012. 💋

64 8 0
                                    

Sesampainya di rumah, setelah mandi, Nugie mencukur bulu tipis di dagu dan area mulutnya yang mulai tumbuh. Sembari melakukan itu, Ia tenggelam dalam pikirannya dan teringat mimpinya pagi tadi. "Ack!" rintihnya ketika pisau cukur yang digunakan tak sengaja melukai dagunya.

"Ah, sial–" rutuknya sambil meringis ketika Ia membasuh wajah dan merasakan perih di dagunya. Disaat bersamaan, Arumi memasuki bermaksud untuk mencuci muka sebelum tidur. Nugie, yang tengah membasuh muka, sontak terdiam ketika melihat Arumi mengenakan gaun tidur malam berwarna biru. Lagi-lagi gejolak aneh dalam dirinya muncul.

"A-Aku cuma mau cuci muka..."

"Oke. Aku udah selesai kok," Ujar Nugie canggung. Ia menghindari tatap mata Arumi sebelum keluar namun tiba-tiba, wanita itu menahannya. "Kenapa?"

"Dagu kamu berdarah."

Pria itu refleks menutup dagu dengan tangannya, "Nggak apa-apa...ntar tinggal dipakein plester aja," ucap Nugie melepaskan genggaman Arumi dan bergegas ke kamarnya. Ia membuka laci nakasnya, mencari-cari plester sambil sesekali menahan perih di dagunya yang timbul tenggelam. Namun hal itu tak sepadan dengan degup jantungnya yang berdetak cepat seolah Ia baru saja menenggak bergelas-gelas Americano.

"Kalo kamu cari plester kamu nggak akan nemu di situ," Nugie membeku di tempatnya dan menoleh mendapati Arumi muncul sambil membawa obat, cotton bud dan plester di tangannya. "Kotak obat ada di dinding samping pintu kamar aku. It's been there since I arrived here for the first time," ujar Arumi lalu duduk di samping Nugie.

Pria itu merasa malu pada dirinya sendiri karena meski ini rumahnya, ternyata Nugie hanya menganggap ini sebagai tempat untuk istirahat saja. Segala memori yang pernah hadir di rumah ini antara dirinya dan Andhita, di masa awal pernikahan mereka, menguap begitu saja layaknya debu yang beterbangan tertiup angin.

Di tengah lamunannya, Nugie terkejut mendapati dagunya disentuh dan di detik berikutnya, Ia sudah mendapati wajah Arumi berada tepat di depannya begitu dekat, "Ini agak sedikit perih..." ucap wanita itu mengoleskan obat luka antiseptic pada luka di dagu Nugie hingga pria itu refleks meringis menahan sakit. Nugie sengaja memejamkan matanya agar tak menatap Arumi.

"Oh? gede juga lukanya...kamu mikirin apa pas cukuran?"

Nugie refleks membuka mata dan menatap Arumi, yang begitu Ia hindari sebelumnya. Ia merasa malu karena seolah wanita itu memergoki isi pikirannya. "Trust me,You better not know what I'm thinking about." gumam Nugie melirik ke arah lain agar tak bertukar pandang dengan Arumi meski Ia bisa merasakan sepasang mata wanita itu menatapnya heran.

"Emangnya apa?"

"Aku nggak mau jawab," balas Nugie berusaha keras agar tak menatap balik wanita itu.

"Tch–Ya udah..." ujar Arumi tertawa pelan sambil melepas plester dan menempelkannya di dagu Nugie sebelum membereskan peralatannya. Nugie menghela nafas lega ketika wanita itu memberikan jarak di antara mereka.

"Do you always sleep like this?" ucap Arumi memperhatikan Nugie yang tak mengenakan atasan apapun.

Pria itu menyentuh kedua pundaknya sendiri, membentuk tanda X dengan lengannya–mencoba menutupi bagian atas tubuhnya yang terekspos. "Masalah kah?"

Arumi menggeleng pelan. "We'll get married. Jadi aku berusaha mempelajari kebiasaan-kebiasaan kamu," ujar Arumi memperhatikan seisi kamar Nugie, "Kamu biasa tidur pake AC di suhu berapa?"

"S-Sekitar 25-26...Aku nggak terlalu tahan dingin."

"Ah...oke that's acceptable." ujar Arumi. "Ah, tapi–A-are We going to sleep together? Since We have separate rooms." ucap Arumi salah tingkah karena Ia merasa arah pembicaraan ini menjadi cukup aneh. Namun meski begitu, Ia tak bisa menampik debar dalam dirinya.

Marriage ReversalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang