(1) Love Story

594 38 8
                                    

***

Juni 2023

Annelka itu suka banget sama masak walaupun habis masak dia akan mengeluh karena banyak piring-piring kotor di wastafel. Bagi Anne, selain memasak untuk bertahan hidup, memasak juga adalah penyembuhan untuknya. Kebiasaan Anne selama masak selalu play musik dari hapenya. Itu kenapa dia tidak pernah sadar kalau pacarnya datang — Gamaliel.

Gama menengok jam di pergelangan tangan kirinya — sudah menunjukkan angka 10. Setidaknya ia lebih cepat dari janjinya. Diperhatikannya rambut panjang Anne terikat sembarangan. Menampilkan tekuk lehernya. Memang perempuannya ini tidak punya bakat untuk mengikat rambut lebih rapi. Atau sebenarnya dia memang malas saja melakukannya.

Laki-laki itu kemudian menaruh tasnya di atas meja kitchen bar dan lekas melingkarkan tangannya di pinggang sang puan, tanpa mengatakan atau melakukan hal kecil apapun-hingga membuat sang puan kaget. Namun karena Anne tahu siapa orangnya bahkan hanya dari aroma tubuhnya, dia cuma berkeluh alih-alih melepaskan dirinya dari dekapan itu.

"Kebiasaan banget deh tiba-tiba meluk. Aku lagi megang pisau loh."

Tidak peduli dengan perkataan perempuannya itu, Gama makin mendekapnya lebih erat, menenggelamkan kepalanya ke tekuk leher sang puan. Mendaratkan ciuman di sana. Menghirup wanginya yang khas.

Dan...

Tangannya mulai bergerilya masuk ke dalam t-shirt sang puan tanpa izin.

"Gam," Cepat Anne menahan pergerakan tangan kekasihnya itu.

Ini bukan kali pertamanya. Tindakan-tindakan Gama yang di luar batas ini sebenarnya sering terjadi dan Anne masih belum terbiasa. Tentu saja tidak akan bisa terbiasa. Jantung Anne hampir jatuh ke lutut sekarang. Dingin tangan Gama di atas perutnya, membuat bulu kuduknya berdiri.

Cepat ia memutar badannya dan menemukan Gama dengan muka yang super-duper capek. Pemandangan Gama pulang kerja yang selalu Anne hapal betul. Kumis tipisnya yang mulai kelihatan. Rambutnya yang berantakan apalagi sekarang sudah mulai memanjang. Kantong mata yang tersembunyi dari balik kacamatanya itu, tidak usah ditanya lagi gimana.

"So tired?" Anne memukul pantat Gama banyak-banyak. Seperti layaknya orang-orang tua ke anak kecil. "Sana rebahan dulu." lanjutnya, tersenyum.

Gama lekas melirik area kitchen yang ruame banget. Penuh dengan banyak bahan dan perkakas. Sejujurnya Gama tidak tega juga melihat Anne lagi capek-capeknya harus masak namun setiap memasak, raut wajahnya selalu tampak sumringah. Dan apapun yang membuat Anne bahagia, Gama tidak akan melarangnya. Gama hanya perlu membantu dan menemaninya.

"Masih lama?"

Anne melirik jam di dinding apart agak kesusahan karena Gama masih melingkarkan tangannya di pinggangnya. Dan ternyata masih jam 10 malam. "Kamu bilang sampai apart jam 11. Jadi aku baru mulai."

"Oke." Dan akhirnya ia melepaskan tangannya dari diri sang puan. Menggulung lengan kemejanya sembarangan. "Aku harus bantu apa?"

Muka Gama itu muka capek banget tapi cepat berubah setiap lagi sama Anne. Bukan cuma bantu Anne masak tapi apapun itu. Bola matanya bersinar terang seperti ada bintang-bintang di sana — yang orang-orang mungkin tidak akan bisa menemukannya selain Anne. Bibirnya membentuk senyum lebar sampai pipinya naik. Kalau sudah seperti ini, Anne tidak bisa menahan senyumnya karena kelihatan sangat lucu.

"Kamu bantu potong kentang ya," Anne sama sekali tidak menolak bantuan dari Gama. Ia pikir memang sudah seharusnya ia mulai mengajarkan laki-laki itu supaya punya kemampuan bertahan hidup. "Tapi pegang pisaunya hati-hati ya. Jangan salah potong. Ntar kita malah makan sop jari kamu." Diberikannya pisau ke Gama yang sudah berdiri di sampingnya itu.

ANNE AND GAMA (from September to July)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang