Bab 17

1K 90 8
                                    

Menikmati perjalanan dengan menggunakan kereta membuat Adya dan Randy benar-benar fokus dengan liburannya bersama Aisha. Sesekali nampak Aisha melihat ke arah jendela dan memberi pertanyaan-pertanyaan yang agak sulit bagi Randy untuk menemukan jawabannya. Namun tampaknya Randy telah mempersiapkan diri dengan segudang pertanyaan Aisha. Berbeda dengan Acenna yang terlihat tertidur lelap di pangkuan Anisa.

"Ba, kenapa kereta api jalannya cepat?" Tanya Aisha tiba-tiba.

"Iya dong. Kan jalurnya kereta api bebas hambatan sha, jadi gak ada kendaraan lain yang melewati jalurnya makanya jalannya cepat."

"Terus supirnya dimana ba?" Tambah Aisha.

"Di gerbong paling depan sha. Namanya bukan supir tapi masinis." Aisha hanya menjawab pertanyaan Randy dengan mulutnya membentuk huruf o.

"Nanti kalau ada orang lewat kita berhenti ya ba?"

"Kereta api gak bisa berhenti tiba-tiba sha. Kalau nanti berhenti tiba-tiba bisa terjadi kecelakaan karena remnya rusak." Jawab Randy sekenanya.

"Mama kok diam saja? Mama tidak senang?" Kini giliran Randy yang menoleh pada Adya. Dilihatnya wajah Adya sedikit lesu dan terlihat pucat. Sedari tadi memang Adya tidak membuka suara sama sekali. Itu pun baru disadari oleh Randy karena selama perjalanan Randy merasa sedikit mengantuk dan lelah.

"Mama okay?" Kini Randy yang bertanya pada Adya. Belum sempat mendapat jawaban Adya lebih dulu bangkit dan berlari menuju toilet yang tersedia. Randy pun mengikuti langkah Adya tepat di belakangnya. Dilihatnya Adya memuntahkan segala isi perutnya. Selama diam tadi ternyata Adya sedang menahan dirinya yang mengalami mabuk perjalanan. Biasanya padahal Adya baik-baik saja menempuh perjalanan jauh dengan kereta. Mungkin kondisi kehamilannya yang membuatnya seperti ini.

"Kamu temenin Aisha aja ba. Aku gapapa." Ucap Adya menenangkan Randy.

"Enggak yang. Aku di sini aja. Sudah selesai belum. Maaf ya dari tadi aku ngantuk banget rasanya jadi gak ngajakin kamu ngobrol. Gak merhatiin kamu juga. Maaf ya yang."

"Aku oke mas. Kamu jangan ngerasa bersalah gitu. Mungkin adek terlalu excited di dalam perut. Kan baru pertama kali jalan-jalan sama baba." Tambah Adya lagi.

"Dua kali dong yang. Udah ah kenapa jadi debat di depan toilet gini sih." Randy langsung menggenggam telapak tangan istrinya. Bukannya kembali ke tempat duduk, Randy justru mengajak Adya ke restauran yang tersedia di salah satu gerbong kereta yang ditumpanginya. "Pacaran bentar." Bisik Randy pada Adya.

Duduk berdua bersama Adya menikmati makan siang bersama sungguh waktu yang jarang Randy bisa dapatkan. Biasanya sepasang suami istri itu sibuk dengan urusan pekerjaan masing-masing, namun kali ini berbeda. Randy rasanya ingin momen seperti ini terus bisa ia lalui dengan Adya.

"Dek. Terima kasih ya, kamu mau melangkah sejauh ini bareng sama aku." Ucap Randy pada Adya.

"Aku yang harus banyak terima kasih sama kamu. Terima kasih terus berusaha buat bahagiain aku sama Aisha ya mas. Itu berarti banget buat aku." Jawab Adya tak kalah lembut.

"Apapun permasalahan rumah tangga kita nanti, janji untuk gak saling melepaskan ya sayang?" Kini Randy mengeratkan genggaman tangannya pada Adya.

"Aku gak pernah punya pikiran buat cerai untuk kedua kalinya. Sekalipun aku dihadapkan dengan persoalan yang sama seperti dulu, mungkin aku akan tetap memilih bertahan."

"Kenapa gitu?"

"Ya bertahan dulu selagi cinta yang kita punya gak berubah. Tapi aku harap aku gak menghadapi situasi yang seperti dulu." Terang Adya pada Randy. Randy pun menjawab segala resah dalam hati Adya dengan senyuman serta pelukan pada istrinya.

Second DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang