014. 🔞

117 6 0
                                    

🔞CHAPTER BERIKUT MENGANDUNG ADEGAN RANJANG 🔞


Verdi bergerak malas di balik selimutnya. Namun Ia lekas terbangun ketika mencium aroma masakan yang terasa sedap. Tangannya kemudian meraih pakaian di dekat dan lekas memakainya lalu menyibak selimut. Ia melangkah keluar dari kamar dan berhenti sejenak menatap Alena yang sudah sibuk di dapur. "Morning~" gumamnya serak sambil mengusap matanya yang terasa berat.

"Huh? Oh, Mas Ver udah bangun?" ucap Alena kembali berkutat dengan masakannya sementara Verdi mengambil gelas dan air dingin di dalam kulkas lalu kembali ke konter dan melamun menatap Alena yang sedang memasak.

"By the way, Aku nggak bermaksud ngusir, Tapi Mama nanti mau ke sini agak siangan menjelang sore–" ujar Alena tertawa pelan karena ekspresi kosong Verdi yang terlihat lucu. "Aku takutnya nanti dia jantungan liat kamu begitu...I mean, She's already gets used to see your–Young Executive side-self.."

"Eum...abis ini aku pulang."

"Thank you," balas Alena tersenyum.

"Kamu udah mikirin kah?"

"Huh? Apa?"

"About us–" balas Verdi menikmati sarapannya yang telat, dengan santai. Alena kemudian menghela nafas pelan, "Alright, nevermind–"

"B-Bukan gitu Mas! It's not that I don't like–"

"I know. I understand. Maksud aku–ya, dipikirin aja dulu. Kalaupun nggak bersedia, I hope We still can be like this. I've told you I'm fine with both."

Alena menatap Verdi yang kembali menyantap sarapannya. Ia lalu menarik kursi dan duduk di hadapan pria itu, "Mas nggak mau coba dulu cari yang lebih baik dari aku kah?"

"Like who?"

"I don't know–Tapi pasti banyak yang menarik di kantor kamu kan?"

Verdi menghela nafas pelan. "Oke, nanti aku coba."

Senyum di wajah Alena sontak redup. Mendadak, Ia menyesali saran yang baru saja diberikan pada Verdi dan berharap bahwa di kantor pria itu tak ada yang lebih baik darinya.

Arumi mengintip dari ambang pintu dan Nugie sedang duduk di sisi tempat tidur dengan kepala tertunduk. Pria itu diam seribu bahasa sepanjang jalan pulang dan Ia tak berani mengajaknya bicara. Namun pada akhirnya, memberanikan diri mendekati Nugie dan dengan hati-hati duduk di sampingnya.

"Maaf...aku nggak tau kalo itu Papa kamu."

"It's fine..." ucap Nugie mengusap matanya. "Itu bukan salah kamu...Lagipula aku juga nggak pernah ngenalin kamu ke Papa." sambungnya mengatur ekspresinya seolah Ia baik-baik saja.

"If you want to cry, you can cry..." ucap Arumi mengusap lembut punggung Nugie. Pria itu menghela nafas berat dan tertunduk. Tangisnya pun pecah ketika Arumi menarik dan membiarkan Nugie bersandar di ceruk lehernya.

Sekarang Ia memahami mengapa pria itu lekas melamarnya meski saat itu Ia masih dalam keadaan koma. Nugie seperti melihat dirinya sendiri pada Arumi. Selama Ia koma, pria itu sudah mengetahui apa yang Arumi lalui selama ini. Meski memiliki Tante Ine atau Alena yang sudah menganggapnya seperti anak dan kakak sendiri, nyatanya Nugie tak yakin mereka bisa memahami apa yang dirasakannya.

Hanya yang pernah mengalami apa yang Ia alamilah yang akan memahami isi hatinya dan orang itu adalah Arumi. "I'm sorry..." ucap pria itu terisak.

Marriage ReversalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang