Bab 23

846 76 14
                                    

Hari demi hari telah Adya lewati bersama Randy. Segala permasalahan yang telah terjadi menjadi pelajaran berharga bagi keduanya. Hari hari mendekati waktu persalinan sungguh sangat mendebarkan untuk Adya. Meski bukan yang pertama kali, namun benar jika ada yang bilang setiap kehamilan membawa suasana yang berbeda.

Semenjak kejadian-kejadian kemarin yang menimpa Adya, Randy menjadi semakin over protektif. Ia tidak membiarkan Adya keluar rumah sedikitpun jika tanpa pengawasannya. Saat di rumah pun Randy dengan siap siaga membantu kegiatan istrinya sekecil apapun. Berbeda dengan hari ini, Randy nampak berat sekali meninggalkan Adya untuk pergi ke kantor.

"Ma, baba gak usah ke kantor aja lah." Rengek Randy pada Adya.

"Gak ada ya ba. Kamu udah ambil cuti minggu lalu buat nemenin aku." Omel Adya pada Randy yang sudah Randy dengar hampir ke 100 kalinya.

"Hari ini aja deh ma. Rasanya pengen sama kamu aja di rumah ma."

"Gak malu sama Aisha kamu? Aisha aja semangat berangkat ke sekolah. Ini malah malas-malasan." Begitulah wanita dengan segala kecerewetannya. "Lagian ba, bentar lagi adek lahir. Jadi biaya hidupnya double. Yang semangat kerjanya sayangnya mama." Rayu Adya pada Randy.

"Baba udah kaya ma." Celetuk Randy yang membuat Adya jengah.

"Si paling kaya!" Kali ini Randy sedikit tertawa melihat tingkah istrinya itu.

"Memang kaya sayang. Udah ya baba di rumah aja. Please. Hari ini aja. Ya ya ya." Rengek Randy semakin menjadi dengan wajah yang sudah dibuat semanja mungkin pada Adya. Adya yang biasanya lemah dengan tatapan gemas suaminya kali ini berusaha menjaga pertahanan dirinya.

"Kalau gak mau kerja, gak dapat jatah malam sampai lahiran." Ancam Adya dengan wajah datar, yang membuat Randy seketika lemas.

"Gak asik ah mainnya ngancem-ngancem."

"Tinggal pilih baba. Lagian ke kantor tuh cuma bentar. Paling sore juga udah pulang. Janji deh nanti diturutin mau apa aja pulang dari kantor." Ucap Adya sambil mengelus pipi suaminya yang sudah menyandarkan kepala di pangkuannya.

"Janji ya ma?" Jawab Randy dengan mata yang sudah berbinar. Tahu betul Adya, apa yang akan diminta suaminya malam nanti.

Entah mengapa, penampilan Adya hari ini terlihat lebih cantik dari biasanya. Rambut panjangnya yang tergerai rapi dengan sebuah pita cantik melingkar diatasnya. Jangan lupakan dress bunga-bunga sepanjang lutut yang di dominasi warna merah sungguh membuat Randy terpesona. Belum lagi berat badan Adya yang bertambah banyak di trimester akhir ini, dengan perut buncit yang membuat Randy semakin tak bisa jauh dari Adya.

"Gak usah berangkat deh ma." Rengek Randy sekali lagi.

"Lagi mas?" Kini tatapan Adya sudah berubah tegas. Tak lagi ingin bermain-main dengan kelakuan kekanakan Randy sedari pagi. Pasrah sudah Randy dengan keputusan bulat Adya.

***

Di kantor perasaan gelisah Randy semakin menjadi-jadi. Hal itu juga dilihat oleh Ardi yang sedari tadi melihat sahabatnya itu hanya memainkan ponselnya tanpa menyentuh pekerjaannya sedikitpun.

"Heh Randy Arlian! Lo mau kerja apa mantengin tuh hp sampai nanti pulang kantor." Sarkas Ardi pada Randy.

"Gue gak tau ar. Rasanya gak enak gitu perasaan gue. Dari pagi juga gak enak hati ninggalin Adya." Jelas Randy pada Ardi.

"Bini Lo sakit?" Tanya Ardi.

"Enggak sih ar. Malah tadi sebelum berangkat cantik banget. Mana badannya makin berisi. Rasanya gak mah jauh-jauh gue dari dia." Kali ini Ardi sedikit menganga mendengar penuturan Randy.

Second DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang