegak menunggu kalimat yang akan diucapkannya.

Fara menggelengkan kepalanya. "Dia amnesia" hanya itu yang mampu ia berikan.

"Tapi tenang aja, bisa jadi ini permanen ataupun hanya amnesia ringan" lanjutnya menyayangkan jika hal itu benar-benar terjadi.

Setelah Fara pergi. Perawat yang tadi menemani Fara ikut beranjak pergi setelah mengecek kembali kondisi alat dan mesin yang dipakai oleh pasien.

"Kalian siapa?" Tanya wanita itu menatap bingung para pria yang berjaga di ruangannya.

Matanya terlihat lembut saat menatap mereka berbanding terbalik dengan sifat aslinya yang akan selalu mereka ingat selama wanita itu koma.

"Akan kami jawab setelah Nyonya besar datang"

🍥🍥🍥

"Si Elgar lama bener, dah" ucap Raymond mulai kesal.

"Tidak biasanya" gumam Oliver mulai berjalan menaiki tangga diikuti Immanuel yang mulai merasakan hal yang mengganjal.

Pintu dengan pelan di buka oleh Immanuel, takut mengganggu Elgar kalau memang dia masih menatap foto perempuannya.

Begitu pintu terbuka kedua orang itu begitu terkejut dengan keadaan dan kondisi Elgar saat ini. "XACKERY!" Teriak Oliver membuat Azlan yang sedang memainkan ponselnya hampir terjatuh dibuat Oliver. Raymond yang juga sedang minum hampir memuncratkan seluruh air yang ada di mulutnya. Sedangkan Xackery dia hampir menjatuhkan alat olahraganya ke keramik mahal yang seharga dua buah motor baru.

"G*blok lo, ini tempat adem" marah Immanuel memukul lengan Oliver yang mengaduh kesakitan.

Untunglah Immanuel lebih tua dari Oliver kalau tidak mungkin Immanuel sudah tinggal nama. Tentunya Oliver juga takut dengan Immanuel yang memiliki masa lalu yang kelam. Hingga berani mentato kulitnya dengan lambang logo mereka diusia muda sewaktu SMA.

"Maaf, Na" ucap Oliver entah pada siapa.

Tidak lama suara pijakan kaki terdengar jelas. "Apaan?"

"Kenapa teriak-teriak, sih?"

"Gimana kalau keramik pecah, siapa yang ganti rugi"

Kekesalan, keluhan, dan amarah yang diberikan oleh Raymond, Azlan, dan Xackery terhenti kala melihat Elgar yang  sudah dalam kondisi mengenaskan.

"Ya Tuhan! Elgar, kok lo bisa mengenaskan gini?" Tanya Raymond histeris.

"Diam" ucap Azlan.

"Dari pada lo teriak-teriak nggak guna, mending bantuin Xackery" ucap Immanuel.

"Yeee, kita itu harus menunjukan ekspresi dikala memang dibutuhkan" sengit Raymond.

"Kenapa nggak diangkat ke bawah?" Tanya Xackery yang dibantu oleh Oliver menggendong Elgar di belakang punggungnya sebelum beranjak ke lantai pertama.

"Kita nggak sekuat lo" jawab Oliver.

"Elgar itu ringan, bege" sahut Immanuel.

"Kenapa nggak lo aja yang bawa?" Tanya Azlan.

"Malas"

"Terus kalo dia kenapa-napa gimana?" Tanya Raymond.

Immanuel memutar bola matanya malas. "Dia udah kenapa-napa, Ray"

"Iya juga, ya"

"Nggak gitu konsepnya!" Sahut Xackery, Oliver, dan Azlan bersamaan.

🍥🍥🍥

Jangan lupa vote and komennya, dan bagikan ke teman-teman kalian agar mereka tahu dan menikmati keseruan di cerita ini

Jangan lupa follow author @sanyalwira

Alisya-> @alisyahaven_

See you

ALISYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang