Chapter 4: Always

2.4K 121 15
                                    


HILL POV

Di bawah gedung Fakultas Kedokteran, saat hampir semua mahasiswa telah kembali, aku dan seorang teman lainnya sedang duduk di meja kayu dekat teras fakultas, tempat kami berkumpul untuk bekerja dalam kelompok. Sebenarnya semester belum dimulai tapi dosen sudah memberikan tugas pada mahasiswanya. Semua dokter wajib mengikuti kelas sebelum semester dimulai. Kenapa? Ya, karena mata kuliah kami banyak sehingga satu semester saja tidak cukup.

Aku Hill, mahasiswa kedokteran tahun kedua, dan aku juga Bulan di fakultas. Ini adalah posisi yang dianggap penting oleh banyak orang, meskipun bagiku itu tidak lebih dari serangkaian pengambilan foto dan wawancara.

Dan itu membuat hidupku semakin sulit. Sudah setahun ini ada senior, baik laki-laki maupun perempuan, yang datang menggoda ku. Meski bagiku itu tidak berarti apa-apa. Disukai banyak orang, terkadang itu tidak nyaman. Aku tidak terlalu tertarik pada siapapun. Aku bahkan tidak tertarik pada cinta. Entahlah, aku tidak bisa mengatakannya secara pasti, aku hanya merasa ada sesuatu yang selalu terpatri dalam pikiranku.

Karena pekerjaan ayah, seluruh keluarga ku harus pindah dan kejadiannya sangat mendadak. Pagi hari, ibu mengatakan jika kami akan pindah, lalu malamnya kami meninggalkan kota sebelumnya karena mudah bagi kami untuk memiliki rumah yang kami beli untuk ditempati ditempat baru. Namun ketika aku mulai kuliah, aku pindah ke sebuah kondominium sehingga aku dapat bepergian dan belajar dengan mudah.

Sebenarnya aku tidak pernah ingin pindah sama sekali. Aku merasa seperti meninggalkan seseorang tanpa kesempatan untuk memperbaiki kesalahpahaman atau mengatakan yang sebenarnya. Bahkan aku tidak sempat mengucapkan selamat tinggal, seolah-olah semua yang telah dilakukannya selama bertahun-tahun sia-sia. Seharusnya aku punya keberanian untuk memberitahunya sejak lama.

Sampai waktu berlalu....

Aku pergi untuk tinggal di bagian lain negara ini. Itu sangat jauh, dan aku tidak dapat menghubunginya lagi. Hal ini benar-benar membuatku menyesalinya. Namun aku masih berharap bahwa suatu hari nanti, kita bisa bertemu di suatu tempat di dunia ini.

Dan pada saat itu, apa perasaannya akan tetap sama? Dan apa yang akan dia pikirkan? Aku juga tidak tahu...tapi yang aku yakini adalah saat ini, dia mungkin akan membenciku.

Aku biasa duduk dan membaca pesan di room chat yang biasa kami gunakan untuk mengobrol dan itu membuat ku ingin kembali ke masa lalu jika bisa. Tapi, aku harus menghadapi kenyataan ketika akun Facebooknya ditutup, bahkan nomor telepon pun diganti. Dengan ini, kemungkinan aku bisa menghubunginya adalah nol. Bahkan jika aku pergi menemuinya, dia mungkin tidak ingin melihat wajahku.

Apapun yang terus terjadi...senyum orang lain tak pernah membuatku bahagia. Kebahagiaanku hanya mungkin terjadi jika ada senyuman orang itu.

Suatu hari, ketika aku sedang duduk membantu ibu meninjau dokumen untuk memberikan beasiswa kepada mahasiswa yang melamar ke universitas ini atas nama "Khunying Rattana", aku harus memeriksa dokumentasi mana yang lengkap dan mana yang tidak. Setelah meninjau hingga hampir bosan, aku menemukan sebuah dokumen yang menarik perhatian ku.

Panupong Photthasin Fakultas Kedokteran Hewan Tahun Pertama.

Aku mengalihkan pandanganku ke foto mahasiswa di pojok kanan. Itu benar. 😳

'Percayalah, semuanya tergantung pada 'Waktu dan kesempatan', suara seseorang terdengar di kepalaku. Aku biasa menggunakan ungkapan ini untuk menghibur diriku sendiri dengan berpikir bahwa masih ada harapan, bahwa kesempatan dan momenku akan datang suatu hari nanti.

Tapi itu benar-benar bisa saja terjadi...

Dan sepanjang hari itu, aku memikirkan hal ini dan memikirkan banyak hal: Apa yang harus aku lakukan? Akankah kita bertemu? Berapa banyak perubahannya ? Jika aku benar-benar bertemu dengannya, bagaimana aku akan bertindak? Apakah dia merindukanku? dan banyak hal lainnya.

[END] EAST: TAG! YOU'RE MINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang