Bab 11

1.3K 92 11
                                    

Pukul 3.30 pagi, Adya telah bangun dan mempersiapkan barang yang sudah disampaikan oleh Randy tadi malam sebelum ia tidur. Setelahnya Adya menuju pintu kamar Randy, mengetuknya beberapa kali hingga kemudian muncul dengan pakaian sudah rapi. Menuju lantai 1, Randy kini mencoba membangunkan Naina dan Ardi. Cukup lama hingga Naina dan Ardi keluar dalam keadaan sudah mandi. Terlihat dari rambut Ardi yang masih basah, karena mungkin belum sempat ia keringkan.

"Ajg sempet-sempetnya ya Lo." Umpat Randy pada Ardi.

"Makanya nikah biar bisa keramas pagi-pagi." Ledek Ardi pada Randy.

Emang Ardi anj.

"Sudah mas, masih pagi. Biarin sama istrinya ini." Ucap Adya melerai keduanya.

"Noh dengerin Adya."

"Kamu juga ih bi, jangan godain Randy. Kasihan belum pernah nikah sendiri." Bukannya menengahi Naina justru semakin menggoda Randy.

"Gapapa belum nikah, yang penting udah pernah." Jawab Randy yang berhasil dihadiahi pelototan oleh Adya.

"Udah-udah keburu siang. Berantem terus. Ayo berangkat. Aisha udah aku pindahin ke mobil." Tegas Adya pada Randy dan Ardi.

Hanya membutuhkan waktu 10 menit, mobil Randy kini sudah terparkir di area parkir telaga cebong. Dimana nanti Randy berencana mendirikan tenda disana setelah turun dari bukit.

"Aisha dibangunin gak mas?" Tanya Adya pada Randy.

"Gak usah. Biar mas yang gendong. Kamu bawa gendongan koala punya Aisha kan?"

"Bawa mas."

***

Sepanjang perjalanan menuju puncak bukit bisa Naina saksikan binar bahagia pada mata Adya yang sudah lama tak ia lihat. Senyum pun tak pernah lepas dari wajah Adya. Syukurlah jika Adya mulai terlepas dari segala ingatan buruk tentang pernikahan. Sesekali Randy memberikan perhatian pada Adya yang berjalan tepat di depannya.

"Capek gak dek?" Pertanyaan macam apa Ran, bahkan perjalanan baru di mulai 5 menit yang lalu.

"Baru mulai mas."

"Justru karena baru mulai, kalau udah terlanjur jauh susah nanti aku harus gendong dua orang." Memang dasar Randy. "Kalau capek bilang ya sayang, kita jalan pelan-pelan aja." Randy dan segala tingkah manisnya adalah hiburan bagi Adya apapun situasinya. Melihat Adya tengah tersenyum Randy mengambil sebelah tangan Adya untuk digenggamnya. Kemudian melanjutkan perjalanan dengan Aisha yang masih dalam gendongannya.

"Mau gantian gendongnya gak mas?" Tawar Adya pada Randy.

"Gak usah sayang, tugas istri itu cuma menemani dan mendukung suami. Yang berat-berat biar suamimu aja." Bayangkan semerah apa wajah Adya kini. Untung saja posisi Adya ada di depan Randy sehingga Randy tak menyadari jika wanitanya itu sedang mati-matian menahan salah tingkahnya.

Setelah 30 menit mereka sampai pada puncak bukit sikunir. Agak sedikit terlambat karena matahari sudah mulai meninggi. Tapi tak apa yang terpenting satu wish list Aisha tersampaikan. Karena memang itu tujuan Randy. Randy mulai menurunkan Aisha yang sudah terbangun sedari perjalanan ke puncak tadi. Namun ada pemandangan yang tak luput dari mata Randy. Adya yang sedikit kewalahan mengatur nafas. Dan nampak kelelahan tak seperti biasanya. Beberapa kali Randy mengecek keadaan Adya yang sudah nampak sedikit pucat. Adya menepis semua kekhawatiran Randy dengan tetap menyelesaikan perjalanannya hingga puncak. Semoga kamu baik-baik saja, batin Adya.

"Turun yuk, udah mulai tinggi mataharinya." Ajak Ardi saat matahari sudah mulai terasa teriknya.

"Bisa bawa anak gue dulu gak ar? Gue mau ngobrol bentar sama Adya." Pinta randy pada Ardi.

Second DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang