Bab 16

1.1K 91 12
                                    

"Nai, kayaknya aku udah mau cuti deh. Takut banget tetep kerja kalau suami gak ridho." Ya dua hari pasca perdebatan Randy dan Adya keduanya masih saling bertahan pada sikap diamnya. Adya masih dengan egonya untuk tetap bekerja, sementara Randy masih dengan keputusannya agar Adya mengurangi aktifitasnya. Bukan tanpa sebab, selain Randy yang tidak bisa berada disampingnya selama 24 jam, beberapa kali juga Adya justru drop ketika berada di kantor.

"Aku setuju sama Randy mbak. Jangan ngerasa aku belain Randy ya. Ini semua juga buat kebaikan kamu sama adek di perut." Naina mengerti betul segala keresahan Randy. Dengan lembut ia mencoba mengingatkan Naina tentang posisinya sekarang sebagai istri dan ibu bagi janin yang dikandungnya.

"Diem-dieman sama Randy juga gak baik. Kalau mbak khawatir soal kerjaan, insyaallah aku yang bakal handle. Kalau ada hal yang sekiranya aku gabisa aku bisa ke rumah kamu buat minta tolong." Syukurlah Naina sedikit mengerti keresahan hatinya.

"Namanya juga rumah tangga Nai. Kadang hal kecil kayak gini kalau komunikasinya lagi gak baik juga jadi masalah. Tapi aku sadar sih aku udah keterlaluan sama mas Randy. Sampai ngomong hal yang bikin mas Randy tersinggung sebagai seorang suami. Hormon kehamilan kali ini juga bikin aku sensitif banget sama hal-hal yang gak sesuai sama keinginanku."

"Aku paham mbak. Kalau boleh saran, mbak coba pahami posisi Randy juga. Dia juga pasti khawatir kalau denger kamu mual muntah terus sampai susah makan. Apalagi manjanya kamu yang makin makin pasti bikin Randy gak tega ngebiarin kamu buat tetap kerja."

"Iya Naina sayang. Nanti aku bakal minta maaf sama mas Randy. Dan bicarain ini baik-baik. Terimakasih Naina ku sayang." Ucap Adya langsung memeluk Naina.

***

Dilain tempat Randy dan Ardi tengah menikmati kopi di sebuah kafe dekat kantornya.

"Masih diem-dieman Ran?" Tanya Ardi membuka obrolan.

"Iya ar. Gue bingung, takut kelepasan marah lagi. Adya juga gak mau mikirin dirinya sendiri. Ada dan gak ada gue juga kayak ya gak ada artinya buat dia." Jawab Randy sedikit kesal karena mengingat Adya yang tetap kekeh ingin bekerja.

"Sabar bro. Adya beberapa tahun udah terbiasa buat kerja. Apalagi pernikahannya yang dulu Lo tau sendiri kayak apa. Jadi dia terbiasa buat berdiri di kaki dia sendiri. Pelan-pelan pasti dia ngerti kalau Lo cuma mikirin keselamatan dia." Betul juga yang Ardi katakan, beberapa tahun ini kehidupan Adya tidak baik-baik saja. Bagaimana Randy lupa padahal ia yang menemani Adya selama 1 tahun ke belakang sebelum mereka menikah.

"Thank you ya ar. Kayaknya gue emang lagi butuh temen ngobrol aja. Jadi ada yang ngingetin."

"Ape sih lu kayak sama siapa aja. Gue juga gamau ngelihat muka Lo yang kayak kanebo kering gitu tiap hari." Bukan Ardi memang jika tidak memulai kericuhan dengan Randy.

"Buat hari ini gue gak akan marah, mau Lo ngejek gue kayak apa juga." Ucap Randy pasrah.

Ting. Sebuah pesan masuk pada ponsel Randy.

From : Bunda

Ran, sudah kamu selesaikan urusannya? Jangan sampai jadi Boomerang buat rumah tangga kamu sama Adya.

Randy mengehela nafasnya kasar. Belum selesai permasalahan dengan Adya kini Anisa menanyai Randy dengan masalah yang sama.

"Ar, gue cabut dulu ya." Pamit Randy pada Ardi. Ardi yang paham kondisi sahabatnya itu hanya mengangguk tak seperti biasanya mengganggu Ardi dengan segala cuitannya.


***


Adya sudah berada di rumahnya sedari sore tadi. Setelah menyerahkan berkas-berkas penting yang harus Naina ambil alih Adya memilih langsung pulang dan menyiapkan malam untuk suaminya. Adya tidak ingin masalahnya dengan Randy menjadi semakin berlarut-larut. Ia sadar tak selamanya harus laki-laki yang menurunkan egonya, kadang ia pun perlu melakukan hal yang sama.

Second DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang