Bab 30

1.4K 107 33
                                    

20 tahun berlalu..

Waktu berlalu begitu cepat bagi Randy. Anak-anaknya kini telah tumbuh dewasa dengan pilihannya masing-masing. Aisha yang telah menyelesaikan pendidikannya di bidang kesehatan. Khai yang memilih kuliah pada bidang arsitektur, sementara si bungsu Anna yang memilih kuliah jurusan musik. Sungguh sebagai orangtua Randy memberikan support terbaik yang bisa ia lakukan dengan memberikan kebebasan pada putra dan putrinya memilih tempat mereka mengemban ilmu.

Hari ini, ada banyak hal yang Randy pikirkan. Pagi tadi Aisha datang menemuinya dengan kalimat yang sukses membuat Randy berpikir untuk memberikan jawaban yang baik.

"Ba, boleh kakak ngobrol?" Tanya Aisha pada Randy.

"Ada apa sayang? Biasanya juga langsung ngobrol aja." Tanya Randy yang sedang berkutat dengan tanaman hiasnya di halaman depan rumahnya.

"Duduk di teras yuk ba. Kakak mau ngobrol berdua sama baba." Ajak Aisha menunjuk pada bangku yang ada di teras rumahnya. Randy pun meletakkan segala peralatan berkebunnya dan mengikuti langkah Aisha untuk duduk pada bangku taman.

"Gimana sayang?"

"Ba, sebelumnya Aisha minta maaf kalau ini terkesan tiba-tiba. Aisha juga terima kasih karena baba selama ini jagain Aisha tanpa membeda-bedakan Aisha dengan Khai dan Anna." Ucap Aisha sembari menatap wajah Randy.

"Apa sih kak. Kakak kan anak baba. Ya kasih sayang yang baba kasih pasti sama untuk anak-anak baba. Kenapa sih kok jadi mellow gini? Kakak mau ijin kerja lagi? Baba tetap dengan keputusan baba." Jawab Randy tegas. Beberapa kali Aisha ijin untuk bekerja pada Randy, sebanyak itu pula Randy menolaknya. Sedari kecil sungguh Randy memperlakukan Aisha dengan sangat baik. Hal sekecil apapun akan Randy sediakan untuk putrinya itu.

"Kalau kakak ijin untuk memulai hidup baru dengan pilihan kakak, baba gimana?" Tanya Aisha pada Randy.

"Maksud kakak?" Sebenarnya sedikit banyak Randy sudah tahu perihal kedekatan anaknya ini dengan rekan sejawatnya di tempat ia magang dulu. Namun Randy tidak menyangka hari yang sedikit ia takuti tiba secepat ini.

"Kakak kan sudah 26 tahun ba. Kakak juga ga mau menjalin hubungan yang menjerumuskan kakak ke dalam dosa apalagi bikin ayah, baba, dan mama terseret di dalamnya. Kakak rasa menikah adalah satu-satunya obat untuk jatuh cinta. Iya kan ba?" Randy tersenyum mendengar penuturan Aisha. Putri kecilnya yang ia temui dengan seragam playgroup dulu, kini sudah menunjuk dihadapannya meminta restu untuk menuju satu fase terpanjang dalam hidupnya.

"Sudah bicara sama ayah kak?" Tanya Randy. Aisha hanya mengangguk menjawab pertanyaan Randy.

"Apa kata ayah kak?"

"Ayah siap kapanpun ketika kakak meminta untuk menikahkan kakak. Tapi kata ayah, baba yang paling berhak kasih jawaban. Karena baba yang sudah rawat kakak dari kakak kecil sampai sekarang." Jelas Aisha yang langsung membuat Randy ingin meneteskan airmata.

"Kalau tujuan menikah kakak baik, bukan karena perasaan sesaat, juga bukan karena nafsu ingin sama dengan teman-teman kakak yang lain yang sudah menikah. Baba insyaallah ijinkan. Baba tahu, kakak tumbuh jadi perempuan yang baik. Dosa kalau baba melarang kakak menikah padahal kakak sudah mampu. Nanti kita bilang sama mama ya kak?" Begitulah Randy pada Aisha. Bahkan membentak pun tak pernah ia lakukan. Randy adalah pelengkap Aisha yang selalu Adya syukuri kehadirannya.

***

"Abang, adek buruan. Nanti kita kesiangan. Kasihan kakak udah nunggu dari tadi." Teriak Randy memanggil nama kedua adik Aisha.

"Baba nih selalu deh. Giliran kakak yang minta pasti langsung buru-buru. Coba kalau Khai yang minta." Gerutu Khai yang baru saja keluar dari kamarnya.

"Sembarangan ya bang. Coba sebutin apa yang Abang minta ga langsung baba turutin. Ya kalau gak di turutin berarti memang gak ada faedahnya untuk Abang." Jawab Randy pada anak lelakinya.

Second DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang