(16) Overthinking

177 22 4
                                    

***
Minggu, 18 Juni 2023

Sudah berapa lama Anne tidak nyetirin Mami. Waktu itu dia hampir muak dengan aktivitas ini. Tapi setelah tidak pernah melakukannya lagi, setiap pulang ke rumah kalau Mami pengen pergi ke mana, Anne siap menemani.

Hari ini cukup padat. Belanja bulanan sama Mami. Padahal kalau dipikir lagi, dapur belum sepenuhnya kosong. Habis itu shopping. Tentu saja bukan buat Mami tapi untuk putri kesayangannya. Memang Mami selalu begitu. Makan siang sama Mami. Juga mendadak ikut ke arisannya walaupun ia menunggu di meja lain. Anne senang-senang saja.

"Dari mana?"

Setibanya perempuan itu di rumah, ia mendapati adik bungsunya juga barusaja memarkirkan mobil di bagasi. Anak laki-laki itu lekas membantu sang kakak untuk membawa beberapa kantong belanja di belakang mobil.

"Abis dari nemenin Nina."

"Photoshoot?"

"Iya."

"Terus lu ikut ke studionya?"

Sambil membawa kantong belanja itu bersama sang kakak ke dalam rumah, ia mengangguk cepat. "Nina yang ngajakin. Katanya biar gue kenalan sama orang-orang di sana. Kontraknya lumayan lama soalnya."

"Emang kalo nggak kenalan kenapa?"

"Takut gue cemburu."

"Dih. Emang lu cemburu?"

"Yaaah nggak. Cuma Nina nggak mau gue punya pikiran macam-macam nantinya. Jadi kalau gue udah tahu in person dia nggak worry lagi." jelas Ayes. "Lu kan orang PH juga, Kak, emang Mas Gama atau lu nggak pernah kenalan sama orang-orang di lokasi syuting?" sambungnya, panjang.

"Buat apa anjir. Kan orang-orang di lokasi syuting orang kantor gue semua."

"Talentnya misal. Lu aja pernah cinlok sama talent lu dulu."

Selama pacaran, Anne dan Gama belum ada satu projek lagi. Yang film tahun lalu itu jadi projek bersama mereka. Dan selama itu juga, Anne dan Gama tidak pernah saling mengenalkan diri masing-masing ke projek mereka. Cuma sekedar tahu saja. Lagipula, orang-orang di sana adalah orang-orang kantornya. Kecuali artis atau talent dalam projek tersebut.

Mengingat kembali kalau dia pernah cinlok sama Ken, talent projeknya sebelum bertemu Gama membuatnya berpikir kalau yang dibilang Ayes ada benarnya. Kemungkinan itu bisa saja terjadi. Tapi kemudian dia menyadari kalau Gama tidak mungkin melakukan itu. Casenya beda. Waktu itu dia dan Ken sama-sama single. Gama pasti tahu kalau dirinya kepunyaan orang dan tidak akan berpikir hal semacam itu. Apalagi di projek sebelumnya nggak ada adegan kenal-kenalan, semua baik-baik saja. Sebagai orang dewasa, perasaan seperti itu seharusnya nggak pernah ada.

***

"Kangen banget sama kamu gimana ya,"

"Lebay banget kenapa ya. Baru juga dua hari nggak ketemu."

Panggilan video itu tersambung sejak beberapa menit yang lalu. Dua hari di ujung minggu ini tidak mereka lalui bersama. Tadinya aman-aman saja. Gama menghabiskan waktu bersama Papanya. Anne juga menghabiskan waktu bersama keluarganya. Tapi setelah di detik-detik terakhir ini, keduanya menyadari kalau ternyata mereka sebergantungan itu.

"Kamu mau makan di mana sama Papa emang?"

"Resto temannya waktu sama-sama chef dulu. Aku sebenarnya nggak mau. Kalo berdua aja oke. Ini gabung semeja sama Bapak-Bapak. Kan males," Kelihatan jelas wajah betenya di layar hape itu. Tapi di mata Anne justru menggemaskan. "Cuma karena kata Papa ada anaknya oke deh. Setidaknya aku ada teman yang bisa diajak ngobrol. Males dengerin jokes Bapak-Bapak."

ANNE AND GAMA (from September to July)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang