Empat sekawan -(bab 22)

30 6 8
                                    

"Halo Mikayla! Senang berkenalan denganmu!," ucap Charles dan Chester bersamaan.
"Ya," ucap Mikayla balas senyuman mereka.

Entah apa yang mereka pikirkan, kenapa mereka tidak menanyakan lagi tentang mereka ada disini dan bagaimana itu bisa terjadi?

Mereka berempat terlihat asik mengobrol, dan Mikayla hanya melihat empat sekawan itu mengobrol dengan riang.

"Ah! Mikayla! Terimakasih telah menyelamatkan kami dari hipnotis putri Liana! Aku sangat berterimakasih karena katanya kekuatan hipnotis nya sangat kebal terhadap serangan kesadaran!," ucap Henry yang sekarang berbalik kepada Mikayla.

"Terimakasih!," ucap mereka berempat.

"Ya, sama sama," ucap Mikayla.
"Lalu, apa yang akan kalian lakukan setelah ini?," lanjut Mikayla.
"Kami tidak tahu," ucap Henry.
"Kami tidak tahu cara keluar dari sini," lanjut Henry.
"Hmm begitu ya," ucap Mikayla mengusap dagunya.

Sekarang suasana yang riang menjadi murung.

Kok mereka hanya diam saja? Ada apa? Apa mereka takut kalau tidak bisa kembali? Dan jika sudah kembali, apa mereka akan di hipnotis lagi oleh orang yang bernama Liana itu?

"Hmm, kulihat tadi kalian mengobrol dengan riang. Apakah kalian bersahabat?," tanya Mikayla memecahkan keheningan.
"Tentu saja! Kami bersahabat dari kecil,"
"Wah.. serius? Boleh kau ceritakan kenapa kalian bisa bersahabat?," ucap Mikayla.

"Boleh.. oleh siapa? Aku? Atau yang lain?," ucap Henry.

"Siapa saja bebas, kalian bersahabat mana mungkin ceritanya berbeda-beda yah kecuali kalau menceritakan nya menurut sudut pandang," ucap Mikayla.

Charles, Chester dan Cassius hanya diam dan menatap Henry.

"Baiklah-baiklah aku saja," ucap Henry.

"Kita tinggal di kota Niskala, walaupun disebut kota tapi lebih pantas di sebut desa karena penduduk nya sedikit. Hanya ada 100 penduduk yang tinggal di kota Niskala...."

100 penduduk? Sedikit sekali!

"....dan di kota Niskala setiap tahunnya hanya tetap 100 penduduk. Tidak ada yang berkurang ataupun bertambah, dan jika ada yang melahirkan satu orang anak, pasti anak itu meninggal entah terkena penyakit atau meninggal tanpa sebab. Itu terjadi setelah aku lahir, mungkin bisa dibilang aku penduduk ke 100 aku yang terakhir." Ucap Henry yang asik menceritakan itu.

"Jika ada yang meninggal satu orang, maka jumlah penduduk sisa 99 kan? Dan jika ada yang melahirkan satu orang anak maka tidak akan terjadi apa-apa pada anak itu kan?," tanya Mikayla memotong ucapan Henry.

"Ya, tepat sekali. Jika ingin melahirkan satu orang anak, harus ada satu orang yang meninggal dahulu. Sepertinya 100 penduduk di kota Niskala sudah ditetapkan. Dan setiap ada yang meninggal, pasti ada saja yang melahirkan satu orang anak," jawab Henry.

Ternyata begitu... Sudah, ditetapkan ya?

"Henry, kenapa kamu malah menceritakan tempat tinggal kita sih. Katanya pengen cerita kenapa kita bersahabat," ucap Chester.

"Ah iya juga gapapa, biar Mikayla gak bingung saat aku cerita. Mikayla gak keberatan kan?," ucap Henry.

"Enggak kok, gapapa aku juga biar tahu tentang tempat tinggal kalian. Kalian tidak tinggal di bumi ataupun negara Indonesia kan?," ucap Mikayla.

"Negara? Indonesia? Itu apa? Kami tinggal bumi, tapi di bagian lain," ucap Henry.

Apa? Kok bisa?! Dan di bagian lain? Dimana? Dia juga tidak tahu tentang negara ataupun Indonesia. Tapi kenapa dia berbicara bahasa Indonesia? Eh... Tunggu, sepertinya ada yang aneh saat aku berbicara dengan mereka. Aku tidak berbicara bahasa Indonesia! Tapi bahasa lain, lalu ini bahasa apa? Dan kenapa aku bisa mengerti dan berbicara bahasa ini?

"Uhm, omong-omong kita berbicara pakai bahasa apa?," Tanya Mikayla.

"Eh? Bahasa? Bukankah kita berbicara pakai bahasa kuno?," ucap Henry kebingungan.

"Kuno? Bukan bahasa Indonesia?," ucap Mikayla.
"Bahasa Indonesia? Aku baru mendengar hal itu," ucap Henry.

"Aku juga, aku baru tahu ada bahasa Indonesia. Yang kutahu hanya ada bahasa kuno dan albatara," ucap Charles.

Albatara? Apa lagi itu? Jadi mereka benar-benar dari bagian yang lain!

"Albatara? Apa itu?," tanya Mikayla.
"Ya, itu bahasa yang digunakan oleh orang-orang kerajaan Ratu iblis, singkatnya bahasa albatara harus digunakan oleh orang-orang penting yang bersama ratu iblis," jawab Charles.

"Hm... Begitu ya? Apa kalian tahu bahasa albatara itu seperti apa?," ucap Mikayla.
"Tidak, karena aku hanya penduduk biasa di kota Niskala," ucap Charles.
"Aku juga tidak tahu," ucap Chester, Cassius dan Henry bersamaan.

"Ya sudah... Omong-omong tentang Ratu iblis, siapa namanya?," tanya Mikayla menatap mereka berempat.
"Tidak ada yang tahu nama asli Ratu iblis, hanya keluarganya saja yang tahu. Nama ratu iblis sangat dirahasiakan dari penduduk termasuk orang-orang penting di kerajaan, tidak ada yang tahu," ucap Henry.
"Ternyata begitu... Lalu bagaimana dengan putri Liana? Dia anak Ratu iblis?," tanya Mikayla.
"Ya, tapi seharusnya Ratu iblis mempunyai anak perempuan dua orang. Putri Liana anak kedua dan anak pertama hilang entah kemana," jawab Henry.

"Wah... Begitu ya," ucap Mikayla mengusap dagunya.

"Ah- maaf aku banyak tanya. Kau boleh lanjutkan kenapa kalian bisa bersahabat," ucap Mikayla.

"Tapi sepertinya waktumu sudah habis. Tak apa! Aku bisa ceritakan di pertemuan selanjutnya! Sampai jumpa!," ucap Henry.

Kepala ku pusing, tubuhku seperti terombang-ambing, sebentar lagi aku kembali ke tempat tidurku.

••••••••••

Aku terbangun karena jam alarm berbunyi, sangat berisik.

Saat membuka mata, kenapa aku tidak bisa melihat apapun? Disini gelap. Apakah ada yang mematikan lampu nya?

"Daikin! Kenapa disini gelap sekali?," ucap Mikayla memanggil Daikin yang sedang di dapur.

Daikin segera menuju kamar Mikayla.

"Gelap? Oh! Kamu belum memakai penutup mata mu! Kamu lupa ya? Sini biar aku pasang," ucap Daikin.

Hah? Penutup mata? Kenapa aku harus memakai ini? Dan kenapa aku tidak bisa melihat?

"Nah, sudah terpasang," ucap Daikin.
"Eh? Aku bisa melihat kembali?," ucap Mikayla yang terlihat sangat bingung.
"Iya, kenapa kamu terlihat kebingungan seperti itu?," ucap Daikin memiringkan kepalanya.
"Coba jelaskan padaku kenapa aku tidak bisa melihat, dan kenapa saat penutup mata ini dipasangkan kepada ku aku jadi bisa melihat. Bagaimana bisa ini terjadi?," ucap Mikayla.
"Hm? Ah... Kamu kan kehilangan indra mata mu. Singkatnya, kamu buta. Karena itulah kamu harus memakai penutup mata itu agar bisa melihat," ucap Daikin menjelaskan.

Ini sangat tidak masuk akal, aneh sekali. Kenapa saat mata ku ditutup, aku bisa melihat sedang aku tidak memakai apa-apa, aku tidak bisa melihat. Jadi aku buta? Jika aku buta, aku juga tetap tidak bisa melihat walaupun memakai penutup mata ini kan? Tapi buktinya ini bisa, tapi kenapa ini bisa terjadi? Aku seperti melupakan sesuatu...

"Begitu ya..," ucap Mikayla dengan suara yang masih penuh dengan rasa kebingungan.

"Ya, tidak ada pertanyaan yang lain? Jika tidak ada, kau harus segera mandi jika tidak kau bakal kesiangan," ucap Daikin yang berbicara seolah-olah dia ibu yang sedang menceramahi anaknya.

"Ah! Kau benar juga," ucap Mikayla yang segera menyambar handuk yang tergantung di paku.

Bersambung ke episode selanjutnya...

Kesendirian berfantasi (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang