Bab 25

812 80 29
                                    

2 bulan berlalu..

Keadaan Adya masih belum menunjukkan perkembangan yang signifikan. Hidupnya kini hanya bergantung pada alat-alat yang terpasang di tubuhnya. Setiap hari hanya obrolan-obrolan tentang anaknya yang Randy bisikkan pada Adya. Ia berharap itu menjadi semangat agar Adya terbangun dari komanya.

"Yang, adek udah 2 bulan loh. Badannya sekarang sudah gemuk yang. Beratnya udah mau 6 kg." Ucap Randy dengan tangan yang terus menggenggam jemari Adya.

"Maaf ya yang, adek terpaksa minum susu formula." Ucap Randy lagi yang sudah mulai berkaca-kaca.

Randy sudah mulai tabah menerima keadaan istrinya. Namun, tidak ada larangan untuk mencurahkan perasaannya bukan? Dia hanya manusia biasa seperti pada umumnya.

"Mama bangun ya, baba butuh mama untuk jaga anak-anak sayang." Ucap Randy terdengar pilu.

"Sekarang baba sudah resign dari kantor ma. Baba fokus bantuin Naina ngurus usaha mama dari rumah. Biar baba bisa jagain Aisha dan Khai 24 jam. Baba gak mau mereka di pegang orang lain." Cerita Randy mungkin hanya pada tubuh yang tak berdaya, namun Randy yakin Adya mendengar segala ceritanya dalam alam bawah sadarnya.

Randy memang memutuskan untuk berhenti dari pekerjaannya. Awalnya Ardi menahan Randy mati-matian untuk tetap bekerja, namun keputusan Ardi sudah bulat. Ia ingin mengurus kedua anaknya dengan tangannya sendiri tanpa bantuan pengasuh. Anggaplah ini bukti cinta Randy pada Adya, jika ia diberi kesempatan untuk kembali bersama.

"Lo udah yakin buat berhenti Ran?" Tanya Ardi sekali lagi.

"Iya Ar. Anak-anak lebih butuh perhatian gue, sampai Adya bangun." Ucap Randy yakin.

"Lo butuh biaya banyak untuk Adya dan anak-anak Ran. Karir Lo di sini udah bagus. Apa gak sayang?" Bujuk Ardy yang tetap di tolak oleh Adya.

"Udah cukup gue ngumpulin dunia buat anak-anak gue Ar. Gue gak mau kejadian yang sama keulang lagi. Apalagi gue belum tahu penyebab Adya kayak gini. Jangan karena ngejar dunia gue justru kehilangan 'dunia' gue sendiri." Jelas Randy yang sudah tidak dapat di bantah oleh Ardi. Dalam hati Ardi menahan diri untuk mengatakan kecurigaannya pada Randy. Hari itu ia juga langsung menghapus pesan Jasmine pada ponsel Randy, ia tak mau menambah beban Randy.

Sudah dua bulan, Ardi belum juga menemukan hasil apapun dari kecurigaannya. Lokasi jatuhnya Adya tidak terekam pada cctv. Begitupun siapa saja yang keluar masuk ke rumah pada hari itu. Ardi sudah buntu, namun tak sampai hati mengatakannya pada Randy.

"Gue pulang dulu ya Ar. Kalau ada waktu ajak Naina main ke rumah." Pamit Randy dengan menepuk bahu Ardi.

***

"Assalamualaikum" salam Randy ketika memasuki rumah Ida.

"Waalaikumsalam." Ida menoleh pada pintu lalu memberi tahu Aisha. "Eh sha, baba pulang tuh. Lihat tuh dek baba pulang." Ucap Ida pada Aisha dan Khai yang berada di pangkuannya.

"Halo kakak sha, sudah mandi belum nak?" Tanya Randy lembut, yang di jawab gelengan kepala oleh Randy.

"Kalau gantengnya baba, udah mandi belum?"

"Belum baba." Jawab Ida menirukan suara anak kecil seolah-olah Khai yang menjawab.

"Duh gemesnya. Sebentar ya, baba minta bibik siapin air. Habis itu baba mandiin."

"Ote baba." Jawab Aisha dan Ida bersamaan.

Begitulah rutinitas Randy. Dari memandikan hingga menyuapi makan anaknya ia lakukan sendiri. Ida hanya membantu sesekali, itu juga karena dilarang oleh Randy.

"Sudah selesai Ran?" Tanya Ida pada Randy.

"Sudah Bu, itu anak-anak juga sudah tidur. Mungkin kecapekan main. Makasih ya Bu, sudah bantu Randy jagain mereka." Ucap Randy yang membuat Ida tersenyum.

Second DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang